JAKARTA, sorotindonesia.com – Biro Pengawas Penyidikan Bareskrim Polri (Biro Wassidik) adalah organisasi yang dibuat pertama kali pada tahun 2010 semasa kepemimpinan Kapolri Jenderal Pol Bambang Hendarso Danuri.
Organisasi Biro Wassidik Bareskrim Polri ini dibuat bukan tanpa alasan, Polri merupakan institusi negara yang berperan dalam penegakan hukum dan norma yang hidup di masyarakat (police as an enforment officer). Kondisi ini membuat Polri dapat memaksakan berlakunya hukum. Manakala hukum dilanggar, terutama karena sebab kejahatan, diperlukan peran anggota Polri untuk memulihkan keadaan (restitutio in intreguman), pemaksa agar si pelanggar hukum menanggung akibat dari perbuatannya. Sehingga untuk melihat bagaimana hukum ditegakkan tidak harus dilihat dari institusi lain seperti kejaksaan dan pengadilan, tetapi dapat dilihat dari perilaku anggota Polri dalam menjalankan profesinya.
Guna menjawab keadilan dalam proses hukum tersebut, maka dipandang perlu untuk adanya pengawasan dalam tugas penyelidikan dan penyidikan Polri sesuai kewenangannya agar menghasilkan output Legalitas, Profesional, Proporsional, Prosedural, Transparan, Akuntabel, Kepastian Hukum, Efektif dan Efisien. Proses penegakan hukum pidana, harus diikuti dengan proses tertib administrasi. Pengabaian atau kelalaian standar administrasi, berkonsekuensi terhadap kualitas proses penegakan hukum berikutnya, baik pada tingkat penyidikan oleh Polisi, penuntutan oleh Jaksa Penutut Umum (JPU) maupun pada tingkat peradilan oleh Hakim.
Sorotindonesia.com berkesempatan istimewa berbincang dengan sosok tokoh yang pertama dipercaya menjabat sebagai Kepala Biro Wassidik (Karowassidik) pada tahun 2010-2012, yakni Bapak Irjen Pol (Purn) Dr. Ronny F. Sompie, S.H.,MH., yang saat menjabat Karowassidik berpangkat Brigadir Jenderal Polisi.
“Tahun 2010, Bapak Kapolri waktu itu Jenderal Polisi Drs. Bambang Hendarso Danuri memerintahkan untuk pembuatan susunan organisasi tata kerja di Mabes Polri, Polda dan Polres. Ketika dibuat, kebetulan saya juga masuk dalam tim tersebut. Ada bentukan baru di bawah Bareskrim Polri yaitu Biro Pengawasan Penyidikan Bareskrim Polri, nah yang mengemban jabatan tersebut adalah seorang perwira tinggi Polri berpangkat Brigadir Jenderal Polisi. Karena Kabareskrim itu bintang tiga, Wakil Kabareskrim bintang dua, semua direktur penyidikan itu bintang satu, termasuk Kepala Biro Wassidik,” kata Ronny Sompie mengisahkan kepada pewarta di Jakarta, (22/9/2023) lalu.
Setelah itu, Kapolri memerintahkan untuk menugaskan Ronny Sompie yang dinilai memiliki pengalaman di bidang Reskrim untuk memulai mengepalai Biro Wassidik yang sebelumnya menjabat Kepala Biro Kelembagaan dan Tata Laksana Perencanaan Polri.
“Saya ditunjuk pertama kali untuk memulai organisasi itu (Biro Wassidik),” ucapnya.
“Pertama kali saya bertugas di Biro Wassidik hanya beranggotakan tiga PNS tanpa anggota Polri. Kemudian saya mengusulkan kepada Kabareskrim Polri pada saat itu Komjen Pol Dr Ito Sumardi, agar diberikan paling tidak sepuluh penyidik Polri yang senior, biasanya Kombes Polisi, untuk membantu melakukan pengawasan. Maka diberikanlah penyidik yang melakukan pengawasan penyidikan,” jelasnya.
Kemudian, sebagai organisasi benteng terakhir pengawasan penyidikan, Ronny Sompie menyusun tata laksana dan mekanisme kerja Wassidik untuk menampung dan menyelesaikan keluhan dan komplain masyarakat di proses penyelidikan dan penyidikan.
