Cegah TPPO dan TPPM, Ini Catatan Penting Ronny Sompie

oleh -
Cegah TPPO, Ini Catatan Penting Ronny Sompie
Irjen Pol (Purn) Dr. Ronny F. Sompie, S.H.,M.H. [Foto: Ist.]

JAKARTASatgas TPPO (Satuan Tugas Tindak Pidana Perdagangan Orang) Polri merilis telah menyelamatkan 1.744 calon pekerja migran Indonesia yang menjadi korban dengan beragam modus yang ditawarkan oleh para sindikat. Modus terbanyak yakni para korban dijanjikan bekerja di sektor domestik (asisten rumah tangga), dijadikan Pekerja Seks Komersial (PSK), mempekerjakan korban sebagai Anak Buah Kapal (ABK) dan eksploitasi anak.

Bila dirinci berdasarkan gender, dari ribuan korban tersebut, Polri merinci ada 777 korban perempuan dewasa dan 99 perempuan anak. Kemudian untuk korban laki-laki dewasa ada 819 dan laki-laki anak ada 49 orang.

Diterangkan lebih lanjut, dari ratusan kasus yang diungkap, saat ini perkembangannya 100 kasus masuk tahap penyelidikan. Kemudian 384 di tahap penyidikan dan berkas sudah lengkap atau P21 ada satu kasus.

Melihat modus tersebut, Polri melalui Karo Penmas Div Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan, Sabtu (24/6/2023), mengingatkan masyarakat untuk waspada dan tak tergiur dengan iming-iming gaji tinggi bekerja di luar negeri. Lebih baik gunakan jalur resmi jika ingin bekerja di luar negeri agar terjamin keamanan, hak dan lainnya.

Menanggapi kasus penanganan TPPO yang kini mendapat atensi besar dari pemerintah dan masyarakat tersebut, tokoh nasional yang pernah menjabat Dirjen Imigrasi Kemenkumham, Irjen Pol (Purn) Dr. Ronny F. Sompie, S.H, M.H., berkesempatan memberikan sejumlah catatan.

“Penanganan TPPO (Tindak Pidana Perdagangan Orang) tidak terlepas dari TPPM (Tindak Pidana Penyelundupan Manusia). Apa bedanya antara TPPO dan TPPM? TPPO cara melakukannya diawali dengan perbuatan pidana lainnya seperti penipuan, perampasan hak asasi, penculikan dan kasus pidana lainnya selain bertujuan untuk eksploitasi korban,” terangnya.

“Sedangkan TPPM terjadi hanya berkaitan dengan perlintasan dari sebuah negara ke luar negeri atau sebaliknya tanpa memiliki Visa sesuai tujuannya. Misalnya bertujuan untuk bekerja diluar negeri, namun tanpa dilengkapi dengan Visa untuk bekerja ke luar negeri atau menggunakan Visa Kunjungan,” tambah Ronny Sompie.

Baca Juga:  Ronny Sompie Didampingi Politisi Senior Partai Golkar Sulut Laksanakan Giat Sosialisasi Kepada Kader di Minahasa

Menurut mantan Kadiv Humas Polri dan Kapolda Bali ini, penanganan TPPO dan TPPM kalau menunggu terjadinya kasus, maka hal ini akan membebani aparat penegak hukum yang berkompeten menanganinya. Oleh karena itu, perlu upaya pencegahan sebelum terjadi TPPO dan TPPM melalui upaya bersama lintas instansi dan melibatkan semua stakeholder terkait.

“Seperti kasus TPPO dengan modus operandi terkini dengan iming-iming gaji yang besar, sebenarnya bisa dicegah dengan cara antara lain memberikan wawasan kepada masyarakat atau calon pekerja migran Indonesia untuk tidak gegabah mengikuti iming-iming gaji besar untuk bekerja keluar negeri. Informasi ini bisa disampaikan oleh Kemkominfo di tingkat Pusat, ataupun Dinas Kominfo dibantu Dinas Tenaga Kerja Provinsi, Kabupaten dan Kota se Indonesia. Hal tersebut bisa lebih masif lagi dilakukan dengan melibatkan para Camat, Lurah dan Kepala Desa sebagai bagian dari Pemerintah yang menjadi asal para calon pekerja migran Indonesia yang direkrut dari desa dan kelurahan,” beber Ronny Sompie yang pada akhir tahun lalu menerbitkan karya tulis buku berjudul Exit Strategy Polemik Migran Indonesia.

Ronny Sompie menguraikan lebih lanjut, di setiap desa dan kelurahan ada unsur terdepan TNI seperti Bintara Pembina Desa (Babinsa) juga unsur terdepan Polri seperti Bhayangkara Pembina Kamtibmas (Bhabinkamtibmas). Babinsa dan Bhabinkamtibmas ada di setiap desa dan kelurahan, sehingga bisa membantu Lurah dan Kepala Desa untuk melakukan upaya pencegahan terjadinya TPPO dan TPPM sejak dari lokasi perekrutan.

Meniru Sistem Manajemen di Ditjen PHU Kemenag

Irjen Pol (Purn) Dr. Ronny F. Sompie, S.H, M.H., juga menyoroti pola rekrutmen calon pekerja migran Indonesia yang didasarkan pada job order dari calon negara penempatan.

Baca Juga:  Pepabri Sulut Peringati HUT Ke-64, Rajut Persatuan Untuk Pemilu Sukses Menuju Indonesia Maju

“Ketika Job Order yang diberikan dari negara penempatan kepada pemerintah Indonesia melalui Kemnaker atau Kemlu, maka penyiapan calon pekerja migran Indonesia dapat disesuaikan dengan jumlah calon pekerja migran Indonesia yang dibutuhkan dan jenis pekerjaan yang disediakan di negara penempatan. Kuota yang akan direkrut dan disiapkan oleh Kemnaker dan BP2MI seyogyanya sudah terukur untuk disiapkan dan dibagikan ke Provinsi, Kabupaten dan Kota yang memiliki sumber daya manusia calon pekerja migran Indonesia yang siap diberangkatkan,” bebernya.

Kalau bisa diatur dengan manajemen penyiapan calon pekerja migran Indonesia yang terkoordinasikan dengan baik melibatkan Pemerintah Daerah, maka terjadinya TPPO dan TPPM akan bisa terhindarkan atau dicegah.

Saran saya, sambung Ronny Sompie, penyiapan calon PMI dilakukan dengan belajar dari Ditjen PHU Kemenag yang setiap tahun memberangkatkan Jamaah Haji ke Tanah Suci yang sudah jelas kuotanya dan pembagian kuota ke setiap Provinsi, Kabupaten dan Kota di seluruh Indonesia.

“Manajemen penyiapan haji yang dilakukan oleh Ditjen PHU terkoordinasi baik dengan Ditjen Imigrasi, juga Pemerintah Provinsi, Kabupaten dan Kota se Indonesia. Kalau Pemerintah bekerja secara sinergis dan komprehensif, maka celah untuk terjadinya TPPO dan TPPM akan semakin kecil bahkan bisa ditiadakan,” harapnya.

“Selain itu, bisa mencontoh kebijakan Kepala BP2MI pada tahun 2022 dan awal tahun 2023 yang memberangkatkan calon pekerja migran Indonesia ke Jepang, Korsel dan Jerman dalam kloter yang terkoordinasi dengan baik. Kebijakan seperti ini merupakan kebijakan yang pro kepentingan rakyat khususnya kepentingan calon pekerja migran Indonesia yang ingin bekerja ke luar negeri,” pungkas Irjen Pol (Purn) Dr. Ronny F. Sompie.*

Comments

comments