Bawaslu DKI Jakarta Rilis Pemetaan Kerawanan pada Tahapan Pilgub

oleh -
Bawaslu DKI Jakarta Rilis Pemetaan Kerawanan pada Tahapan Pilgub

JAKARTA – Dalam rangka mempersiapkan langkah pencegahan terhadap potensi pelanggaran, Bawaslu melakukan pemetaan kerawanan pemilihan Gubernur (Pilgub) dan Wakil Gubernur DKI Jakarta.

Pemetaan bertujuan untuk menyusun langkah antisipasi agar potensi pelanggaran pemilihan dapat dihindari. Pemetaan ini berdasarkan dari informasi dan pengalaman penyelenggaraan serta pengawasan dalam proses pemilu dan pemilihan sebelumnya.

Rilis Pemetaan Kerawanan potensi pelanggaran pemilu pada Tahapan Pilgub DKI Jakarta ini dilaksanakan di Redtop Hotel & Convention Centre, Jakarta Pusat, Kamis (1/8/2024).

Menurut Bawaslu DKI Jakarta sebagai penyelenggara, Pemetaan kerawanan pemilihan adalah turunan dari Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) yang dikembangkan oleh Bawaslu RI.

Setiap menjelang pemilihan, Bawaslu menyusun indeks kerawanan untuk mengukur secara sistemik dan memetakan setiap daerah secara komprehensif.

IKP memiliki signifikansi penting baik secara internal maupun secara eksternal. Bagi jajaran Bawaslu, IKP menjadi instrumen penting untuk mendesain program dan antisipasi kompleksitas
persoalan dalam proses pemilihan.

Kompleksitas ini disederhanakan untuk mengelompokkan kategori pelanggaran dan melakukan pembobotan sesuai dengan daya kerusakannya. Sehingga gagasan pencegahan dan para pihak yang menjadi mitra strategis Bawaslu berdasarkan dari tantangan yang dihadapi di masing-masing wilayah secara berkelanjutan. Dengan demikian, IKP secara eksternal menjadi bahan pertimbangan yang digunakan oleh para pemangku kepentingan di antaranya pemerintah, aparat penegak hukum, perguruan tinggi, kalangan media dan masyarakat sipil dalam bersama-sama mendorong penyelenggaraan pemilihan yang lebih demokratis dan berkualitas.

DPSP

Karakter IKP dalam memetakan kerawanan adalah identifikasi potensi pelanggaran berdasarkan data series pada pemilu dan pemilihan sebelumnya.

Serangkaian peristiwa yang saling berkaitan dalam tahapan pemilu dan pemilihan dikelompokkan dalam empat dimensi yaitu konteks sosial politik, penyelenggaraan pemilu, kontestasi dan partisipasi. Dari empat dimensi tersebut disusun sejumlah indikator atau kejadian kemudian dilakukan pembobotan serta penyandingan satu daerah dengan daerah lain untuk menghasilkan indeks yang utuh.

Pemetaan kerawanan pemilihan ini sebagai langkah awal untuk membaca potensi pelanggaran di wilayah DKI Jakarta berdasarkan informasi mutakhir dengan basis hasil IKP 2024. Dengan langkah ini, Bawaslu kemudian menyusun strategi pencegahan untuk melakukan mitigasi potensi kerawanan dalam menghadapi pemilihan gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta.

Secara rinci tujuan pemetaan kerawanan ini adalah:

1. Melakukan pemetaan kerawanan Pemilihan berbasis data IKP 2024 dan kerawanan isu strategis. Melihat kembali hasil IKP dan melakukan pemeriksaan terhadap data dan informasi dalam instrument yang telah disediakan oleh Bawaslu RI.

2. Melakukan pemetaan kerawanan isu dan tahapan Pemilihan berdasarkan dari informasi mutakhir yang berkembang di daerah berdasarkan perkembangan situasi dan kondisi yang berlangsung di DKI Jakarta.

PETA KERAWANAN

Berdasarkan konsep yang dipetakan oleh Bawaslu terhadap kerawanan pemilihan, terdapat tiga kategori kerawanan yaitu kerawanan tinggi, kerawanan sedang dan kerawanan rendah.

