sorotindonesia.com, CIMAHI,- Kepala BKIPM Bandung, Dedy Arief Hendriyanto, mengabarkan bahwa dalam waktu dekat akan meluncurkan sebuah buku tentang budidaya ikan Java Salmon, ikan primadona air tawar yang nilainya di pasaran ekspor bisa tembus dikisaran harga Rp 2,5 juta sekilo!
Kabar gembira tersebut disampaikannya saat kunjungan pewarta ke ruang kantornya di Ciawitali, Kecamatan Cimahi Utara, Kota Cimahi, (4/9/2020) lalu.
Dikisahkan oleh Dedy Arief, buku yang disusun bersama Ir. Setra Yuhana, M.M., dan Maloedin Sitanggang tersebut, sudah melalui hasil proses penelitian yang memakan waktu hampir satu tahun.
“Java Salmon ini sebenarnya merupakan ikan primadona, karena nilainya yang fantastis,” ucap Dedy Arief diawal bincang-bincangnya dengan pewarta sorotindonesia.com.
“Untuk Malaysia dan Singapura sendiri, namanya konsumsi kan mereka jalan terus. Disana itu kalau ngga salah namanya mahseer fish dan empurau. Ikan (Java Salmon) itu sekarang mahal banget. Nilai ekspornya kesana bisa tembus Rp 2,5 juta/kilogram (kondisi hidup). Untuk pasar lokal baru orang-orang tertentu yang tau dan paham bahwa ikan ini kelas yang paling atas,” ungkapnya.
Terkait penamaan ikan Java Salmon, diterangkan oleh Dedy Arief, “Ikan tersebut kalau sudah diatas 2 Kg, daging ikannya berwarna merah seperti ikan salmon. Dan yang menyebut ini ikan Java Salmon kan orang Belanda dulu, saat melihat di Tasikmalaya dan Garut sekitar tahun 1800-an. Salmon of Java, salmonnya Jawa, kalau orang lokal sini menyebutnya ikan kancra,” terangnya.
Dijelaskannya lebih lanjut, “Nah, sekarang perkembangannya cukup pesat, dan ada restoran yang menyediakan menu ikan Java Salmon atau kancra ini, seperti di Sumedang, disana ada rumah makan Fish 88. Disini juga sebenarnya ada, tetapi di masa pandemi Covid-19 ini kemungkinan pengiriman ikan berkurang, karena kan membatasi tatap muka dan lain-lain,” jelas Dedy Arief.
Terkait rupa ikan Java Salmon yang juga eksotis, Dedy Arief juga menambahkan, “Ya, beberapa waktu lalu ikan kancra ini pun ada yang berminat untuk dijadikan sebagai ikan hias, yang ukurannya kecil, karena gerakannya yang lincah,” ujar Dedy Arief yang masuk sebagai kandidat ASN Inspiratif 2020 #pnsinspiratif2020 yang diselenggarakan oleh KemenpanRB.
Kembali berbincang terkait dengan buku, Dedy Arief menyebutkan bahwa sudah banyak buku yang mengangkat tentang budidaya Java Salmon.
“Java Salmon ini sudah banyak yang mengangkatnya, terutama tentang budidayanya, namun belum menyentuh bagaimana sih setelah budidaya itu, kira-kira seperti apa, terutama untuk pasar ekspor. Nah, kita masuk disitu dan memberikan pemahaman cara ekspor seperti apa, apa yang harus diurus sehingga ada trust dari negara lain terhadap produk kita, langsung diinformasikan di buku ini. Ekspor ikan kancra tentu juga harus dilengkapi Sertifikat HACCP untuk negara-negara tertentu. Kemudian cara penanganannya harus menggunakan cara dan tindakan yang baik,” urainya.
Ditambahkan oleh Dedy Arief, “Kemudian ada lagi, pakannya seperti apa, menanggulangi penyakit seperti apa. Buku yang lain saya rasa ngga mengupas itu, hanya mengupas secara umum, sementara ikan Java Salmon atau kancra ini golongannya cyprinidae yang berbeda dengan ikan mas. Menurut penelitian kami selama satu tahun ini, sama ikan mas, itu kita periksa virusnya, ternyata Java Salmon tidak terserang oleh virus yang menyerang ikan mas, penyakitnya masih penyakit-penyakit biasa karena parasit. Nah, itu kita kupas,” bebernya.
