Jakarta, sorotindonesia.com – Dalam persidangan kasus korupsi KTP elektronik, Penyidik KPK Novel Baswedan menjelaskan bahwa Miryam mendapat tekanan dari sejumlah Anggota Komisi III DPR.
Novel Menjelaskan, “Yang bersangkutan bercerita karena sebulan sebelum pemanggilan sudah merasa mengetahui akan dipanggil dari rekan anggota DPR lain, disuruh beberapa anggota DPR lain dari Komisi III untuk tidak mengakui fakta-fakta menerima dan membagikan uang itu bahkan yang bersangkutan mengaku kalau mengaku bisa dijeblosin.”
Novel Baswedan menambahkan pihaknya pernah menawarkan mekanisme perlidungan saksi kepadanya, namun Miryam menolak tawaran tersebut.
“Kami tawari di KPK ada mekanisme perlindungan, tapi yang bersangkutan tidak mau dan kami takut yang bersangkutan diancam lagi, saya berikan nomor telepon agar sewaktu-waktu merasa terancam bisa menghubungi, tapi dia tidak mau,” jelas Novel.
Dalam dakwaan disebutkan bahwa Miryam mendapat uang dari Sugiharto dan membagikan kepada empat orang pimpinan komisi II DPR Chaeruman, Ganjar, Teguh, Taufik Effendi masing-masing 25 ribu dolar AS, 9 kapoksi masing-masing 14 ribu dolar AS termasuk ketua kelompok fraksi (kapoksi) merangkap pimpinan komisi, 50 anggota Komisi II DPR masing-masing 8 ribu dolar AS termasuk pimpinan komisi dan Kapoksi.
Miryam bersaksi atas dakwaan kasus e-KTP yang menjerat Sugiharto, mantan Direktur Jendera Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK) pada Dukcapil Kemendagri.
Dalam sidang, Miryam mencabut BAP dan membantah menerima uang dari terdakwa Sugihartao. “Saya tidak pernah menerima uang,” kata Miryam. Atas keterangan itu, Sugiharto pun membantahnya.
Dalam bantahannya Sugiharto menjelaskan bahwa Miryam telah menerima 4 kali pemberian darinya, uang yang pertama Rp1 miliar, kedua 500 ribu dolar AS, 100 ribu dolar AS, keempat, Rp5 miliar jadi ditotal 1,2 juta dolar AS.
Jaksa Penuntut Umum KPK meminta agar mantan anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Hanura Miryam S Haryani ditahan karena memberikan keterangan palsu.
“Berdasarkan pasal 174 KUHAP, kami minta yang mulia menerapkan Miryam untuk ditetapkan sebagai saksi yang memberikan keterangan palsu dan dilakukan penahanan kepada yang bersangkutan,” kata Ketua tim JPU KPK Irene Putri dalam sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis. (pr)