Dinas Sosial Semarang Sosialisasi Bebas Anak Jalanan Menuju Tatanan Kehidupan Sosial yang Sehat dan Bebas Anak Jalanan
SEMARANG – Dinamika sosial memang sangat luas dampaknya, dan itu merupakan tugas kita semua untuk dapat menangani dengan sebaik-baiknya.
Hal tersebut diungkapkan oleh Tomy Yarmawan Said, Kepala Dinas Sosial Semarang dalam sambutan kegiatan sosialisasi Semarang Menuju Tatanan Kehidupan Sosial yang Sehat dan Bebas Anak Jalanan, hari ini (18/12/2017), di Wisma Perdamaian Jl Imam Bonjol 209, Kota Semarang.
“Selain mensukseskan program kementerian sosial menuju Indonesia bebas anak jalanan, sekaligus sebagai persiapan menuju Indonesia bebas lokalisasi” Kata Tomy.
“Untuk itu, dalam kegiatan ini kami undang berbagai perwakilan yang menjadi representasi dalam penanganan permasalahan sosial tersebut” Terangnya.
Gelaran Sosialisasi ini menghadirkan Tsaniatus Shalichah dari LSM Setara sebagai salah satu narasumber. Disini, Ika (sapaan akrabnya) menerangkan tentang beragam kondisi yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari anak jalanan.
“Ada banyak gambaran situasi buruk tentang anak jalanan. Dari sisi pendidikan, kesehatan, kekerasan fisik psikis dan seksual, kecanduan alkohol dan obat-obatan terlarang, dan kerawanan perilaku seks bebas dan tindak kekerasan,” ujar Ika menerangkan.
“Banyak sekali kasus yang melatarbelakangi adanya anak jalanan. Diantaranya adalah eksploitasi anak yang banyak terjadi dalam bentuk mempekerjakan di jalanan. Ironisnya justru dilakukan oleh orangtuanya. Hal ini perlu diselesaikan secara bertahap sehingga anak-anak Indonesia yang digadang sebagai penerus bangsa ini bisa bersekolah dan nantinya benar-benar menjadi pribadi yang mengharumkan nama bangsa ini,” Jelasnya.
Selain itu, Ika juga menyampaikan bahwa sebenarnya setiap tindakan yang menjadikan stimulan berkembangnya kehidupan anak-anak di jalanan bisa dikenai perda.
“Perda Kota Semarang nomor 5 tahun 2015 tentang penanganan anak jalanan, gelandangan, dan pengemis yang ada di Kota Semarang dengan jelas memberikan pelarangan terhadap hal-hal yang membuat anak jalanan semakin banyak seperti memberi pada pengemis dan membeli dari anak kecil yang menjual koran di jalanan. Lalu bagaimana kewajiban kita? Kewajiban kita untuk memenuhi kewajiban membuat program dalam penanganan anak jalanan. Jadi kalau selama beberapa bulan ini Dinas Sosial banyak dibantu melalui TPD, bapak-ibunya yang hadir di sini ini juga bisa,” ungkapnya panjang lebar.
Mengukuhkan apa yang disampaikan oleh Ika, Yuni Dwi Purwani, narasumber dari Forum Kota Sehat mengingatkan agar masyarakat dapat menerima dan berinteraksi dengan anak jalanan,
“Hal yang menjadikan anak jalanan semakin tak terkendali adalah adanya stigma negatif terhadap mereka. Untuk itu, jangan distigmakan mereka. Bantulah mereka agar mampu keluar dari kehidupan jalanan,” pesannya.
Sementara itu, Ari Istiyadi narasumber asal LSM Lentera Asa, LSM yang fokus melakukan pembinaan di tempat beresiko tinggi, menjelaskan kondisi keberagaman yang ada di kompleks lokalisasi. “Hal yang menarik dari Resos yang ada di Semarang ini adalah adanya fasilitas tempat ibadah. Resos Argorejo “Sunan Kuning” memiliki masjid, dan di Rowosari “Gambirlangu” juga terdapat musholla kecil. Dari tempat ibadah tersebut ada pembinaan keagamaan. Jadi persoalan prostitusi itu bukan persoalan keagamaan semata”. Ari mengungkapkan kondisi yang selama ini tidak diketahui oleh masyarakat. “Jadi sebenarnya, pengendalian yang dilakukan oleh elemen-elemen terkait dalam penanganan sosial ini masih dan terus bekerja. Bahkan ada juga pelatihan-pelatihan yang dilakukan secara mandiri oleh kami dalam rangka memberikan bekal keterampilan agar mereka tidak terus-menerus dalam kompleks.
Wacana pembubaran lokalisasi ini, perlu diperhatikan dan ditinjau ulang agar nantinya dampak yang terjadi pasca dibubarkan dapat diminimalisir” Pungkasnya. [Rifqi]