Klasifikasi kerawanan ini bergantung pada daya kerusakan yang ditimbulkan, kuantitas informasi dari berbagai daerah dan intensitas peristiwa yang terjadi dalam beberapa pemilu sebelumnya.

Kerawanan tinggi dengan skor 75 – 100, kerawanan sedang dengan skor 25 – 74 dan kerawanan rendah dengan skor 0 – 24.

Kerawanan Kampanye

Kerawanan Penggunaan Hak Pilih

Kerawanan Pemungutan dan Penghitungan Suara

PEMETAAN KERAWANAN PEMILIHAN

Berdasarkan peta kerawanan sesuai tahapan, maka dapat disimpulkan kerawanan Pilgub Jakarta, sebagai berikut :

Kerawanan Penyelenggaraan

Kerawanan Tinggi

Kerawanan Tinggi di Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta potensial terjadi pada tahapan kampanye dan proses pemungutan suara.

Kerawanan Tinggi potensial terjadi pada indikator adanya himbauan dan/atau tindakan untuk menolak calon tertentu dari tokoh/kelompok tertentu, adanya tindakan kampanye yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, adanya keberatan dari saksi saat pemungutan dan penghitungan suara, adanya materi kampanye yang bermuatan SARA di tempat umum, adanya kampanye yang bermuatan SARA di media sosial dan adanya materi hoaks di media sosial.

Pengalaman masa kampanye sebelumnya, di mana pemilihan gubernur dan wakil gubernur Jakarta sarat dengan materi-materi yang kurang mendidik dan cenderung memecah persatuan
dan kesatuan bangsa.

Selain menggunakan media sosial dan digital, penyebaran hoaks dan materi negatif juga melalui selebaran yang disebarkan ke warga Jakarta. Penyampaian untuk mendukung dan menolak calon tertentu terdapat dalam forum dan lokasi yang dilarang untuk dilakukan kampanye.

Baca Juga:  Pastikan Gudang Logistik Pemilu 2024 di Jakarta Pusat Aman, Bawaslu Laksanakan Giat Pengecekan

Intimidasi juga berpotensi terjadi di Jakarta, terutama disebabkan oleh komposisi calon atau pasangan calon yang terfragmentasi secara diametral dengan persaingan yang ketat.

Adapun untuk kerawanan tinggi untuk tahapan pemungutan suara adalah indikator adanya penghitungan suara ulang dan adanya mobilisasi pemilih tambahan secara mendadak di hari
pemungutan suara.

Kerawanan Sedang

Kerawanan Sedang di Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta potensial terjadi pada tahapan kampanye dan proses pemungutan suara.

Indikator dalam kerawanan sedang yang juga terjadi di tahapan kampanye adalah adanya kampanye yang dilakukan di luar masa kampanye, adanya konflik antar pendukung pasangan calon, adanya laporan politik uang yang dilakukan oleh peserta/tim sukses/tim kampanye, adanya iklan kampanye yang di luar jadwal, adanya kekerasan/kerusuhan yang melibatkan
tokoh publik/politik/aparat keamanan, adanya Intimidasi Terhadap Pemilih dalam proses pelaksanaan Pemilu/Pilkada dan Adanya perusakan fasilitas penyelenggaraan Pemilu.

Adapun untuk kerawanan sedang lainnya berada di tahapan pemungutan suara yaitu adanya informasi pelanggaran saat pemungutan suara. Adanya pemahaman penyelenggara Pemilu yang kurang mendalam khususnya dalam prosedur pemungutan dan penghitungan suara menyebabkan adanya pelanggaran yang terjadi sepanjang pemungutan suara berlangsung.

Pemahaman tentang siapa yang boleh memilih atau tidak memilih, penggunaan surat suara dan surat suara sah dan tidak sah serta pemilih bisa menerima lebih dari satu surat suara untuk setiap jenis pemilihan.

Pemenuhan terhadap hak pilih juga menjadi kerawanan tinggi disebabkan oleh potensi adanya penduduk yang tidak mempunyai hak pilih diperbolehkan untuk memilih, pemilih yang memenuhi syarat tetapi tidak memiliki dokumen serta pemilih yang mencoblos di TPS lain.

Kerawanan Rendah

Kerawanan tingkat rendah tahapan pemutakhiran dan hak memilih, pemungutan suara dan penyelenggaraan.

