JAKARTA – Pencemaran lingkungan laut dan pantai masih menjadi persoalan yang kerap terjadi, diantara penyebabnya adalah tumpahan minyak atau oli dari operasional kapal, bahan cair berbahaya dan beracun, limbah kotoran, sampah dan gas buangan dari kapal-kapal yang melakukan pelayaran.
Hal tersebut pun masih dapat dilihat di sekitar pekerjaan pemotongan besi bangkai kapal eks KRI Tanjung Nusanive yang berada di tengah laut kurang lebih 500 meter dari garis pantai kawasan Tanjung Priok yang diduga telah mencemari laut dengan buangan limbah oli.
“Kami mendapat masukan dari masyarakat dan sudah melakukan pengecekan lapangan serta kunjungan ke lokasi tempat pemotongan besi bangkai kapal eks KRI Tanjung Nusanive di Tanjung Priok,” kata Ketua LP2KP (Lembaga Pemantau Pembangunan dan Kinerja Pemerintah), Haris RN, kepada awak media, Selasa (27/8/2024).
Dijelaskannya, dari hasil pengecekan di lapangan, ada sejumlah temuan yang perlu mendapatkan perhatian serius untuk ditindaklanjuti oleh instansi terkait.
“Di lapangan, kami menemukan bahwa posisi bangkai kapal eks KRI Tanjung Nusanive yang sedang dilakukan pemotongan besi di tengah laut. Hal itu tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 29 Tahun 2014 tentang Pencegahan Pencemaran Lingkungan Maritim Pasal 51-56,” ujarnya.
Selain itu, lanjut Haris, dalam proses pemotongan tersebut pihaknya menemukan limbah oli bangkai kapal tersebut yang mencemari lautan.
“Jelas limbah oli itu mengganggu ekosistem. Hal itu berpotensi melanggar Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Oleh karena itu, kami mendesak pemerintah dan meminta kepada Kementerian Lingkungan Hidup RI, Kementerian Kelautan RI , serta Polairud untuk melakukan investigasi dan Penegakan Supremasi Hukum berkaitan dengan izin dan legalitas serta dampak lingkungan yang di sebabkan dari kegiatan tersebut,” tegasnya.
Tidak hanya itu, menurutnya ada ketentuan-ketentuan lain terkait dengan pemotongan bangkai kapal.
“Ya, pastinya harus mengutamakan keselamatan kerja, menggunakan peralatan, tidak menimbulkan bahaya, serta pencemaran laut atau polusi udara. Selain itu, dalam pelaksanaan pemotongan besi tua pada kapal harus mengantongi izin KSOP,” terangnya.
“Melihat situasi di lapangan yang tidak sesuai SOP, kami menduga bahwa proses pemotongan bangkai kapal eks KRI Tanjung Nusanive tidak mengantongi izin Amdal. Maka dari itu, kami meminta pemerintah terkait dalam proses pemotongan bangkai kapal eks KRI Tanjung Nusanive untuk memeriksa, apakah pihak terkait yang melakukan pemotongan bangkai kapal tersebut sudah mengantongi izin KSOP,” tambah Haris.
Pencemaran di lingkungan laut, menurut Haris bisa mengakibatkan dampak yang berbahaya bagi ekosistem. Oleh karenanya meminta dan mendesak pemerintah tidak tutup mata atau mengabaikan hasil temuan pihaknya di kegiatan pemotongan besi eks KRI Tanjung Nusanive.
“Kami akan mengejar dan meminta kepada pemerintah dan aparat terkait untuk sesegera mungkin menghentikan aktivitas tersebut dan menyegel serta memberikan tindakan nyata sanksi hukum bila terdapat proses yang unprosedural pada kegiatan pemotongan besi bangkai kapal eks KRI Tanjung Nusanive, juga menuntut pertanggungjawaban atas dampak lingkungan mengganggu ekosistem laut sesuai perundangan yang berlaku,” pungkas Haris.
Terpisah, awak media mencoba menghubungi Dirpolairud Polda Metro Jaya Kombes Pol Joko Sadono melalui sambungan pesan Whatsapp untuk mengonfirmasi persoalan pekerjaan pemotongan besi kapal eks KRI Tanjung Nusanive di perairan Tanjung Priok ini, namun hingga berita ini diturunkan belum mendapat tanggapan.*