Keunggulan ikan Java Salmon dengan ikan air tawar lainnya, disebutkan oleh Dedy Arief, “Rasanya tentu lebih enak, bahkan sisiknya bisa dimanfaatkan dan dimakan, seperti di Malaysia sisiknya dijual untuk dibuat penganan yang namanya crispy skin,” sebutnya.
“Itulah makanya kita kemarin terinspirasi untuk ikut kontribusi membuat tulisan buku. Kita ingin masyarakat itu mengembangkan ikan kancra ini, karena merupakan ikan endemik kita. Ikan kancra yang bagus, ya ikan kancra Jawa, di Batak namanya ikan jurung, di Bengkulu namanya ikan putih, di Padang namanya ikan layang,” ungkap Dedy Arief.
Menjawab pertanyaan pewarta, kapan buku tersebut diluncurkan, dijawab oleh Dedy Arief, “Dalam waktu dekat. Masih dalam tahap untuk cetak dan penerbitan,” jawabnya singkat.
“Setelah diluncurkan, masyarakat bisa mendapatkannya secara online. Disitu kita akan berikan bonus, buku mini tentang penyakit ikan. Pada saat peluncuran buku ini juga rencananya kita akan sekaligus melepas ikan endemik di salasatu daerah konservasi, ikan kancra dan ikan nilem,” tandasnya.
BKIPM Bandung Kembangkan Ikan Endemik Jawa Barat
Berbicara terkait dengan populasi dan ragam jenis ikan air tawar endemik di Jawa Barat, Kepala BKIPM Bandung, Dedy Arief Hendriyanto, juga turut prihatin.
“Saya sebenarnya sedang mengangkat ikan-ikan endemik dan bersejarah di Jawa Barat, karena setelah diinventarisir oleh teman-teman-teman pemancing ikan, ikan yang endemik di Jawa Barat ternyata ada sekitar 200 jenis. Tapi sekarang hanya ada sisa beberapa jenis,” ucapnya.
Menyadari hal itu, BKIPM Bandung mulai melakukan beberapa kegiatan, diantaranya pelepasliaran benih ikan endemik di beberapa ruas sungai.
“Beberapa waktu lalu kita bekerjasama dengan Serlok Bantaran di kawasan Cidadap, kita sebar ikan endemik, salasatunya itu adalah ikan nilem,” terangnya.
“Ikan nilem yang kita sebar kemarin ada sekitar 60.000 ekor, dilepas di Serlok Bantaran dan Sungai Cikapundung. Disana dikelola oleh sebuah komunitas urban Biodiversity, termasuk juga rencananya ikan kancra. Sehingga harapannya orang-orang disana bisa melihat jenis-jenis ikan tersebut,” harap Dedy Arief.
BKIPM Bandung Kampanye Ikan Predator Dan Invasif Berbahaya
Guna menumbuhkembangkan kembali ikan-ikan endemik, BKIPM Bandung saat ini aktif mengampanyekan terkait dengan ikan-ikan berbahaya yang bukan berasal dari Indonesia yang kini menguasai perairan tawar kita dan mengganggu populasi ikan endemik.
“Kita saat ini sedang kampanye terkait ikan-ikan berbahaya, sekarang ada Peraturan Menteri (Permen) KKP terbaru pengganti Permen No.41 tentang larangan jenis-jenis ikan berbahaya invasif dan predator juga. Pada Permen terbaru ini kita beri batas satu tahun. Satu tahun kedepan, ikan-ikan yang dilarang tersebut harus dihabiskan, tahun berikutnya akan diberlakukan secara hukum jika memelihara ikan predator berbahaya, karena ikan-ikan itu yang menghabiskan ikan endemik kita,” tegas Kepala BKIPM Bandung, Dedy Arief Hendriyanto.
[St]