“Disitulah kita memulai bagaimana tata laksana, bagaimana mekanisme, karena Biro Pengawasan Penyidikan ini adalah benteng terakhir bagi Polri untuk melakukan pengawasan penyidikan terhadap semua keluhan, semua komplain, baik dari pelapor karena kasusnya dirasa tidak selesai-selesai, maupun terlapor, kalau dia (terlapor) sudah jadi tersangka dan tidak selesai-selesai atau dia menganggap dirinya tidak salah. Benteng terakhirnya adalah Biro Wassidik dalam hal pengawasan penyidikan atau manajemen penyidikan yang dianggap tidak profesional, atau tidak prosedural atau tidak proporsional,” urai Ronny Sompie.
Bagaimana mekanisme pengawasan penyidikan untuk menindaklanjuti laporan dari masyarakat?
“Nah, kita berembuk menyusun tata caranya. Pengawasan penyidikan itu modelnya, pertama, kita mempelajari komplain atau keberatan yang masuk, mengevaluasinya dengan meminta data dari penyidik yang menangani kasusnya. Kemudian, kedua, kita mengadakan gelar perkara. Gelar perkara itu modelnya FGD (Focus Group Discussion), jadi pemimpinnya semacam moderator. Kami juga mengundang dari Itwasum satu delegasi, dari Div Propam satu delegasi, dan dari Div Hukum Polri ditambah di Baresrim Polri itu ada lima Direktorat Penyidikan, yaitu Dittipidum, Dittipidter, DittipidNarkoba, DittipidSiber, dan DittipidKor, yang masing-masing diwakili satu delegasi. Sehingga walaupun jumlah kami 10 orang (Biro Wassidik), tapi masing-masing itu mempunyai tanggung jawab melakukan pengawasan terhadap komplain-komplain tadi. Sehingga yang hadir ketika gelar perkara, paling banyak tiga orang yang hadir, ditambah tamu yang datang (pelapor dan terlapor yang bisa didampingi oleh pengacara). Delapan delegasi itu sudah mewakili dan memudahkan kami untuk melakukan pengawasan penyidikan secara kolektif kolegial,” tambah Ronny Sompie panjang lebar.
“Disitulah yang komplain atau mengajukan keberatan, baik pelapor atau tersangka itu menyampaikan apa yang menjadi komplain. Mereka akan memberikan tanggapan ketika ada penyampaian presentasi dari yang komplain. Setelah mereka berdua selesai, kami memberikan kesempatan kepada peserta sesuai dengan bidangnya untuk bertanya untuk mengumpulkan data sebanyak-banyaknya, data itu digunakan untuk kita diskusi secara internal setelah kedua belah pihak yang komplain dipersilahkan meninggalkan rapat, karena selanjutnya secara internal kita akan diskusikan, seperti apa kesimpulan kita dan seperti apa rekomendasi kita. Rekomendasinya untuk siapa, kepada penyidik. Kalau ini memang harus dihentikan, kita sarankan dihentikan, kalau ini harus dilanjutkan, kita sarankan dilanjutkan. Dan penjelasan itu akan kita sampaikan pada pengaju komplain. Karena ada surat pemberitahuan hasil pengawasan penyidikan kepada pengaju komplain,” bebernya.
Apakah pada proses FGD tersebut penyidik yang menangani kasus ikut diundang?
“Ya, kita juga mengundang penyidiknya, saat kita berdiskusi dengan penyidik, kita juga tidak memvonis penyidik, tapi bisa mengoreksinya. Selanjutnya penyidik bisa melakukan penyampaian pemikiran yang mana kalau dia berani bertanggungjawab, maka kita berikan kesempatan untuk dia melakukan apa yang dia sampaikan sebagai usulan. Jadi, kesimpulan kita itu tidak memaksanakan kehendak, tapi kita berangkat secara bottom up kemudian kita diskusi bersama bahkan pada kasus kasus tertentu kita juga undang ahli untuk hadir, karena ahli bisa menambah wawasan kami, misalkan untuk melihat ini kasus pidana atau perdata, kalau kasus pidana, di mana cukup bukti untuk kita bisa upayakan untuk kita berikan rekomendasi kepada penyidik. Hasil dari gelar perkara itu kembali lagi kepada penyidik untuk menindaklanjuti. Kalau penyidik tidak menindaklanjuti dan tidak bisa mempertanggungjawabkannya, maka kita serahkan kepada atasannya langsung untuk memberikannya sanksi atau memberikan tindakan kepada yang bersangkutan,” ungkap Ronny Sompie.
