Cegah Intoleransi, Wahid Foundation Gandeng Media dan Kesbangpol Jateng Implementasikan Sekolah Damai

oleh -
oleh
Suasana FGD Wahid Foundation di Ppsin Bakery & Cafe Semarang (rq)

Semarang | sorotindonesia.com – Hasil survey Wahid Foundation mengenai sosial keagamaan di sekolah menyebutkan bahwa 68% siswa rohis setuju dengan khilafah Islamiyah. Riset ini menjadi latar belakang Wahid Foundation bersama komunitas lain turut melakukan survey-survey di sekolah sebab usia pelajar SMA/SMK merupakan usia yang masih rentan terhadap keyakinan keagamaan atau usia labil.

Peneliti dari Wahid Foundation, Ubbadul Adzkiya mengungkapkan hal tersebut dalam Focus Group Discussion (FGD) bertema ‘Pentingnya Kebijakan Pencegahan Intoleransi dan kekerasan di Sekolah’. Kegiatan yang diikuti beberapa jurnalis dan Kesbangpolinmas Jawa Tengah ini digelar Rabu (19/10/2022) di Posin Bakery & Caffe.

“Salah satunya adalah upaya untuk menanggulangi terjadinya intoleransi dan kekerasan di sekolah. Sehingga sekolahan menjadi konsen agar nanti diperkuliahan atau sekolah lanjutanya sudah memiliki cara pandang yang jelas,” kata Ubed, sapaan akrabnya.

Kaprodi Hukum dan Ekonomi Syari’ah (Muamalah) Universitas Wahid Hasyim (Unwahas) itu melanjutkan, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) pada tahun 2018 menyusun perencanaan aksi nasional terhadap penanggulangan ektrimisme dan intoleransi. Dalam hal tersebut memuat program intervensi di sekolah.

“Jadi yang menjadi dasar dari sekolah damai itu adalah ini yang disusun oleh BNPT,” terangnya menjelaskan landasan program sekolah damai.

“Di tahun-tahun kemarin ketika kita melihat yel-yel anak TK atau ada pawai yang memakai pakaian bersenjata ala teroris, itu salah satu keprihatinan kita karena ketika terus disuarakan dan dipolitisasi,” tandas Ubed.

Wahid Foundation melaporkan bahwa tahun 2018 program ini sudah ada di beberapa SMA/SMK di DKI, Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah. Untuk Jawa Tengah yang sudah menerapkan sekolah damai ini ada 5 sekolah. Antara lain SMAN 7, 10, 11, 13 Semarang dan SMAN Cepiring Kendal. Sekolah yang sudah menerapkan sekolah damai sejak 2018 dan 3 sekolahan yang akan menjalankan juga diantaranya yaitu SMAN 12 Semarang.

DPSP

“Pada September kami melakukan kick off mengundang dari 70 SMA/SMK se-Jateng sebagai perwakilan dari semua sekolahan yang ada di Jawa Tengah untuk menjadi percontohan implementasi sekolah damai. Dari 35 kabupaten/kota diambil 2 sekolahan negeri favorit,” urainya.

Para Narasumber Wahid Foundation berfoto bersama seusai FGD di Posin Bakery & Caffe Semarang (rq)0

Kemudian Pada tanggal 24 oktober 2022 Wahid Foundation akan melauncing sekolah damai bersama Gubernur Jawa Tengah dan Yenni Wahiud. Wahid Foundation akan mengundang para kepala sekolah, guru agama Islam Guru BK, Rohis dan OSIS. Kegiatan akan dilaksanakan di Kota Solo secara hibryd.

Baca Juga:  Ramos Horta Yakini Masyarakat Papua Masih Ingin Bersama NKRI

“Kemarin kita sudah bertemu Pak Ganjar dan bersedia untuk hadir di Senin depan, mungkin ini adalah pertama kali yang hadir di Indonesia program yang mengimplementasikan sekolah damai,” tambahnya.

Dalam pelaksanaannya, Wahid Foundation akan membantu mengembangkan budaya damai melalui kebijakan dan praktik toleransi dengan melibatkan warga sekolah secara parsitipatif, kolaboratif dan kreatif. Pada dasarnya, tambah Ubed, sekolah damai ini bukan menambah kurikulum baru atau menambah mata pelajaran baru. Namun sekolah damai itu menerapkan budaya-budaya damai di sekolahan.

“Pilar sekolah damai yang pertama kebijakan, sekolah punya kebijakan untuk mengantisipasi intoleransi dan kekerasan di sekolah. Selanjutnya bisa berupa peraturan kepala sekolah atau SOP yang mencegah intoleransi,” urainya.

“Harapanya tidak ada lagi kasus di sekolah negeri seperti muslim dan non muslim ruanganya dipisah. Selain itu kasus tidak ada pemilihan ketua OSIS non muslim kemudian dibatalkan oleh sekolah. Harapanya juga ada mushola dan runga ibadah bersama untuk semua agama. Serta pilar pengelolaan organisasi. Menajemen organisasi dalam pembentukan pengurus tidak lagi ada diskriminasi karena beda keyakinan,” jelasnya.

