MANADO – Lanjutan proyek reklamasi Pantai Manado saat ini di wilayah Karangria Tumumpa, menjadi perbincangan hangat warga dan tokoh masyarakat. Selain dibicarakan di warung-warung kopi, juga di sejumlah grup sosial media.
Sebelumnya, pengembangan proyek reklamasi ini mendapat tentangan dari sejumlah pihak, karena dinilai berpotensi merusak lingkungan hidup, dampak banjir, terganggunya tatanan sosial budaya masyarakat sekitar pantai, juga berdampak pada warga di kampung nelayan.
Isu yang muncul antara lain adalah adanya oknum yang diuntungkan dalam proyek tersebut, hasil reklamasi yang sudah ada dirasa belum sesuai harapan sehingga perlu dikaji lebih dalam lagi terkait dengan proyek reklamasi yang baru, luasan proyek reklamasi, sumber anggaran reklamasi, asal material yang digunakan untuk reklamasi, dampak reklamasi secara komprehensif.
Menanggapi isu tersebut, tokoh kawanua Irjen Pol (Purn) Dr Ronny F. Sompie, S.H.,M.H., memberikan pendapatnya.
“Ya, kita harus melihat isu tersebut sebagai masukan, khususnya bagi stakeholder terkait dalam perencanaan dan pelaksana proyek reklamasi. Jika dinilai reklamasi yang sudah ada dianggap belum sesuai harapan, seyogyanya ada penjelasan atau data sehingga menjadi bahan untuk didiskusikan lebih lanjut,” kata Sompie.
Sedangkan menyangkut bahan material yang digunakan untuk reklamasi, Sompie juga berpandangan aktifitas tersebut harus memperhatikan keseimbangan alam dan lingkungan.
“Pertanyaan ini yang dalam diskusi terdahulu, beberapa kali juga saya ulas dan pertanyakan, karena material yang akan diambil ini pun tentunya akan berdampak bagi lingkungan, yang dapat membahayakan kalau tidak direncanakan dengan baik. Kadangkala, kepemilikan tanah oleh orang tertentu menjadi seperti peluang bagi yang bersangkutan untuk diambil material ditanahnya dalam rangka keperluan penimbunan areal yang akan direklamasi,” bebernya.
Padahal, lanjut Sompie, penggalian tanah di areal kepemilikan perorangan tersebut berdampak lingkungan yang perlu juga dilakukan AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) sebelum dilakukan kegiatan pengambilan tanah tersebut.
Menjawab satu pertanyaan apakah proyek reklamasi tersebut beraroma politik jelang Pilkada, Sompie menjawabnya secara diplomatis.
“Ya, ini pertanyaan tantu dolong deng tajang skali komang (tentu dalam dan tajam sekali). Torang tidak bersikap prejudice, maar hal ini juga perlu dianalisis bersama, semoga tidak seperti itu latar belakang pemikirannya berkaitan dengan Rencana Reklamasi Pantai Kota Manado,” jawabnya.
Persoalan reklamasi Pantai Manado ini juga pada keempatan terpisah mendapat atensi dari Markus Wauran, mantan anggota DPRD Sulut dan anggota DPR RI. Menurutnya, salah satu pertimbangan Prof. Katili bahwa Pantai Manado tidak bisa direklamasi, antara lain karena struktur Pantai Manado sendiri dimana pantai di depan Kota Manado dalamnya sekitar 100 m dan menjurus ke barat sampai kedalaman 3000 m, yang kemiringannya sangat curam.
Hal tersebut disambungkan dengan hasil kajian dari elemen peneliti dari Jepang dan Korea Selatan pada 2004 lalu yang disampaikan oleh Yoshua Pantouw yang menyatakan sependapat dengan analisa Prof Katili mengenai bahayanya garis patahan gempa yang memanjang dari selatan ke utara di Sulut yang memiliki potensi mengancam Pantai Teluk Manado.