BANDUNG, Menjamurnya jumlah menara telekomunikasi (tower) saat ini di wilayah Kota Cimahi, ternyata membawa tanya pada sebagian elemen masyarakat.
Menjamurnya tower tersebut tentu dimaksudkan untuk memberikan kemudahan bagi kepentingan bisnis perusahaan telekomunikasi pengguna jasa tower untuk menjangkau dan meluaskan invasi pasar pelanggan sampai ke daerah yang terjauh.
Namun demikian, keberadaan tower juga tidak jarang menjadi pemicu konflik horizontal di masyarakat. Terutama tower yang belum berijin termasuk juga tudingan bahwa keberadaan tower tidak memberikan kontribusi optimal untuk menambah PAD bagi Kota Cimahi.
Menjawab persoalan ini, LSM PMPR Indonesia sebagai organisasi sosial kontrol berinisiatif maju untuk menanyakan langsung dalam forum audiensi ke Pemkot Cimahi pada tanggal 31 Mei 2017 lalu terkait dengan keberadaan tower yang tersebar di Kota Cimahi tersebut.
“Keberadaan tower di Kota Cimahi terindikasi tidak seluruhnya mengikuti peraturan dan perundangan yang berlaku, bahkan disinyalir pemkot tutup mata terhadap pelanggaran yang terjadi dan diduga ada oknum yang bermain dari pengawasan dinas terkait yang terkesan longgar,” ujar Ketua Umum LSM PMPR Indonesia Rohimat Joker didampingi Sekjen Fajar Budi kepada wartawan di sela acara buka puasa bersama di salah satu rumah makan di bilangan Jl. Ir. H. Juanda, Rabu (7/6).
Fajar Budi pada kesempatan itu menjelaskan, “Pada audiensi bersama dinas terkait pada tanggal 31 Mei 2017 lalu di salah satu ruang kantor Pemkot Cimahi, pihaknya menginginkan keterbukaan dari Pemkot Cimahi terkait dengan proses perijinan pembangunan tower, biaya perijinan, serta berapa tower di Kota Cimahi yang telah berdiri sesuai pantauan Pemkot dan berapa tower yang telah berijin,” urainya.
“Hal tersebut perlu kami pertanyakan dan pemkot legowo untuk menjawab sebagai bentuk keterbukaan informasi publik agar tercipta sinergitas antara pemerintah, penyedia menara telekomunikasi dan elemen masyarakat,” ujar Fajar Budi.
Jawaban Pemkot Cimahi Terkait Perijinan Menara Telekomunikasi
Melanjutkan proses audiensi yang dilaksanakan antara LSM PMPR Indonesia dan Pemkot Cimahi tanggal 31 Mei 2017, Pemkot Cimahi menjawab hasil audiensi tersebut menggunakan surat yang dikirimkan oleh Dinas Komunikasi dan Informatika, Kearsipan dan Perpustakaan (DKIKP) Kota Cimahi yang ditandatangani oleh Sekertaris Dinas DKIKP Mochamad Ronny, tertanggal 7 Juni 2017.
Dalam surat tersebut disebutkan bahwa hasil koordinasinya dengan DPMPTSP (Dinas Penanaman Modal dan Perijinan Terpadu Satu Pintu) Kota Cimahi, ada 7 poin penjelasan,
1. Syarat mendirikan Menara Telekomunikasi, yakni ijin prinsip, keterangan rencana kota, Ijin Mendirikan Bangunan.
2. Surat yang diterbitkan, ijin prinsip dari DPMPTSP, IMB dari DPMPTSP, Dokumen Lingkungan dari Dinas Lingkungan Hidup, dan Rekomendasi KKOP dari Lanud Husein Sastranegara Bandung.
3. Perusahaan wajib memiliki IMB sebelum melaksanakan pembangunan menara telekomunikasi.
4. Dari data permohonan yang sudah mempunyai IMB, ada 58 menara telekomunikasi.
5. Besaran retribusi IMB berdasarkan Perda Kota Cimahi No. 6 tahun 2011.
6. Di DPMPTSP, pembayaran retribusi langsung melalui Bank Jabar, jadi DPMPTSP tidak bersentuhan dengan uang dalam pembayaran retribusi.
7. DPMPTSP bekerja berdasarkan SOP dengan persyaratan ijin dan waktu penyelesaian proses ijin yang telah ditetapkan. Jadi apabila proses permohonan ijin dinyatakan lengkap dan benar, pasti surat ijin akan dikeluarkan.
LSM PMPR Indonesia setelah menerima dan membaca jawaban surat tersebut menyatakan akan melakukan pembuktian di lapangan, “Kita lihat nanti hasil kajian dan pembuktian di lapangan,” tegas Fajar Budi. (St)