SEMARANG, sorotindonesia.com – Tagar #boikotTrans7 menggema di media sosial. Penyebabnya adalah tayangan dalam program Xpose Unsensored pada Senin 13 Oktober 2025 yang dianggap publik sebagai penghinaan terhadap dunia pesantren.
Dalam tayangan tersebut, Xpose Trans7 mencuplik video tape (VT) KH Anwar Mansyur yang diduga menerima amplop dari masyarakat dan santri. Namun narator Xpose Trans 7 menyebut Kiai itu menerima amplop demi kekayaan pribadi.
Tak hanya, video santri yang mengerjakan pekerjaan rumah kiai juga dinarasikan sebagai eksploitasi kiai yang tidak mau menggunakan jasa pembantu atau asisten rumah tangga
VT yang ditampilkan tersebut tak jelas sumbernya. Namun diduga Trans7 mengambil secara acak rekaman orang lain dari media sosial.
Advokat Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Ansor Jawa Tengah, Muhtar Hadi Wibowo menyayangkan tayangan yang merendahkan kiai dan santri tersebut. Apalagi dengan VT yang dicuplik secara serampangan.
“Kami menyayangkan cuplikan video yang diambil tanpa konfirmasi tersebut. Kami menduga video itu diambil dari video amatir yang direkam pihak tak bertanggungjawab,” ujar Muhtar pada Selasa (14/10/2025).
Dalam video itu, Muhtar juga menyayangkan sang narator yang berbicara dengan nada menyindir serta bahasa yang merendahkan sang kiai. Hal itu bisa memicu persepsi negatif di masyarakat.
“Gaya bicara narator juga sangat tidak pantas. Apalagi tuduhannya tanpa bukti. Ini sudah melanggar hukum,” jelasnya.
Muhtar melanjutkan, LBH Ansor Jawa Tengah akan melakukan langkah hukum yang diawali dengan somasi terhadap redaktur, manajemen, dan owner Trans 7.
“Kita akan segera mengirim somasi kepada redaktur, manajemen, dan sang owner Khoirul Tandjung atas tayangan tak mendidik tersebut,” tuturnya.
Sementara itu, Aziel Masykur selaku Komandan Satuan Kordinasi Wilayah (Satkorwil) Banser Jawa Tengah sekaligus Pakar Hukum mengatakan jika suatu media mengutip berita atau informasi tanpa mencantumkan sumbernya, hal tersebut dapat dianggap sebagai pelanggaran hukum.
“Mengutip berita tanpa mencantumkan sumber adalah bentuk pelanggaran yang bisa dikenakan sanksi,” tuturnya.
Azil melanjutkan, jika sebuah media terbukti melanggar kode etik jurnalistik, sanksi dapat dijatuhkan oleh organisasi wartawan atau perusahaan pers yang bersangkutan.
Melanggar UU Pers
Kemudian Azil mengatakan bahwa Trans7 berpotensi atau patut diduga melanggar Pasal 51 UU 40/1999 tentang Pers (UU Pers) yang menyatakan, “Pers nasional berkewajiban memberitakan peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah”.
Pelanggaran Pasal 51 juga jelas sanksinya pada Bab VIII Pasal 18 dalam UU Pers. Bahkan jika terbukti melanggar hak cipta atas VT KH Anwar Mansyur tanpa mengonfirmasi pembuat videonya, berpotensi pula melanggar UU 28/2014 tentang Hak Cipta.
“Ada potensi atau dugaan pelanggaran di Pasal 51 UU Pers. Sanksinya ada di Pasal 18. Kalau videonya asal nyomot, berpotensi melanggar UU 28/2014 tentang Hak Cipta,” ujar Azil.





