Santri Durrotu Aswaja Tanamkan Nasionalisme Sejak Usia Dini

oleh -

SOROTINDONESIA.COM || Semarang – Indonesia menjadi rumah bersama, bersatu, dan bersaudara dari berbagai ragam suku, bahasa, budaya, dan juga agama. Namun, dewasa ini nasionalisme bangsa Indonesia tengah diuji dengan adanya ideologi asing dan tidak sesuai dengan Islam ahlus sunnah wal jama’ah dan ke-bhineka tunggal ika-an bangsa Indonesia yang selama ini menunjukkan budaya guyup rukun dalam keberagaman.

Santri Pondok Pesantren Durrotu Ahlus Sunnah Wal Jama’ah (PPDA) Gunungpati, Kota Semarang, dalam perannya di masyarakat menanamkan nasionalisme sejak usia dini. Ini dinyatakan Ketua Panitia Amal Bakti Santri (ABAS) angkatan kedua tahun 2018, Muhamad Reza Maulana dalam monitoring kegiatan seusai kegiatan nonton bareng film nasionalis di Gedung TPQ desa Kalisegoro Gunungpati Kota Semarang, semalam (13/08/2018).

Selama masa Abas, kata Reza, para santri tak hanya terfokus melaksanakan program kegiatan keagamaan bagi masyarakat. Namun juga mengembangkan metode dalam menanamkan nasionalisme. Caranya, dengan memanfaatkan momen menyambut hari kemerdekaan Republik Indonesia dengan mengajak peserta didik Taman Pendidikan Al Qur’an (TPQ) nonton film nasionalis dan menerangkan makna pentingnya nasionalisme lewat cerita dengan media boneka tangan.

“Kreatifitas santri harus dikembangkan,” kata Reza. “Terutama dalam interaksi sosial di masyarakat, harus bisa menyesuaikan audiens,” lanjutnya. “Nah, karena saat ini kita terjun ke masyarakat dengan target anak-anak, maka kita gunakan metode yang menarik bagi anak,” terangnya. Berbeda dengan kegiatan orang tua yang lebih dominan pada budaya islam nusantara seperti yasinan, tahlilan, maulidan, dan sebagainya.

Film Bendera dipilih sebagai film nasionalis yang cocok bagi anak. Sebuah film pendek yang diproduksi oleh HI Production dengan Produser Ridwan Rosman Syarif dianggap tepat dalam menjaga anak dari adanya persebaran paham Islam yang anti Pancasila. Bendera, merupakan sebuah film yang menceritakan tentang kenangan perjuangan Eka, nama lakon, mana kala mendapat tugas sebagai pengibar bendera pada peringatan hari Sumpah Pemuda di sekolahnya. Namun, ia dihadang preman saat ditugaskan untuk membawa bendera yang dititipkan dari sekolah. Bendera Eka dicuri sehingga dia harus berjuang sekuat tenaga, berkelahi melawan preman tersebut. Sebuah ilustrasi sederhana dari adanya usaha mempertahankan merah putih dari bahaya laten.

Menerangkan dengan boneka tangan, Umi Wachidatin merupakan santri putri PPDA yang piawai bermain dengan boneka tangan. Dia berhasil menterjemahkan film Bendera dalam bentuk cerita dengan boneka tangan usai nonton bareng film tersebut. Memiliki latar belakamg sebagai mahasiswi jurusan teknologi pendidikan membuatnya terus berkembang dalam inovasi pembelajaran. Suaranya yang khas, perawakannya yang mungil, dengan kecakapan dalam penguasaan materi mendidik anak, membuatnya mampu menguasai audien dengan baik, nyaris sempurna. Kharismanya seolah keluar tatkala bercerita sehingga memukau anak-anak yang umumnya masih Sekolah Dasar (SD). Mereka dengan antusias mendengarkan.

Dalam kesempatan tersebut, santri cantik asal Kabupaten Kebumen ini juga menyisipkan program ‘Ayo mondok’ yang terselip dalam cerita. Hal ini, tak lepas dari kreatifitas Umi yang terus diasah, “Umi memang luar biasa, dalam beberapa bulan ini sudah mulai show ke beberapa sekolah di Semarang,” ungkap Reza. Dari adanya program Abas kedua ini, didalami bahwa desa tersebut merupakan desa dengan tingkat pemahaman keagamaan terbilang rendah termasuk bagian dari peta rawan adanya idelogi radikal. Untuk memperkuat ideologi islam yang sesuai dengan ideologi kebangsaan, direncanakan akan membuat madin. (arh)

Comments

comments