Tradisi jalan salib berakar pada tradisi para peziarah yang mengunjungi Yerusalem sejak abad keempat. Pada abad ke-12, tradisi jalan salib ini mulai menyebar ke dunia barat melalui Tentara Perang Salib. Santo Fransiskus Asisi berperan penting dalam penyebarluasan devosi ini di Gereja Katolik Eropa.
“Tradisi Jalan Salib, yaitu mengenang peristiwa penyelamatan umat manusia melalui Yesus yang menderita dan wafat di kayu salib dan sebagai pengingat akan kerelaan Yesus mengesampingkan otoritas ilahi-Nya demi menyediakan jalan keselamatan, melalui 14 stasi perhentian karya agung keselamatan Kristus,” kata Pdt Dr Gilbert Lumoindong.
Tradisi Jalan Salib ini juga, lanjutnya, merupakan simbol kesiapan menderita murid Kristus serta perlawanan terhadap ketidakadilan dan kesewenang-wenangan dunia ini.
“GBI jemaat Glow Fellowship Centre yang dalam perjalanan Holyland Retreat menjelang Paskah 2025, bekerjasama dengan Menorah Travel pimpinan Ibu Fifi. Pada hari terakhir rombongan mengadakan Prosesi Jalan Salib, sambil memikul salib, di Via Dolorosa, disertai dengan doa puasa,” jelasnya.
Dirinci lebih lanjut oleh Pdt Gilbert bahwa prosesi ini dimulai dari stasi I tempat Yesus dijatuhi hukuman mati, hingga stasi ke 14 dimana Yesus dikuburkan.
Dr Gilbert Lumoindong sendiri langsung memimpin prosesi Jalan Salib, dengan perenungan Firman Tuhan, puji-pujian serta doa.
Diakhir stasi ke 9, tempat Yesus jatuh ke 3 kalinya, Gilbert mendoakan setiap peserta dalam pengurapan minyak, sungguh lawatan Tuhan sangat terasa, setiap peserta sungguh merasakan kehangatan jamahan Tuhan.
Selanjutnya para peserta memasuki Gereja Holy Sepulcre, untuk menikmati stasi ke 10 tempat Jubah Yesus dilucuti, hingga stasi ke 14 makam Yesus.
Setelah Prosesi Jalan Salib, rombongan buka puasa bersama, langsung menuju Bandara Ben Gurion, Tel Aviv dengan semangat siap memikul Salib sebagai murid Kristus.*