Dalam tahapan pemutakhiran dan hak memilih terdapat indikator adanya pemilih pindahan yang tidak dapat menggunakan hak suaranya, adanya pemilih yang tidak memenuhi syarat tetapi terdaftar dalam daftar pemilih, adanya pemilih ganda, adanya pemilih yang memenuhi syarat tetap tidak terdaftar dalam daftar pemilih dan adanya penduduk potensi memilih tetapi tidak memiliki KTP-elektronik.

Pada pemutakhiran daftar pemilih pada aspek perbaikan administrasi kependudukan dan intensitas perpindahan penduduk dan warga Jakarta yang sangat tinggi. Sementara dalam proses rekapitulasi suara kerawanan sedang pada aspek akurasi penghitungan suara.

Perpindahan penduduk dari dan keluar Jakarta serta intensitas keluar masuk warga Jabodetabek mengakibatkan sistem administrasi yang sangat dinamis. Penetapan DPT yang beberapa bulan sebelum hari pemungutan suara mengakibatkan daftar pemilih yang memungkinkan memuat pemilih yang sudah meninggal dan pindah.

Dalam pengalaman Jakarta, satu pemilih dapat memiliki NIK lebih dari satu dan pemilih memiliki lebih dari satu KTP.

Berdasarkan dari kendala dalam penghitungan jumlah pemilih dalam DPT, DPTb dan DPK kemudian berdampak pada akurasi penghitungan suara yang kurang tepat dan berpengaruh
pada hitungan surat suara.

Pengalaman dalam pemilu 2024 menunjukkan proses penghitungan di TPS mengalami kendala sehingga membutuhkan waktu yang cukup panjang karena melakukan sinkronisasi antara daftar pemilih, surat suara, surat suara yang digunakan, pemilih yang menggunakan surat suara dan sisa surat suara.

Adapun dalam tahapan pemungutan suara kerawanan rendah terjadi pada indikator adanya intimidasi penyelenggara dalam proses pelaksanaan pemilihan, adanya saran perbaikan dari pengawas pemilihan, adanya pemungutan suara ulang dan adanya bencana alam yang mengganggu tahapan pemilihan.

Bencana alam dalam hal ini adalah banjir dan rob juga sangat berpengaruh terhadap pelaksanaan pemilihan di Jakarta. Kondisi Jakarta saat hujan yang tidak dapat langsung menyerap air serta potensi kena dampak air laut saat pasang berpengaruh pada lokasi pemungutan suara dan keadaan logistik pemungutan suara.

Dalam pengalaman Pemilu 2024, terjadi hujan deras dengan intensitas tinggi pada malam hari sebelum hari pemungutan suara. Keadaan ini membuat air belum surut saat pagi hari di pemungutan suara sehingga menyebabkan lokasi TPS berpindah, kondisi logistik yang basah
dan menghambat dimulainya proses pemungutan suara. Perpindahan lokasi TPS membutuhkan waktu yang panjang dan lokasi perpindahan tidak standar sebagaimana yang diatur dalam ketentuan KPU.

Baca Juga:  Pastikan Gudang Logistik Pemilu 2024 di Jakarta Pusat Aman, Bawaslu Laksanakan Giat Pengecekan

Situasi rawan ini juga berpengaruh pada waktu pemungutan suara di mana KPU memundurkan waktu pelaksanaan di mana TPS dibuka dan ditutup berdasarkan durasi yaitu 6 jam. Jika dibuka pukul 10.00 maka ditutup pukul 16.00.

Sementara dalam aspek penyelenggaraan kerawanan rendah terjadi pada indikator adanya keberatan atau sengketa proses pemilihan, adanya putusan DKPP yang ditujukan kepada jajaran penyelenggara Pemilu dan adanya rekomendasi atau putusan Bawaslu yang tidak ditindaklanjuti oleh KPU.

Di antara praktik yang menjadi hambatan dalam kerawanan rendah ini adalah pengalaman rekomendasi pemungutan suara lanjutan oleh pengawas pemilu yang tidak ditindaklanjuti oleh KPU, adanya keberatan saksi di mana tidak dapat masuk ke TPS karena lokasinya tidak representatif, keberatan karena hasil suara tidak dipasang di tempat pengumuman serta keberatan ketika proses penggunaan Sirekap mengalami banyak kendala.

