Semarang [ Sorot Indonesia ] – Ulama Perempuan se-Jawa yang terdiri atas perwakilan organisasi perempuan; Muslimat NU dan Fatayat NU, Ibu Nyai Pondok Pesantren, dan kalangan akademisi menyampaikan hasil Halaqah selama 3 hari di UIN Walisongo Semarang. Siaran pers dilaksanakan di Hotel Aston Inn Jalan Pandanaran Nomor 40 Pekunden, Semarang Tengah, Kota Semarang, Kamis (29/03/2018). Halaqah tersebut mengungkapkan aspirasi dan menunjukkan aktualisasi gerakan berbasis gender.
Dosen fakultas dakwah dan komunikasi UIN Walisongo Semarang, Dra Hj Jauharotul Farida MAg berharap dengan adanya halaqah tersebut para perempuan dapat memposisikan diri sebagainya spirit yang dibawa para pegiat gender tanpa menyalahi norma san aturan yang berlaku.
Pada sejumlah insan pers, para bu nyai menyampaikan jawaban atas beberapa pertanyaan yang diajukan oleh awak media. Hindun An Nisa, ibu nyai PP Hasyim Asy’ari Jepara mengatakan bahwa dewasa ini krisis spiritual banyak dialami oleh perempuan muda dalam mencari jatidirinya. Karena itu, banyak yang mengambil refrensi melalui jejaring media sosial sehingga terjebak dalam hoax dan radikalisme. Selain itu, para ibu muda sering kali kedapatan minim dalam interaksi sosial sehingga banyak didapati perempuan yang tertekan dan depresi. Diterangkan, hal tersebut dapat diatasi dengan cara memberikan ruang kreasi dengan melatih kesenian, buday literasi, workshop, bedah film, bermain teater, berkemah, dan sebagainya.
“Teater yang menggambarkan islam rahmatan lil’alamin dan meme yang meng-counter radikalisme” kata dia. Selain itu dialog tentang konsep surga, relasi perempuan dengan laki-laki diyakini sebagai sebuah solusi bijak dalam menjaga dan menumbuhkan hubungan yang harmonis dalam keluarga. Kegiatan tersebut banyak dilaksanakan dengan segmen kawula muda. Baik pemuda-pemudi di pesantren maupun di luar pesantren.
Nurul Azizah, Ibu Nyai dari PPTA Wobosobo menguatkan pendapat sebelumnya. Menurutnya, sebagai jawaban atas permasalahan pemuda-pemudi yang mencari jatidiri akan tapi justreru terlibat radikalisme perlu komukasi yang efektif. Sebab komukasi yang efektif tersebut akan menyatukan visi dan misi. Dia menjelaskan, menyatukan visi dan misi dengan pembagian di mana dari kalangan pesantren harus berusaha menguasai media sosial. Sehingga para pemuda tidak mengambil refrensi dari para radikalis.
Peran Politik Ulama Perempuan
Dra Hj Jauharotul Farida M.Ag., Kepala Pusat Studi Gender dan Anak UIN Walisongo Semarang mengungkapkan bahwa bergulirnya kesadaran baru Ulama Perempuan tentang potensi-potensi yang dimiliki ulama perempuan menjadi sebuah prestasi tersendiri.
Dalam hal politik Ia berharap para wakil rakyat agar bisa mencerminkan perilaku yang beradab dan santun, “Para wakil rakyat kami harapkan untuk bisa bersikap dengan santun supaya kami yang diwakili tidak merasa kecewa,” tegasnya.
Lebih lanjut ia mendorong pada para sahabat ulama perempuan dan perempuan yang memiliki potensi di dunia politik untuk dapat maju sehingga dapat memperjuangkan permasalahan-permasalahan yang dihadapi perempuan, “permasalahan yang dihadapi perempuan perlu diajukan secara politis. Sebab berkaitan dengan regulasi atau Undang-undang yang dihasilkan oleh DPR RI. Maka, kami perlu mendorong agar para sahabat dan ulama perempuan untuk bisa maju dan menyuarakan aspirasi” tandasnya.
Dikatakan, anggota legislatif dari kalangan perempuan bisa menyuarakan aspirasinya secara komprehensif. Lebih dari itu, dalam skala nasional, audiensi atau dengar pendapat dengan DPR RI untuk dapat membuat regulasi yang bisa menurunkan tingkat kekerasan terhadap perempuan dan anak terus diupayakan. (sorotindonesia.com/arh)