Menjaga Generasi dari Disrupsi Moral

oleh -
Menjaga Generasi dari Disrupsi Moral
H. M. Dipa Yustia, SH, Mkn.

Video anak baru gede (ABG) yang kecelakaan saat mengemudikan mobil Honda HR-V generasi terbaru di Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan, viral di media sosial. Juga seorang remaja 16 tahun pengendara sepeda motor yang tewas setelah menabrak sebuah mobil di daerah Tangerang, ramai jadi perbincangan.

Dalam lingkup Kota Semarang, infrastruktur yang cukup bagus menjadi sebuah tantangan tersendiri. Sehingga tidak jarang terlihat anak-anak kecil berboncengan mengendarai kendaraan bermotor di jalan kampung.

Ibu kota Jawa Tengah yang beleh dikata berpendidikan mestinya memperhatikan aturan berkendara. Warga harus diajak untuk mencegah anak di bawah umur mengemudikan kendaraan bermotor sebagaimana aturan Pasal 281 Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Berdasarkan UU tersebut, anak yang berusia di bawah 17 tahun belum bisa mendapatkan surat izin mengemudi (SIM). Aturan tersebut telah mempertimbangkan sisi keselamatan pengguna jalan karena potensi adanya kecelakaan jika anak belum memiliki kesiapan mental mengendarai kendaraan bermotor.

Selain belum memiliki mental yang cukup matang untuk mengendalikan diri ketika berkendara, anak juga belum memiliki kemampuan fisik yang cukup untuk mengendalikan laju kendaraan, terlebih dalam kondisi tertentu yang membutuhkan kekuatan fisik dan reflek tubuh. Aturan tersebut juga mempetimbangkan tidak adanya klaim asuransi atas kecelakaan yang terjadi terhadap anak yang mengendarai sepeda motor.

Perkembangan Pasar dan Keadilan Sosial

Teknologi berkembang demikian pesat. Dalam setiap tahun muncul banyak seri kendaraan bermotor dengan aneka merk. Sebagai konsekwensi logis dari semakin banyaknya pasar, maka beragam promosi dan mempermudah syarat terus dilakukan untuk kredit. Hal ini sesuai dengan teori permintaan yang. Produsen dan penjual menyediakan barang sesuai dengan selera, dan kebutuhan konsumen atau pasar.

Pada satu sisi, kita tentunya bersyukur karena kemudahan tersebut merupakan bagian dari keadilan sosial. Sehingga, sepeda motor atau mobil tidak mutlak hanya dimiliki orang yang berada. Tidak sedikit pelaku ojek online yang sengaja kredit motor atau mobil untuk mencari nafkah. Ada sebuah kabar baik dimana rasio hutang untuk modal semakin disadari oleh masyarakat.

Ibu dan Generasi Bangsa

Fenomena tersebut seolah menegaskan bahwa laju zaman tak tercegah, dan pendidikan keluarga sebagai peletak pondasi dasar generasi muda menjadi kebutuhan mutlak bagi bangsa Indonesia. Ibu, sebagai orang yang melahirkan dan lebih banyak bersentuhan dengan anak memiliki peran penting dalam menjaga generasi bangsa. Agama (Islam) menyebut bahwa seorang ibu adalah masrasah (tempat pendidikan) pertama bagi seorang anak. Peran ibu, tanpa menafikan seorang ayah sangat besar. Keteladanan seorang ayah dan ibu semakin penting di era modern ini. Orangtua harus mampu menciptakan suasana yang mendidik dalam lingkungan keluarga.

Keluarga harus meletakkan pondasi penting dalam pendidikan anak, mengarahkan bakat atau potensi pada kebaikan, dan tetap mengontrol meski telah mempercayakan pendidikan anak dalam lembaga pendidikan. Dengan demikian, disrupsi moral dapat dicegah sejak usia dini.

Jika kita mengadopsi teori empirisme Francis Bacon, maka keluarga yang memberikan berbagai pengalaman mendidik sebelum anak mengenal lembaga pendidikan formal. Hal ini, yang kemudian dikembangkan oleh John Locke dengan teori tabula rasa, yang mana seorang anak diibaratkan sebuah kertas putih. Pendidikan yang menyeluruh, dari keluarga, lingkungan tempat tinggal dan sekolah akan memberikan warna pada anak.

Indonesia akan menjadi bangsa yang besar, jika pendidikan mampu menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Generasi muda harus memiliki pengetahuan yang luas, keterampilan yang memadai atau ahli, dan etika yang baik. Hal tersebut membutuhkan kerjasama dari semua pihak sebagaimana ikhtiar menteri Nadiem Makarim memberlakukan adanya assesmen nasional dalam kurikulum merdeka.***

Oleh : Dipa Yustia Pasa, SH, Mkn.
Penulis adalah seorang pemerhati media sosial, konsultan hukum di yustia.co law office.

Comments

comments