MANADO,- DPD LP2KP (Lembaga Pemantau Pembangunan dan Kinerja Pemerintah) Sulawesi Utara (Sulut) soroti pernyataan Gubernur Sulut Olly Dondokambey di sejumlah media terkait dengan usulan dari tokoh masyarakat yang mendorong Pemprov Sulut untuk duduk bersama dengan warga Desa Kalasey yang lahan garapannya digusur untuk kepentingan pembangunan kampus Politeknik Pariwisata Manado.
“Menurut kami, apa yang disampaikan Gubernur Olly yang menyebut ‘oknum’ dalam konotasi negatif kepada tokoh masyarakat yang mengusulkan agar Pemprov Sulut berkomunikasi baik dan duduk bersama dengan warga terdampak gusuran bakal kawasan kampus Politeknik Pariwisata Manado, adalah kurang bijaksana. Olly malah jadi terkesan sebagai pemimpin daerah yang anti menerima masukan dan kritik,” ujar Ketua DPD LP2KP Sulut Rahmat Mokoginta, Rabu (31/5/2023).
Padahal, sambung Rahmat, apa yang ditudingkan Olly sebagai ‘oknum caleg’ tersebut, mengusulkan Pemprov Sulut agar bisa duduk bersama dan berdialog dengan warga terdampak penggusuran untuk mencari win win solution.
“Peningkatan SDM kepariwisataan yang kini sedang digagas oleh Pemprov Sulut bersama Kemenparekraf dengan membangun kampus Politeknik Pariwisata di Sulut adalah penting, tetapi keberadaan ratusan warga yang sudah tinggal cukup lama sebagai petani di lahan milik Pemprov Sulut itu juga tidak kalah penting. Bahkan saat peristiwa penggusuran warga tersebut, sesuai pantauan kami dari sejumlah media, situasinya sempat memanas karena warga merasa aspirasinya tidak terakomodir,” jelasnya.
“Jadi, kami berharap pihak Pemprov Sulut bersikap lebih arif bijaksana dalam menanggapi usulan dan masukan yang disampaikan masyarakat, baik itu secara langsung maupun yang melalui platform berbagai media digital bahkan sosmed, karena zamannya kini sudah terbuka dengan adanya perkembangan teknologi informasi. Karena keberhasilan pembangunan di segala bidang itu tidak bisa hanya dikerjakan sendiri oleh pemerintah, butuh kerjasama dan kolaborasi yang baik dengan pihak lain atau pentahelix, yang salasatunya adalah masyarakat,” tambahnya.
Pantauan media, sikap Gubernur Olly Dondokambey yang menyebut ‘oknum’ ini, diduga ditujukan kepada Irjen Pol (Purn) Dr Ronny Sompie yang sempat berbincang dalam acara podcast di salasatu media ternama di Manado terkait dengan lahan seluas kurang lebih 20 hektar di Desa Kalasey yang bakal dibangun Politeknik Pariwisata Manado dan menggusur warga yang tinggal bertani didalamnya.
Pada kesempatan itu, tokoh kawanua Ronny Sompie yang juga bacaleg DPR RI dari Partai Golkar ini mengatakan jika tanah yang ada di Kalasey tersebut memang hak dari Pemprov Sulut. Tapi pemerintah juga harus melakukan langkah-langkah yang lebih komunikatif dan mendalam untuk menerapkan kebijakan ini.
“Ada baiknya Pemprov Sulut dan warga duduk bersama dan dialog. Tidak harus rame-rame dan berdarah di lapangan. Makanya, sebelum memindahkan warga di Kalasey, pemerintah juga harus mempersiapkan solusi dan jalan keluar bagi warga ini. Setidaknya berikan mereka kesempatan untuk mempersiapkan diri untuk pindah darisana,” usul Sompie.
Pasalnya, di tanah yang rencananya akan dibangun Politeknik Pariwisata ini sudah ditempati oleh ratusan warga dan telah melakukan aktivitas pertanian disana.
Menurut Ronny Sompie, kebijakan yang diambil oleh Pemprov Sulut dengan mendirikan Politeknik Pariwisata di lahan tersebut tidak terlepas dari tujuan membangun SDM Pariwisata di Sulut. Akan tetapi, Ronny mengatakan disatu sisi pemerintah saat ini juga giat mengajak masyarakat untuk giat bertani dengan slogan Mari Jo Ba Kobong (mari berkebun).
“Tapi di Kalasey ini juga ada banyak lahan pertanian yang nantinya akan dibangun gedung baru. Sedangkan masyarakat ini sudah puluhan tahun menempati tanah tersebut. Baiknya ada dialog dan mengundang semua stakeholder. Terutama pemerintah dan warga Kalasey,” ucap Sompie saat itu.
Ronny juga mengingatkan soal aktivitas para petani yang ada di Kalasey, menurutnya para petani ini tidak melakukan sesuatu yang ilegal disana. Tetapi, aktivitas mereka disana adalah untuk meningkatkan kesejahteraan ataupun taraf hidup.
“Rakyat ini tidak melakukan sesuatu yang ilegal. Mereka juga menempati lahan itu karena diberikan oleh pemerintah di tahun 1992,” ucapnya.*