Dalam implementasi sekolah damai, Wahid Foundation membentuk kelompok kerja (pokja) damai. Setelah sekolah damai dilauncing, Ubed berharap tidak hanya berhenti disini saja. Kelanjutanya ada pokja yang akan memberikan pelatihan dan traininig mengajak kepala sekolah siswa dan OSIS dan aktivis yang mengawal kedamaian di sekolah.

“Tujuan kebijakan sekolah damai. Pertama, Memaksimalkan instrument hukum yang telah tersedia. Kedua, Mendorong penetapan kebijakan baru prosedur menajemen pengelolaan pendidikan yang mengeluarkan kurikulum sekolahan. Ketiga, Mendorong keterlibatan semua pihak terutama perempuan dan kelompok rentan lainya untuk berpartisipasi dalam pengolahan sekolah damai tanpa membatasi hak dasar sebagai warga Negara,” paparnya.

Dengan mengundang kalangan pewarta, Ubed berharap jurnalis ikut memberikan dukungan. Selain itu juga media menjadi sarana penekan kebijakan yang tidak berjalan semesntinya.

“Kami berharap kepada media untuk memilih informasi yang diterima dan membentuk kepercayaan masyarakat dengan mengkampanyekan di media masing-masing. Poinya sekolah tidak lagi menjadi lahan-lahan intoleransi dan radikalisasi melainkan sebagai kampanye isu isu perdamaian yang ada di sekolahan,” tutupnya.

Suasana FGD Wahid Foundation di Ppsin Bakery & Cafe Semarang (rq)

Sementara, perwakilan Wahid Foundation, Devida Ruston Husein Davida melaporkan pada tahun 2017 Wahid Foundation membuat rekomendasi kebijakan strategi nasional untuk pencegahan intoleransi dan radikalisme.

Baca Juga:  Rawat NKRI Dengan Proses Pilpres Bermartabat

Selain itu, pihaknya juga telah melaksanakan sekolah damai sejak 2018 dan sudah menggandeng Kesbangpol Jawa Tengah, Lembaga Sosial Agama (eLSA) Semarang, Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah dan lainnya.

“Hari ini mengundang media untuk diskusi intoleransi dan kekerasan di sekolah karena banyak kejadian-kejadian di Indonesia kemarin terjadi di depok ada diskriminasi. Program ini akan dilauncing oleh Wahid Foundation dan Pemprov di Solo” jelasnya.

Kabid Ideologi Kesbangpol Jateng, Widi Nugroho juga memberi laporan bahwa pada tahun 2021 Pemprov Jawa Tengah sudah punya SK Gubernur tentang deradikalisasi.

“Kami didesak sehingga Provinsi Jateng di hari ini sudah disetujui bahwa memiliki fakta SMA/SMK sudah kemasukan radikalisme dari bermacam model. Saya kaget dan saya melakukan pendalaman secara tertutup dan ternyata betul sangat mengerikan sekali. Maka penting bagi kami untuk kerjasama dengan 5 jejaring ada pemerintah, pers, akademisi dam ada LSM. Penting untuk kita mengkaji kembali bentuk dan cara mengatasinya,” ungkapnya.

Widhi menyampaikan bahwa program yang dibawa Wahid Foundation akan berkelanjutan. Oleh sebab itu, Widhi menegaskan bahwa Kesbangpol Jateng berharap peran dari media untuk bersama mengawal sekolah damai.

“Sesuai dengan arahan dari Pak Gubernur kita harus terbuka, terutama soal laporan dari media-media apabila ada temuan, bahkan pemerintah berterima kasih sekali apabila ada temuan atau informasi mengenai di lapangan. Karena ada kontrol untuk kita di pemerintahan,” tekannya.

“Harapannya sekolah damai ini jalan ke semua daerah. Sehingga kita tidak ingin anak tingkat TK sudah disisipi oleh paham radikalisme,” tambahnya.

Widhi kemudian memberikan gambaran bahwa radilaklisme mengarah pada golongan yang rentan didekati, Widhi menyebut perempuan, karena lebih strategis. Kenapa perempuan? Karena Laki-laki di zaman sekarang dinilai tidak kuat komitmennya.

“Perempuan itu bisa jadi ibu dan kemudian punya anak. Kalau perempuan dia bisa kemungkinan narik semua. Oleh karena itu mari kita turun bersama dan atasi bersama,” tuturnya.

“Pada prinsipnya orang-orang radikalis itu tidak langsung keras terhadap orang lain melainkan menyisipi pada sekolahnya. Target utama kami dalam program ini adalah para guru dan organisasi kesiswaan pengurus OSIS. Pentingnya sekolah damai jangan sampai indonesia yang sudah bersepakat pancasila malah berganti ideologi,” tutupnya. (rq)

Comments

comments