Dari Pendidikan Sampai Kekerasan Seksual, Peran Bu Nyai Nusantara Komplit

oleh -
oleh
Ketua SC Silatnas Iii Bu Nyai Nusantara, Hj. Nawal Nur Arafah Taj Yasin saat wawancara media usai pembukaan Silatnas III di hotel Patra Jasa Semarang (rq)

Semarang | sorotindonesia.com – Silaturrahim Nasional (Silatnas) III Bu Nyai Nusantara selama 2 hari (7-8/11/2022) di hotel Patra Jasa Semarang membahas peran dan eksistensi bu nyai dan ning sebagai ulama perempuan secara komplit.

Ketua Sterring Commitee (SC) Silatnas III Bu Nyai Nusantara, Nyai Hj. Nawal Nur Arafah Taj Yasin menuturkan, kegiatan di kota Semarang ini merupakan kelanjutan dari Silatnas pertama di Surabaya dan kedua di Lampung. Silatnas secara berurutan fokus membahas isu strategis yang mengangkat peran dan eksistensi bu nyai dan ning di pesantren dan masyarakat.

“Mudah-mudah ini bisa jadi pemantik semangat kita untuk bersinergi dan berkontribusi mendukung kerja-kerja Nahdlatul Ulama,” tutur Ning Nawal, sapaan akrab dia dalam jumpa pers usai pembukaan, Senin (7/11/2022).

Ning Nawal melanjutkan, Silatnas III Bu Nyao Nusantara diharap bisa menghasilkan solusi tentang peran dan eksistensi bu nyai dan ning di berbagai bidang. Dia sebutkan peran dalam sosial, pendidikan, ekonomi, agama, dan budaya. Untuk itu, kata dia, selama 2 hari para bu nyai dan ning akan mengikuti halaqah dan fokus grup diskusi (FGD).

“Kita bisa menyusun strategi dengan banyak sekali diskusi untuk meneguhkan peran para bu nyai dalam menyikapi isu-isu sosial keagamaan yang berkembang belakangan ini,” ujar dia.

Lebih jauh Ning Nawal menerangkan, Halaqah Nasional mengusung tema ‘Menyongsong 1 Abad NU Perempuan Pesantren Bergerak dan Bersinergi dalam Membangun Peradaban Dunia’ bakal digelar dengan menghadirkan narasber yang kompeten di bidangnya.

Dia sebut antara lain Menteri Tenaga Kerja (Menaker) Republik Indonesia (RI), Hj. Ida Fauziyah sebagai keynote speak, Nyai Hj. Hindun Anisa sebagai narasumber FGD terkait kasus kekerasan terhadap santri putri. Sedangkan peran bu nyai dalam membentuk peradaban dunia akan hadir mantan Duta Besar (Dubes) RI untuk Aljazair, Hj. Safira Rosa Machrusah sebagai pemateri pemantik.

Baca Juga:  Ruwat-Rawat Borobudur Masih Digelar Hingga 1 Juni 2016

Silatnas III Bu Nyai Nusantara juga fokus menanggapi isu terkini tentang kekerasan seksual pada santri putri. “Bu Nyai sebagai ulama perempuan dan pengasuh pondok pesantren putri punya peran yang penting dalam melindungi para santriwati,” kata Ning Nawal.

Bahkan, lanjutnya, upaya melindungi dari kekerasan bagi santriwati mulai terlaksana dengan adanya program-program di pesantren putri, “Ada program pesantren ramah anak, Alhamdulillah seperti pesantren putri di Rembang, bisa membangun disiplin dan pola pencegahan (kekerasan) sudah ada,” katanya.

Selain itu, banyak juga pesantren yang sudah merespons tentang kekerasan seksual dengan membentuk posko krisis senter yang terintegrasi baik dari sisi korban dan pelaku, “Sudah dimulai Bu Nyai ada advokasi dengan membentuk posko krisis senter, yang tak hanya diakses oleh para santri juga masyarakat umum,” katanya.

Ketua Umum PBNU,,KH. Yahya Cholil Staquf saat memberikan sambutan arahan Silatnas III Bu Nyai Nusantara melalui rekaman video (ist)

Masih dalam jumpa pers, Pengasuh Pesantren Hasyim Asy’ary Bangsri Jepara, Nyai Hj. Hindun Anisah menambahkan, sudah ada pesantren di Jatim dan DIY yang menerapkan program pesantren ramah anak dan posko krisis senter.

“Di Jatim ada membuat 40 posko pesantren ramah anak, di DIY membuat posko bisa untuk mensupervisi baik dari pelaku dan pendampingan korban,” katanya.

Bahkan, kata Nyai Hindun kerjasama advokasi pendampingan santriwati korban kekerasan seksual juga menggandeng Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) yang ada di kabupaten dan provinsi setempat.

Silatnas III Bu Nyai Nusantara diikuti hampir 400 Bu Nyai dari berbagai pesantren yang ada dalam naungan Rabithah Maahid Islamiyah (RMI) dari seluruh Indonesia, “Rekomendasi akan diserahkan ke PBNU, pemerintah dan instansi, termasuk RMI dan pesantren,” kata Ning Nawal.

Baca Juga:  Tiga LSM Menuntut Tutup Anjungan Tionghoa di TMII Karena Tidak Sesuai Dengan Adat Nusantara.

Sementara, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH. Yahya Cholil Staquf melalui rekaman video mengingatkan bahwa Rabhitoh Ma’ahid Islamiyah (RMI) sebagai lembaga Nahdlatul Ulama, bukan Badan Otonom (Banom) sehingga tidak bisa membuat kebijakan sendiri sebagaimana diatur dalam AD/ART organisasi NU.

Pemimpin NU yang akrab dipanggil Gus Yahya ini menegaskan, struktur organisasi NU telah ada dan terus ditata. Fungsi RMI, kata dia, mengikuti fungsi NU. Harus menduduki fungsi masing-masing agar NU bisa berfunsi secara efektif, bergerak dan konstuktrif dalam masyarakat, terutama melayani aspirasi warga NU, termasuk merumuskan kebijakan tentang pemenuhan hajat atau aspirasi pondok pesantren.

Dia melanjutkan PBNU sedang disibukkan membangun desain sistem nasional untuk berbagai sektor, aktivitas dan agenda yang sudah dijalankan. PBNU telah membuat skema, tatanan, yang mengatur lembaga di dalam organisasi NU adalah berfungsi mengolah, mengelola dan menetapkan kebijakan, baik berupa agenda, haluan dan model kegiatan organisasi secara keseluruhan.

“Maka Bu Nyai Nusantara tidak boleh menjadi struktur organisasi tersendiri yang terpisah dari struktur NU yang sudah ada. Kemarin ada wacana akan jadi divisi di RMI, saya katakan tidak boleh. Karena RMI lembaga yang menetapkan kebijakan termasuk memenuhi hajat ponpes putri, Ibu Nyai dan fungsinya sebagai pengasuh pesantren,” pungkasnya. (rq)

Comments

comments