Ketua Ansor Semarang Sebut Gerakan Ekstrimisme Persoalan Eksistensi Diri

oleh -
oleh
Ketua Ansor Kota Semarang, Abdur Rahman saat menjadi narasumber Training Moderasi Beragama Bagi Ormas Pemuda pagi ini, Rabu (7/12/2022) di Gedung Majlis Taklim Nahdlatul Ulama Kota Semarang. (rq)

Semarang | sorotindonesia.com , Ketua Pimpinan Cabang (PC) Gerakan Pemuda (GP) Ansor Kota Semarang, Abdur Rahman menyebut gerakan ekstrimisme radikalisme-terorisme merupakan persoalan eksistensi diri. Dia menilai hal itu sebagaimana berbagai bentuk tradisi Arab masa Jahiliyyah untuk menunjukkan bahwa dirinya superior.

“Untuk membuat dirinya kuat dan superiror, maka melakukan sesuatu yang ingin menunjukkan dirinya yang paling kuat, superior,” kata Abdur Rahman saat menjadi narasumber Training Moderasi Beragama Bagi Ormas Pemuda pagi ini, Rabu (7/12/2022) di Gedung Majlis Taklim Nahdlatul Ulama Kota Semarang.

Dia sebut adanya penguburan bayi perempuan, persembahan, dan berbagai tradisi bernuansa kekerasan jahiliyyah sebagai cara menunjukkan diri atau kelompok yang superior, “Tradisi inilah yang dilawan oleh Nabi Muhammad dengan penegasan innama bu’itstu liutammima makarimal akhlaq, bahwasanya aku (Nabi Muhammad) diutus (Allah) untuk menyempurnakan akhlaq,” ujarnya menambahkan.

Dia juga menyebut doktrin radikalisme kerap menggunakan teks-teks keagamaan. Dalam radikalisme Islam, gerakan itu menggunakan dalil Al-Qur’an dan Hadits sebagai bahan provokasi. Hal inilah yang memicu emosi negatif atau nafsul lawwamah.

Senada, Sekretaris Pimpinan Pusat Majlis Dzikir dan Shalawat (MDS) Rijalul Ansor Muhammad Hanif menyebut bahwa gerakan ekstrimisme merupakan persoalan kemanusiaan sebab potensi radikalisme tidak hanya ada dalam Islam, melainkan ada pada semua agama, “Yang perlu digarisbawahi adalah ekstrimisme bukanlah persolan umat Islam. Jadi pelaku terorisme bukan hanya orang Islam,” tegasnya.

Baca Juga:  Ditjen Bimas Kristen Kemenag Gelar Lomba dan Video Penguatan Moderasi Beragama

“Hanya saja secara kebetulan, hari ini pelaku terorisme di Indonesia itu orang Islam,” paparnya.

Sekretaris GP Ansor Jawa Tengah, H. Fahsin M Faal saat menjadi narasumber Training Moderasi Beragama Bagi Ormas Pemuda pagi ini, Rabu (7/12/2022) di Gedung Majlis Taklim Nahdlatul Ulama Kota Semarang. (rq)

Training Moderasi Beragama Bagi Ormas Pemuda merupakan kegiatan kerja sama antara GP Ansor Jawa Tengah dengan Universotas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang. Untuk itu, Dosen Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Kependidikan UIN Walisongo, Dr. Muhammad Rikza Chamami mengapresiasi kegiatan tersebut.

DPSP

Menurut dia, Training Moderasi Beragama Bagi Ormas Pemuda sangat bermanfaat dalam memberikan arah gerakan menjaga islam yang moderat dan Negara Kesatuan Republik Indonesia, “Bagaimana kita menjadi generasi muda, wabil khusus Gerakan Pemuda Ansor ini,” katanya.

Mewakili Rektor UIN Walisongo, dirinya juga berharap kegiatan kebersamaan antara UIN Walisongo dengan GP Ansor Jawa Tengah tidak berhenti pada kegiatan ini, “Monggo sareng-sareng dengan kami apa yang bisa kita sinergikan,” ucapnya.

Sementara, Sekretaris Pimpinan Wilayah (PW) GP Ansor Jawa Tengah, H. Fahsin Muhammad Faal menyebut tema moderasi beragama tidak ada habisnya. Dia melihat fakta tersebut tetap muncul di media online maupun media sosial.

Baca Juga:  Ansor Dan Banser Satu Komando

“Terorisme ini dilatarbelakangi pemahaman yang sempit, jadi sangat tidak mungkin alumni pesantren Nahdlatul Ulama terlibat aksi terorisme terus melakukan pengeboman, karena cara pandang kita sangat luas,” kata Gus Fahsin, sapaan akrabnya.

Islam di Indonesia, lanjutnya tersebar dengan cara yang damai, tidak ada pertumpahan darah, tidak ada klaim diri yang paling benar, “Islam yang adaptatif terhadap budaya, tidak ada sejarah Islam di Nusantara ini disebarkan dengan menghunus pedang, pertumpahan darah. Islam disebarluaskan melalui budaya, perdagangan, perkawinan dan sebagainya,” ujarnya.

Oleh sebab itu, Gus Fahsin menilai pola dakwah Islam yang ramah sebagai sebuah warisan luhur yang patut dilestarikan. Gerakan ekstrimisme, menurutnya dibangun dengan cara-cara yang menyentuh hati sehingga seseorang tergerak untuk berjihad.

Untuk itu dia meminta agar para pemuda melakukan gerakan yang menyentuh hati masyarakat, “Gerakan-gerakan kontranarasi ini harus kita bangun di tengah masyarakat, sehingga bisa memberikan pemahaman bahwa ini lho yang bener, mereka salah,” tandasnya.

Meski demikian, dia menekankan adanya faktor lain dari munculnya radikalisme-terorisme seperti ekonomi, politik dan sebagainya. (rq)

Comments

comments