Sudah 980 orang terserang diare, 5 orang meninggal dunia. Yang menggelitik, bukan hanya akibat faktor alam, kurangnya kesadaran menjaga kebersihan, tetapi faktor masih banyaknya masyarakat desa yang percaya dukun jadi faktor terjadinya korban jiwa akibat diare.
Mura,- Biasa terjadi setelah musim kemarau dan beralih ke musim penghujan (pancaroba), begitu banyak penyakit yang menyerang warga masyarakat, seperti diare, khususnya di daerah-daerah yang konsumsi air bersihnya bersumber dari air permukaan.
Sampai saat ini, di beberkan oleh pihak Dinas Kesehatan Kabupaten Murung Raya bahwa sejak bulan September sampai dengan pertengahan bulan Oktober 2019 ini telah terdata 980 orang menderita diare dan 5 orang diantaranya meninggal dunia yang didominasi oleh anak-anak berumur 1 hingga 7 tahun.
Kasie Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular, Mukti Aliansyah, mengatakan sampai dengan pertengahan bulan Oktober 2019 ini saja sesuai data yang diterima pihaknya sudah ada 352 pasien pada pustu, puskesmas serta RSUD Puruk Cahu.
“Data yang kita terima sudah cukup banyak, saat ini kami sedang melakukan penyuluhan dan sosialisasi terkait dengan wabah diare dan penyakit lainnya kepada masyarakat melalui petugas pustu di desa-desa dan puskesmas pada kecamatan-kecamatan untuk melakukan pencegahan,” kata Mukti saat ditemui di ruang kerjanya, Jumat (18/10/2019).
Faktor penyebab banyaknya penderita diare yang dirawat saat ini, menurutnya, akibat pola hidup sehat yang dikesampingkan, seperti tidak dibiasakan mencuci tangan, air minum tidak direbus, dan kebersihan lingkungan yang kurang baik. Namun yang cukup memperihatinkan saat ini terjadi di desa-desa banyak warga yang masih mempercayai pengobatan melalui jasa dukun, sehingga mengakibatkan saat ini sudah ada 5 orang penderita diare meninggal dunia.
“Kami sangat menyayangkan langkah kebijakan yang banyak diambil warga, khususnya di desa desa yang masih mempercayai pengobatan penderita diare melalui dukun. Salah satu kasusnya terjadi di wilayah puskesmas yang ada di Desa Batu Bua, yang baru saja terjadi,” ungkapnya lagi.
Mukti membeberkan bahwa kasus meninggalnya pasien penderita diare di desa tersebut cukup memprihatinkan, karena sebelumnya petugas medis sampai menangis bermohon kepada orangtua pasien untuk segera dilakukan penanganan awal dengan diinfus dan diberi obat.
“Petugas kita sampai memohon, namun orang tuanya malah memutuskan untuk berobat ke dukun, padahal kondisi pasien tersebut sudah mengalami dehidrasi. Setelah dicoba kembali di rujuk ke RSUD Puruk Cahu akhirnya meninggal dunia dalam perjalanan,” ujarnya.
Menurutnya lagi, kondisi inilah yang sering dihadapi petugas kesehatan dilapangan khususnya di desa desa. Pihaknya berharap dengan langkah-langkah sosialisasi yang terus menerus dilakukan ini, masyarakat dapat menyadari tentang pentingnya menjaga kesehatan dan kebersihan lingkungan agar dapat mencegah terjadinya penyakit yang sudah memakan korban jiwa ini.
“Kami terua berupaya dengan segala langkah, terutama menyiapkan obat obat di pustu maupun puskesmas, khususnya oralit agar pencegahan dini terhadap diare dapat dilakukan. Dan agar menekan penyebaran wabah diare ini,” pungkasnya. (*)