Laporan yang masuk ke Biro Wassidik ini dari mana saja?
“Laporan kepada Wassidik itu bisa dari mana-mana, bisa kepada Propam, bisa kepada Itwasum, bisa kepada Kabareskrim, bisa juga kepada Kapolri langsung. Atau bisa juga melalui pengaduan masyarakat yang ada di Humas atau di fungsi lain yang kemudian disalurkan melalui Kabareskrim, disposisi dari Kabareskrim itu Wassidik melakukan pengawasan penyidikan,” terang Ronny Sompie.
Kasus Apa Yang Kerap Ditangani Oleh Biro Wassidik?
“Umumnya kasus-kasus yang masuk ke Biro Wassidik adalah kasus kepemilikan tanah, kasus pembunuhan yang tidak terungkap, kasus-kasus yang berkaitan dengan penipuan penggelapan yang antara perdata dan pidana itu memang sangat tipis dan memerlukan kajian mendalam, untuk kasus seperti ini umumnya pelapor menginginkan kasusnya ditangani secara pidana, sedangkan terlapor mennginginkan proses ke perdata. Nah itu kita juga harus mengkaji mendalam, sehingga ahli perdata dan pidana bisa kita libatkan,” kata Ronny Sompie.
Berapa Rata-rata Waktu Yang Diperlukan Untuk Menyelesaikan Laporan Kasus Yang Masuk ke Biro Wassidik?
“Kita kadang melakukan FGD dari jam 8 pagi ada yang sampai jam 12 malam. Teman-teman mengingatkan, jenderal ini sudah jam 12 malam, saya bilang kasus yang ditangani di proses penyidikan lebih dari satu tahun, sedangkan kita hanya satu hari satu malam. Kalau kita lanjutkan besok lagi, akan semakin numpuk. Jadi biasanya kita berusaha setidaknya dalam satu hari dua kasus dalam lima hari kerja. Jadi rata-rata dalam satu minggu 10 kasus yang prioritas, apalagi yang telah mendapat atensi pimpinan, karena sudah sampai di tangan Kapolri, Irwasum, atau Kabareskrim. Kasus-kasus yang berkaitan dengan kasus kerah putih, ini yang memang lebih banyak, termasuk kasus mafia tanah,” terang sosok yang pernah alih tugas dan menjabat Dirjen Imigrasi pada tahun 2015.
Harapan Untuk Biro Wassidik Saat Ini dan Kedepan?
“Seharusnya keberadaan Biro Wassidik yang sekarang sudah kurang lebih 13 tahun, sudah lebih baik. Dan saya berharap peran dari Wassidik ini tetap netral, tidak berpihak, sehingga bisa dipercaya oleh masyarakat yang mengajukan pengaduan, komplain, dan sebagainya, karena Wassidik ini mewakili kinerja Polri,” pungkas Irjen Pol (Purn) Dr. Ronny F. Sompie, S.H.,M.H.
Sekilas Tentang Ronny F. Sompie
Irjen. Pol. (Purn.) Dr. Ronny Franky Sompie, S.H., M.H. (lahir 17 September 1961) adalah seorang tokoh polri yang alih status menjadi PNS dan sejak 10 Agustus 2015 sampai 29 Januari 2020 mengemban amanat sebagai Direktur Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM. Sebelumnya semasa aktif sebagai polisi ia pernah menjabat sebagai Kapolda Bali dan Kepala Divisi Humas Mabes Polri. Lulusan Akademi Kepolisian tahun 1984 ini berpengalaman dalam bidang reserse. Ia resmi lolos butuh dengan alih status dari anggota Polri menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada tahun 2015. Hal tersebut terjadi setelah dia ditunjuk oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly sebagai Direktur Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM. Atas jasanya sebagai Direktur Jenderal Imigrasi ini, beliau dianugerahi Bintang Jasa Utama pada 13 Agustus 2019 oleh Presiden RI Joko Widodo.
Setelah purna bhakti dari PNS, kini tokoh yang memiliki segudang pengalaman dan prestasi tersebut maju menjadi bakal Calon Legislatif DPR RI Partai Golkar dari daerah pemilihan Sulawesi Utara.*