MANADO – Permasalahan narkoba (narkotika dan obat-obatan berbahaya) hingga hari ini masih menjadi ancaman serius di tengah keberlangsungan hidup masyarakat di tanah air. Meski kerap diberitakan aparat berhasil menggagalkan peredaran ilegal narkoba ini, namun faktanya di lapangan pengedar dan penyalahguna narkoba ini masih saja ditemukan, bahkan yang melibatkan oknum.
Kegelisahan ini mendorong elemen masyarakat dari Sulawesi Utara yang disuarakan oleh AKSI (Aliansi Kabasaran Seluruh Indonesia) melalui ketua umumnya, Stephen ‘Kabasaran’ Liow, agar penanggulangan masalah narkoba ini perlu ditingkatkan.
“Kita wajib memberikan apresiasi terhadap gerakan anti narkoba yang saat ini sedang digelorakan oleh BNN dan Polri bersama stakeholder lainnya di pemerintahan melalui semangat War On Drugs. Harapannya tentu bukan hanya jadi sekedar retorika belaka, tetapi menjadi gerakan yang benar-benar menyeluruh untuk tidak saja meminimalisir peredaran ilegal narkoba, namun juga melenyapkannya dari bumi Indonesia guna menyelamatkan generasi bangsa,” ucap Stephen kepada pewarta, Selasa (25/4/2023).
Tokoh ormas adat Sulawesi Utara ini menuturkan bahwa akibat dari penyalahgunaan narkoba, dampak yang ditimbulkan sangat luar biasa di tatanan sosial masyarakat. Bahkan nyaris menjadi bagian dari gaya hidup.
“Contohnya saja di Sulut, menurut data yang disampaikan BNNP dan Pemprov Sulut pada bulan September 2020, angka prevalensi penyalahguna narkoba di Sulawesi Utara menduduki peringkat ke-5 di Indonesia dengan angka prevalensi 1,71 persen dalam hal penyalahgunaan narkoba dengan total 30.656 orang sebagai penyalahguna narkoba. Itu yang terdata, jika semua kasus terungkap, mungkin angkanya bisa lebih mengerikan,” ujar Stephen yang juga selaku penyintas narkoba.
“Kami kira untuk membentuk generasi emas dan membangun budaya bangsa Indonesia yang unggul dan berkualitas, seluruh komponen harus terlibat atau dilibatkan aktif untuk menjauhkan diri dari narkoba,” tambahnya.
Dorong Dibentuknya Satgas Narkoba
Terkait dengan kasus peredaran dan penyalahgunaan narkoba khususnya di Sulawesi Utara, Stephen ‘Kabasaran’ Liow mendorong dan mengusulkan dibentuknya organisasi atau lembaga otonom seperti Satgas Narkoba.
“Masyarakat merasa keberadaan narkoba ini sudah meresahkan, darurat narkoba, program sosialisasi yang gencar dilaksanakan selama ini pun sepertinya kurang sempurna, mungkin sudah saatnya kita dorong pemerintah untuk membentuk organisasi seperti Satgas untuk menanggulanginya. Kita ambil contoh seperti Satgas Covid yang organisasinya ada di tingkat provinsi hingga Lingkungan. Terlebih kondisi geografis Sulawesi Utara yang memiliki banyak pulau terluar dan berbatasan dengan negara lain yang rawan disusupi oleh para sindikat narkoba internasional untuk melancarkan jalur distribusinya,” ujarnya.
Menurutnya, potensi pintu-pintu masuk peredaran gelap narkoba ini perlu mendapat perhatian lebih serius dari pemerintah. Apalagi kini Sulut sedang menggalakkan sektor pariwisata.
“Untuk jalur peredaran narkoba dari Tolitoli, sindikat narkoba ini ditengarai mendapatkan pasokan dari Jawa dan Kalimantan. Ada kalanya mereka menggunakan kamuflase hasil bumi dan hewan yang dikirimkan dari Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara ke Sulawesi Utara,” ungkapnya.
Sedangkan untuk pasokan narkoba dari Filipina ke Indonesia dan dari Indonesia ke Filipina, lanjutnya, melalui perdagangan tradisional antara Kepulauan Sangihe dengan Filipina Selatan.
“Persoalan narkoba di perbatasan tentunya menjadi masalah, baik bagi Indonesia maupun Filipina yang tentu harus menjadi perhatian kedua negara. Kita pun ingin pariwisata Sulut maju tanpa diikuti meningkatnya peredaran gelap narkoba,” tegas Stephen.
Ia pun terakhir mengingatkan kepada segenap komponen masyarakat untuk waspada terhadap pergerakan sindikat dan peredaran narkoba ini yang berpotensi mengganggu kamtibmas di tahapan gelaran Pemilu 2024.
“Waspada dengan pergerakan pelaku narkoba ini agar tidak ikut berkontribusi mengganggu kamtibmas di tahapan tahun pemilu,” pungkasnya.*