SOROTINDONESIA.COM, BANDUNG,- Musik Taramurag milik Sambasunda yang dikolaborasikan apik bersama para bintang panggung diantaranya Saratus Persen, Patrick Shawn Iversen, Balaruna, Djaduk Ferianto ( Kuaetnika ), Colin Bass, Rubah di Selatan dan musisi lainnya, menutup gelaran konser musik akbar multikultur Matasora World Music Festival tadi malam, Minggu (23/7/2017).
Satu kata untuk Matasora World Music Festival, spektakuler!
Sepanjang gelaran konser Matasora di hari kedua tersebut, pengunjung konser yang didominasi oleh para kawula muda itu demikian menikmati suguhan pertunjukan musik yang disajikan oleh para seniman etnik modern yang sudah berpengalaman malang melintang di kancah musik internasional sampai berakhirnya konser.
Sebelum pertunjukan klimaks kolaborasi Taramurag, Colin Bass berhasil menghangatkan terus suasana dengan membawakan lagu-lagu hits-nya dengan iringan musik Sambasunda, salasatunya lagu berjudul Habibi yang diracik bercitarasa dangdut. Terlebih kala ia menyanyikan lagu gubahannya yang populer di Indonesia pada era 90-an, Denpasar Moon. Lagu Denpasar Moon yang dibawakan oleh Colin Bass malam itu dengan penuh penjiwaan terasa berbeda dengan saat dinyanyikan oleh Maribeth, iringan paduan aransemen Sambasunda yang menggunakan angklung dan biola pada lagu itu menggiring pengunjung ke titik penghayatan yang dalam terhadap lagu tersebut. Sempat Colin Bass melontarkan kata “fenomenal” yang ditujukan untuk Ismet Ruchimat dan kelompok Sambasunda di sela penampilannya.
Matasora World Music Festival merupakan konser musik multikultur yang baru pertama kali dihelat di Kota Bandung dan di Indonesia, inisiatif Satriasatria dengan dukungan dari para tokoh musisi, pemerintah, media, komunitas dan sponsor.
“Musik adalah perekat keberagaman perbedaan ruang dan jarak,” ujar salah satu penampil tadi malam. Dan gelaran ini membawa euforia tersendiri bagi pengunjung yang langsung hadir ke lokasi konser. “Ini luar biasa,” ucap Anne Fitria (17) warga Kab. Bandung dan berharap bisa hadir kembali ke gelaran Matasora tahun depan dan menghadirkan kolaborasi musik yang berbeda dengan saat ini.
Secara keseluruhan, kemasan konser Matasora selama dua hari dari tanggal 22-23 Juli 2017 diharapkan bisa memberikan pesan dan membuka mata dunia terkait dengan eksistensi musik multikultur.
Gelaran Matasora juga direncanakan akan dihelat tiap tahun, “sampai berjumpa lagi tahun depan,” ujar Ismet Ruchimat yang juga Festival Director Matasora seusai konser Sambasunda.
Gelaran Matasora di Indonesia diyakini mempunyai bagian peran strategis untuk kepariwisataan nasional. Sehingga keberlanjutannya harus mendapat dukungan bersama pemerintah, masyarakat yang tidak saja menggemari musik, dan stakeholders terkait. (*)
Stanley