“De Ja Vu” Tinjauan Psikologis

oleh -
oleh
Slide1 de ja vu
Slide1 de javu

Tuhan Maha Esa menciptakan bentuk manusia sedemikian sempurnanya, hingga padanan simpul syaraf di otak begitu kompleks dan jutaan sel jumlahnya.

Dari simpul syaraf otak tersebut terdapat salah satu bentuk software yang tertanam di dalamnya (semacam ROM) dimana manusia bisa mengingat, bahkan bisa merasakan sebuah fenomena yang pernah dilakukan sebelumnya, entah itu berhubungan dengan indera penciuman, peraba, penglihatan maupun pendengaran.

Fenomena itu disebut “De Ja Vu”. De Ja Vu kadang fenomena ini muncul ketika seseorang diingatkan, yang pada hakekatnya kembali kepada syukur atas segala ni’mat dan karuniaNya. Itulah salah satu karunia dan kekuasanNya nan Agung kepada hambaNya yang mau untuk berfikir.

Mengapa beberapa dari kita mengalami “Deja Vu” lebih sering dibandingkan lainnya?

Oleh: Denmas Haryo, S.Psi, MPsi., Msi.

 

 

Bergelut dengan aktivitas keseharian, seperti mengurus bisnis, bekerja di kantor atau apapun yang luar biasa, kemudian tiba-tiba muncul sebuah sensasi menghapus keakraban kita tersebut dan kita benar-benar menyadari bahwa hal itu terjadi. Saya sudah disini sebelumnya.

Pernahkah kita mengalaminya?

Ketika kita mungkin mencoba untuk berpikir kembali dan menentukan apakah pernah mengalami situasi ini sebelumnya. Tapi secepat perasaan kita, itu semua akan hilang.

Baca Juga:  FPII Tuntut Pencabutan Verifikasi dan Minta Dewan Pers Serta Pemerintah Ubah Kebijakan

Apakah kita memprediksi masa depan? Apakah kita melihat sesuatu dari kehidupan masa lalu? Apa itu Deja Vu?

Fenomena Deja Vu dalam Bahasa Perancis yaitu “sudah terlihat”. Ini adalah ilmiah dan cukup kurang dipahami.

Beberapa teori menjelaskan bahwa Deja Vu mungkin hasil dari semacam “mismatch” (ketidakcocokan), yaitu bagaimana kita secara bersamaan merasakan dan memahami dunia di sekitar kita. Sebagai contoh, mungkin kita mencium sesuatu yang akrab dan pikiran kita langsung terbawa ke tempat pertama kalinya mencium bau tersebut. (Ini teori jelas meskipun tidak menjelaskan mengapa sebagian besar episode Deja Vu tidak mencerminkan benar peristiwa masa lalu.)

Fenomena jarak jauh

Deja Vu mungkin merusak sekilas antara panjang dan jangka pendek sirkuit di otak. Informasi otak kita mengambil di sekitarnya mungkin “shortcut” (jalan pintas) ke memori jangka panjang, melewati mekanisme pengalihan penyimpanan yang khas, sehingga ketika kita memiliki momen Deja Vu, rasanya seolah-olah kita mengalami sesuatu dari jauh.

 

Slide2 dejavu
Slide2 dejavu

 

Sebuah wilayah otak yang disebut korteks rhinal, yang terlibat dalam mendeteksi keakraban, mungkin bisa dijelaskan dan diaktifkan tanpa benar-benar mengaktifkan memori (hippocampus) sirkuit. Itu mungkin menjelaskan mengapa episode Deja Vu terasa begitu non-spesifik ketika kita mencoba untuk mencari tahu dimana dan kapan kita sebelumnya telah mengalami momen tertentu. Pada umumnya, stimulasi eksperimental dari korteks rhinal dan tidak begitu banyak hippocampus itu sendiri yang menginduksi Deja Vu.

Baca Juga:  Presiden Jokowi Unjuk Kekuatan Indonesia Di Natuna
Analisa Realitas

 

Nah, jika seandainya kita tidak diberikan karunia fenomena de ja vu ini, kemungkinan   saja kita tidak pernah merasakan apa yang dinamakan sebuah arti kata cinta, suka, hobi dan rindu atau kerinduan. Contoh, ketika kita mencium aroma “minyak misik”, maka akan mengingatkan kita pada kali pertama kita memakainya di sebuah sajadah saat akan beranjak menunaikan sholat tahajud, sehingga begitu kita mencium aroma itu, teringat dan rindu akan sajadah dan terlebih rindu dapat bermunajat kepada Allah swt di 2/3 malam. Subhanalloh..begitu Maha Indah Dia dengan segala KaruniaNya….Maka karunia manakah yang kamu dustakan??. (bhq)

 

Comments

comments

Tentang Penulis: baihaqi

"katakan yang benar meskipun pahit akibatnya.."

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.