Islam Nusantara Dan Internalisasi Dogmatik Tradisi Larungan

oleh -
Islam Nusantara Dan InternalisaDogmatik Tradisi Larungan

SOROTINDONESIA.COM, Semarang,- Nusantara ini dikenal dengan keaneka-ragaman dalam bingkai Bhineka Tunggal Ika. Suku, agama, tradisi, bahasa, logat, kesenian dan aneka upacara adat yang secara khas dapat bersatu padu dalam naungan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Larungan sebagai ekspresi kebudayaan yang eksotis bagi masyarakat pesisir dalam mengungkapkan rasa syukur atas karunia Tuhan Yang Maha Esa merupakan bentuk keshalehan kultural masyarakat dalam usahanya bersinergi dengan Sang Pencipta dan alam. Islam dalam sejarahnya di Nusantara ini dapat berkembang melalui jalur dakwah berbingkai budaya. Menghidupkan tradisi lokal secara dogmatik dengan proses internalisasi ajaran Islam menjadi kunci kesuksesan dakwah Walisongo. Bahkan, istilah Islam Nusantara yang dicetuskan oleh Nahdlatul Ulama (NU) menjadi tren yang terus menggema di berbagai belahan dan penjuru dunia.

Dalam kirab budaya nusantara, kepala kerbau diarak dengan iringan Merah Putih berada di depan menyusul di belakangnya marching band berjalan dengan gagah. Keduanya dari pasukan Barisan Ansor Serbaguna (Banser), dilanjut barisan pemain angklung jalanan, dan baru kemudian disusul dengan omah sajen (replika rumah adat berisikan kepala kerbau yang akan disajikan-red). Ratusan masyarakat mengikuti barisan dalam upacara Larungan di Desa Tambak Lorok Semarang Utara Kota Semarang, Ahad (05/08/2018).

Dari tepi dermaga, Merah Putih berkibar di atas puluhan perahu yang beriringan, bersiap mengarungi lautan dan menghantarkan kepala kerbau sebagai sedekah bagi laut di pagi yang cerah. Berlayar lepas meninggalkan daratan, ratusan masyarakat dari atas perahu dengan penuh keyakinan menghaturkan sesaji pada Sang Maha Kuasa. Tumpah ruah rasa syukur tercurah pada Sang Pencipta atas lautan yang penuh berkah. Sebagian pemuda terjun ke jernihnya air, mereka bersorak dalam suka atas lautan yang selama ini menjadi sumber penghidupan keluarga mereka. Usai melarung kepala kerbau, rombongan kembali pulang dengan hati yang riang.

Koerun, ketua panitia Larungan Tambak Lorok tahun 2018 menyatakan bahwa tradisi tersebut harus terus dilestarikan. Sebab, menurut dia, Allah SWT memberikan karunia yang demikian besar melalui lautan dengan keaneka ragaman hayati. Sudah selayaknya bila manusia memberikan imbal balik dengan bersedekah bagi lautan. Bukan sebatas upaya yang dilakukan untuk menjaga ekosistem yang ada, namun dengan adanya tradisi larungan masyarakat akan lebih mengetahui bagaimana akar budaya bangsa ini.

Sekretaris panitia, Nur Rohman mengungkapkan hal senada dengan Koerun, “Ini perwujudan rasa syukur kami (nelayan) atas karunia Allah,” kata Rohman saat diwawancarai oleh awak media, “selain itu, larungan ini menjadi misi kami sebagai bangsa yang mengenal Nusantara ini dengan bangsa yang kaya akan budaya,” lanjutnya. Karena itu, kata ia menambahkan, menunjukkan nasionalisme bangsa yang bhineka tunggal ika ini. “Nusantara ini pernah jaya di lautan, bangsa ini harus mengingat hal tersebut,” ungkap Ketua PAC GP Ansor Semarang Utara ini dengan mantab. Dia berharap dengan eksisnya tradisi nusantara, dalam hal ini larungan, bisa mengukuhkan bangsa Indonesia dalam merintis kejayaannya di peraiaran nusantara.

Diterangkan, Tambak lorok merupakan kawasan pesisir pantai utara jawa (Pantura) Kota Semarang yang kini menjadi Kampung Wisata Bahari Tambak Lorok. Tradisi larungan dirangkai dengan kegiatan arwah jamak dan tahtiman al Qur’an pada Sabtu (04/08) yang bertempat di 3 mushola dan 4 masjid sekitar tambak lorok disambung dengan Istighotsah kerakyatan pada malam harinya di Masjid Baitussalam, Ahad pagi (05/08), Kirab Budaya Nusantara dan Larungan di laut Tanjung Mas, serta malam harinya diadakan gelaran wayang kulit dengan lakon lahirnya Parikesit. Sedangkan Tambak Lorok Bersholawat (06/08) menjadi penutup rangkaian kegiatan tersebut. (arh)

Pasukan Banser saat berjalan menuju ke arah lautan dalam kirab Merah Putih
Jajaran Banser saat berjalan menuju ke arah laut dalam kirab Merah Putih

Comments

comments