BANDUNG – Balai Karantina Ikan dan Pengendalian Mutu Kementerian Kelautan dan Perikanan RI (BKIPM KKP) Bandung, disaksikan Bea dan Cukai Husein Sastranegara, BBPOM Jawa Barat, Imigrasi Bandung, AVSEC Bandara Husein Sastranegara dan Dispangtan Bandung, memusnahkan barang bukti kerupuk ikan asal negara Malaysia di halaman Kantor BKIPM Jl Ciawitali, Kota Cimahi, Kamis (19/10/2017).
Kerupuk ikan asal Malaysia ini hasil sitaan dari penumpang berisial NH warga negara Malaysia pada tanggal 3 Oktober 2017 lalu, karena melanggar Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 74 tahun 2016.
BKIPM Bandung sebagai institusi Vertikal Kementerian Kelautan dan Perikanan dengan salah satu fungsi jaminan mutu kemanan hasil perikanan yang aman konsumsi, akhirnya memusnahkan barang tersebut.
Penahanan dilakukan berkat hasil kerjasama dengan pihak Bea dan Cukai Bandara Husen sastranegara Bandung. “Pada saat dilakukan penahanan, pemilik mengaku hanya membawa untuk oleh-oleh saja. Tetapi jumlahnya tidak masuk akal karena menggunakan 2 (dua) koper besar yang isinya kerupuk semua,” ungkap Dedy Arief, Kepala BKIPM Bandung.
Pemilik saat itu tidak melaporkan barang tersebut kepada petugas karantina ikan di terminal kedatangan internasional, pada saat menyerahkan barang tersebut untuk diproses lebih lanjut, pemilik tidak kooperatif dan buru-buru melanjutkan perjalanan.
“Barang dilakukan penahanan selama 3 hari untuk memberi kesempatan pemilik dapat melengkapi dokumen atau barang dilakukan penolakan kembali ke Negara asalnya,” terang Dedy.
Namun hingga pada saat pemusnahan dilakukan, pemilik tidak melakukan komunikasi dengan pihak BKIPM Bandung.
Menurut Dedy lagi, alasan dimusnahkannya kerupuk ikan tersebut adalah barang tersebut tidak dilengkapi dokumen apapun dari Negara asalnya, jumlah yang dibawapun melebihi ketentuan, yaitu lebih dari 25 kg atau setara nominal 2,5 jt rupiah, serta tidak menggunakan packing yang menjelaskan kandungan isi produk sebagai jaminan aman jika dikonsumsi, disamping itu telah melampaui batas penolakan sesuai UU No. 16 tahun 1992 tentang Karantina Ikan, Hewan dan Tumbuhan.
“Penyisihan barang bukti dilakukan untuk keperluan diagnosa laboratorium sebagai Early Warning System kemungkinan ada bahan tambahan lain yang terkandung didalamnya, sekaligus sebagai media edukasi masyarakat,” jelas Dedy.
Dedy Arief pada kesempatan itu memberi himbauan kepada masyarakat agar selalu melaporkan kepada petugas Karantina Ikan dan Mutu setempat terhadap komoditi perikanan baik dalam kondisi hidup, mati maupun untuk keperluan konsumsi yang akan dimasukan dari Negara lain, agar tidak melanggar regulasi demi keamanan pangan dan sumber hayati yang ada di Indonesia sekaligus menjaga kedaulatan. (*)