JAKARTA – Elemen masyarakat dari daerah Papua yang mengatasnamakan diri dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Pijar Keadilan Demokrasi melakukan aksi unjuk rasa di depan Pintu 1 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) di Palmerah, Jakarta, Selasa (29/8/23).
Elemen masyarakat dari LSM Pijar Keadilan Demokrasi itu berorasi dan menuntut agar dilaksanakan pencabutan plang tanah adat yang telah dilakukan oleh Pemerintah Kota Jayapura. Pada orasinya meminta plang tersebut dicabut karna menurut mereka melanggar hukum menyalahgunakan wewenang dan melanggar sejumlah Instrumen Hukum.
Koordinator aksi, H. Rizal Muin, sekaligus pemilik bidang tanah yang telah dipasangkan plang oleh Pemerintah Kota Jayapura bersama sejumlah orator menyampaikan aspirasinya secara bergantian dan merasa sudah menjadi korban dari mafia tanah yang diduga ada keterlibatan oknum Pemerintah Kota Jayapura dan dalam hal ini yang bertanggungjawab yaitu Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Massa aksi memulai orasinya dari sekitar jam 10.00 WIB sampai dengan sekitar jam 12.00 WIB, dan akhirnya diterima oleh Pegawai KLHK melalui Humas KLHK. Tapi pada penerimaan pertama untuk melakukan audensi, para peserta aksi menolak, dikarenakan mereka hanya dipersilahkan masuk ke Pos Security, lalu 1 jam kemudian baru di arahkan kedalam Gedung Kantor KLHK.
“Ya, Intinya kami meminta pencabutan papan plang di tanah seluas 14 ha milik H.Rizal Muin yang terletak di Pantai Hamadi, Distrik Jayapura Selatan, Kota Jayapura, Provinsi Papua. Itulah yang kita perjuangkan sampai kami dari Papua melakukan aksi sekaligus meminta keadilan,” ucap Steven salah satu orator ketika ditemui oleh awak media seusai melakukan audensi dengan pihak KLHK.
“Kami datang ke KLHK untuk mohon perlindungan hukum atas perampasan Tanah Hak Milik (bekas tanah adat) di Pantai Hamadi, Distrik Jayapura Selatan, Kota Jayapura, Provinsi Papua,” tambahnya.
Ketika kami melakukan Audensi, lanjut Steven, pihaknya belum mendapatkan hasil dari KLHK. KLHK hanya menyampaikan bahwa mereka mempunyai regulasi hukum dan akan melakukan komunikasi untuk merapatkan masalah ini.
“Artinya, kami juga tidak memaksa karena mereka meminta waktu untuk bernegosiasi. Tapi yang jelas, H.Rizal Muin ini adalah pewaris tanah adat yang tidak terpisahkan dari tanah Papua yang diduga menjadi salah korban mafia Tanah di Indonesia ini,” cetus Steven.
Kesempatan yang sama, H. Rizal Muin, sebagai koordinator lapangan menyampaikan kepada awak media, bicara tentang eksistensi masyarakat hukum adat di Indonesia di awal ada sebelum negara ini lahir 17 Agustus 1945. Negara secara tegas di dalam regulasi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 di Pasal 18B ayat (2) negara mengakui menghormati melindungi hak-hak adat beserta konstitusionalnya.
Rizal menyampaikan bahwa tindakan sejumlah oknum aparat pemerintah dan oknum aparat penegak hukum (APH) tersebut, diduga adalah perbuatan penyalahgunaan kekuasaan/kewenangan yang melanggar sejumlah Instrumen Hukum yang berlaku yaitu : 1. Pasal 18B ayat(2) Jo Pasal 28G ayat(1) Jo Pasal 28H ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;- 2. Pasal 6 ayat(1),(2) Jo Pasal 36 ayat(1),(2) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia (HAM), negara Indonesia adalah negara hukum makanya kami hadir KLHK ini.
“Apabila tuntutan kami tidak dipenuhi maka kami akan melakukan Aksi yang lebih besar lagi dengan membawa jumlah massa yang lebih banyak. Tuntutan kami hanya meminta agar plang itu di tarik kembali,” tutup Rizal.*