Kendala penggunaan teknologi dalam hal ini Sirekap tidak akan mengurangi akurasi hasil pemungutan suara tetapi juga menimbulkan dampak keberatan dari peserta pemilihan yang pada akhirnya memperlambat proses rekapitulasi berjenjang dan membutuhkan waktu untuk melakukan perbaikan.

ANALISIS DAN REKOMENDASI

Berdasarkan pemetaan kerawanan pemilihan di provinsi DKI Jakarta, maka analisis dan langkah antisipasi untuk menghindarkan dari kerawanan tersebut, adalah sebagai berikut:

1. Kondisi pemilihan umum berpengaruh pada pemilihan kepala daerah. Jarak antara Pemilu Presiden dan Wakil Presiden serta Pemilu Legislatif dengan pemilihan kepala daerah serentak tidak jauh dan dilaksanakan dalam tahun yang sama. Penyelenggara pemilu termasuk di tingkat adhoc sebagian besar juga menjadi pelaksana kedua pemilihan tersebut. Berdasarkan kondisi pemilihan umum akan berdampak pada pemilihan kepala daerah serentak.

Terhadap residu pemilihan umum wajib untuk dilakukan langkah antisipasi untuk mencegah pelanggaran yang terulang di pemilihan kepala daerah serentak.

2. Kampanye dan Proses Pemungutan Suara adalah kerawanan tinggi di Jakarta yang perlu mendapatkan perhatian penuh oleh semua pihak yang memiliki tanggung jawab dalam penyelenggara pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta.

Komposisi pasangan calon sangat menentukan materi dan ujaran yang akan menjadi komunikasi publik di Jakarta terutama menggunakan media sosial.

3. Pemahaman yang komprehensif bagi seluruh jajaran penyelenggara pemilu. Pemetaan kerawanan kepala daerah menunjukkan, faktor pelanggaran pemilu disebabkan oleh pemahaman yang kurang mendalam dan kurang komprehensif terhadap teknis dan prosedur penyelenggaraan terutama di Tempat Pemungutan Suara (TPS).

Gambaran ini mewajibkan kepada penyelenggara pemilu untuk semakin memperbanyak panduan
pelaksanaan pemilihan serta meningkatkan layanan informasi dan bimbingan teknis.

4. Perkuat kerangka kerja sama dan transparansi antar pihak. Soliditas dan kerja sama antar semua pihak untuk sama-sama berbagi perannya masing-masing akan semakin meningkatkan kualitas pemilihan kepala daerah serta memberikan peluang yang lebih besar terhadap partisipasi masyarakat pemilih. Kerja sama dan konsolidasi antar penyelenggara pemilu dengan kelompok masyarakat dapat diwujudkan sejak awal.

5. Penguatan terhadap jaminan hak memilih. Evaluasi dan catatan penting terhadap kekurangan yang terjadi dalam pemilu nasional segera disusun dan menjadi rekomendasi perbaikan dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah. Melihat secara detail setiap tahapan mana yang mengalami kekurangan untuk disempurnakan kembali pada saat menyusun panduan dan tata kelola pemilihan. Di antaranya adalah pemutakhiran daftar pemilih di mana pemilih yang tidak memenuhi syarat hasil dari Pemilu menjadi pertimbangan penting saat pemutakhiran di pemilihan kepala daerah sehingga kesalahan pemutakhiran tidak berulang.

6. Penyediaan layanan dan fasilitas pada pemilih. Penyelenggara pemilu wajib memastikan layanan dan fasilitasi pelaksanaan tahapan pemilihan yang akses bagi semua pihak termasuk bagi pemilih penyandang disabilitas dan kelompok minoritas.

Tidak ada lagi pemilih yang memiliki keterbatasan pada akhirnya menghadapi kesulitan dalam keikutsertaan dan partisipasi dalam proses penyelenggaraan pemilihan kepala daerah.

Antisipasi terhadap bencana dalam hal ini banjir dan rob wajib menjadi perhatian bagi KPU terutama untuk menentukan lokasi TPS yang akan digunakan untuk pemungutan suara.

Seluruh penyelenggara bersama jajarannya wajib memberikan penjelasan yang memadai bagaimana proses pemungutan dan penghitungan suara dilaksanakan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.*****

Comments

comments