Ingin Jadi Orang Baik, Harus Selalu Dekat Al Qur’an dan Ulama

oleh -

Demak, [ Sorot Indonesia ] – Indonesia merupakan bangsa yang beradab. Menjadi bangsa beradab itu harus mendekati cahaya. Barangsiapa dekat dengan cahaya ia akan tersinari. Ini diungkapkan oleh KH Amin Maulana Budi Harjono saat memberikan mauidhah Haflah Khatmil Qur’an PP Al Badriyyah Suburan Mranggen Kabupaten Demak semalam, (22/04/2018). Dikatakan, hal tersebut ibarat dekat dengan penjual minyak wangi, maka kita akan mendapatkan harumnya. Begitulah jika kita ingin menjadi orang baik, harus selalu dekat dengan Al Qur’an, Ulama atapun Kiai.

“Kita adalah bangsa yang beradab, bukan biadab. Seperti tangan difungsikan untuk memukul lawan itu namanya biadab, lain lagi dengan tangan yang digunakan untuk memukul rebana itulah beradab,” kata Kiai Budi dengan jenaka.

Dalam kesempatan tersebut, Kiai asal Semarang ini juga berpesan agar tetap menjaga perdamaian Indonesia dan melestarikan ajaran nasionalisme yang telah ditanamkan oleh para pejuang bangsa. Menurutnya bangsa yang kuat adalah yang tidak melupakan akar sejarah.
“Kita harus bangga menjadi warga Indonesia, karena bangsa Indonesia adalah bangsa yang menjunjung tinggi nilai persaudaraan, kemanusiaan, dan perdamaian,” tegasnya

Baca Juga:  Khatmil Qur'an PP Al Badriyyah, Kiai Ulin Tegaskan Etika Baca Qur'an Haqqa Tilawatih

Lebih lanjut Kiai Sufi yang khas dengan udeng-udeng di kepala ini menegaskan, “Poros dan tonggaknya bangsa indonesia ini adalah pesantren” tegas kata ia, tanpa jeda ia menambahkan, “Pesantren adalah lembaga pendidikan paling orisinil di Indonesia. semakin banyak anak-anak indonesia di pesantren maka akan semakin baik pula generasi bangsa ini,” ungkapnya dengan lantang.

Sementara, KH. Ali Syaerozi menjelaskan bahwa dunia ini adalah tempatnya masalah. Tujuan adanya masalah-masalah itu agar manusia semakin mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah SWT dan berharap agar dapat menyelesaikan semua masalah.
“Maka, ciri orang yang sukses (penghuni surga) itu selalu murah senyum, berbicara sopan kepada orang lain, suka menolong (sedekah) dan hatinya selalu ingat dan taat kepada Allah SWT, “ terangnya.

KH Ulin Nuha Arwani AH menjelaskan, syukur adakalanya bil janan, syukur dalam hati. Artinya hati kita berkeyakinan dengan sesungguhnya bahwa yang kita terima itu merupakan murni fadlal, anugrah, bukan karena kepintaran dan kelincahan kita.

Baca Juga:  Khatmil Qur'an PP Al Badriyyah, Kiai Ulin Tegaskan Etika Baca Qur'an Haqqa Tilawatih

Dikatakan lebih lanjut, syukur bil arkan, yakni mensyukuri nikmat dengan anggota tubuh kita, baik lahir maupun batin. Semuanya kita gunakan untuk beribadah kepada Allah SWT. Tangan kita terbiasakan untuk menolong siapa saja yang membutuhkan. Mulut memperbanyak baca shalawat, mata membaca al Qur’an, telinga mendengarkan al Qur’an, tangan membawa al Qur’an, menghormati Al Qur’an, tadabbur, memikirkan ayat-ayat yang dibaca.

DPSP

“Hati menyerap beragam ilmu yang dipelajari dari sana. Sehingga semua anggota tubuh kita gunakan untuk beribadah. Dan ada syukur bil banca’an. Maksudnya, uang kita gunakan untuk sedekah, menolong kawan atau siapa saja yang membutuhkan harta kita” pesannya. (sorotindonesia.com/arh/benzab)

Comments

comments