“Khususnya sebagai tempat untuk berkarya para seniman, budayawan, anak-anak muda yang memiliki semangat berkesenian,” terangnya.
Untuk merealisasikan hal ini, Yoyok siap menggandeng pengusaha agar TBRS ini makin eksis dan ramah bagi para pegiat seni dan budaya. Termasuk, jika terpilih menjadi Wali Kota Semarang di Pilwakot Semarang, akan ada kebijakan politik anggaran untuk pengembangan kesenian dan kebudayaan. Dirinya juga siap mempermudah perizinan kegiatan dan penggunaan fasilitas di TBRS.
“Nantinya untuk misi pembinaan budaya, pelestarian budaya lokal dan juga misi memberi anak-anak muda kegiatan positif. Berarti kita tidak lagi menganggap TBRS ini sebagai target pendapatan,” paparnya.
Sementara itu, Ketua Dewan Kesenian Semarang (Dekase), Adhitia Armitrianto mengakui, jika TBRS memang harus menjadi pusat kegiatan kebudayaan di Kota Semarang. Oleh karena itu segala akses dan fasilitas bagi para pelaku seni dan budaya harus dipermudah. Namun yang menjadi persoalan para seniman adalah mahalnya tarif untuk menggunakan fasilitas gedung di TBRS.
Ia berharap, di kepemimpinan pemerintahan yang baru nanti, TBRS bisa makin eksis dan ramah bagi pegiat budaya. Lebih lanjut, Adit, sapaan akrabnya, mengapresiasi langkah Yoyok Sukawi yang berencana akan membuat TBRS makin mudah diakses bagi seniman dan budayawan.
“Jadi tentu saja segala macam pernak perniknya. Misalnya, pemerintah sudah bisa membangun gedung kesenian yang mewah dan megah, tapi kemudian teman-teman seniman tidak bisa mengakses karena harga sewanya yang mahal, nah ini kan persoalan. Kami berharap supaya bisa mengurai persoalan itu,” terangnya.
Lebih lanjut, ia berharap revitalisasi TBRS bisa dilanjutkan lagi. Adit juga meminta program Yoyok Sukawi yang akan membangun fasilitas budaya di tiap kecamatan terealisasi.
“Nah saya kira itu menarik. Jadi tidak hanya TBRS, jadi TBRS yang utama tapi tiap kecamatan harus ada juga ruang-ruang seni agar pegiat seni dan budaya bisa memiliki pilihan ruang berkreativitas,” tandasnya. (rif)