Semarang, [ Sorot Indonesia ] – Al Qur’an sebagai pedoman hidup umat Islam harus terus dijaga. Baik dalam semangat keilmuannya, maupun dari segi bacaannya. Hal ini ditekankan oleh Khatib Majlis Ilmi JQH NU Kota Semarang, Dr. Abdul Rozaq sebelum pelantikan pengurus PC JQH NU Kota Semarang, bahwasanya NU memiliki potensi yang sangat besar dalam pengembangan al Qur’an. Pengembangan yang dimaksud adalah pembinaan para santri dalam kualitas bacaan dan seni membaca al Qur’an.
Saat diwawancarai di Gedung Majlis Ta’lim PCNU Kota Semarang Jalan Pusppgiwang I/47 Semarang, (02/04/2018), Kiai muda asal Kauman Semarang ini menyatakan perlunya menghidupkan kembali semangat tilawatil quran dengan berbagai terobosan baru. Lebih lanjut, Kiai yang saat ini menjadi Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Walisongo Semarang menerangkan, terobosan yang dimaksud di antaranya dengan metode baru dalam menghafal dan sebagainya. Lebih dari itu, ia berharap pesantren NU bersama PC JQH NU nantinya bisa eksis lebih dari Darul Qur’an
Diterangkannya lagi, JQH memiliki peran tersendiri dalam pengembangan NU. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara kegiatan yang bersifat rutinitas maupun even. Even yang dimaksud bisa dalam bentuk perlombaan (musabaqah) atau pengajian akbar yang didesain secara khusus untuk menampilkan para tahfidzul qur’an. Sebab, melalui adanya kegiatan tersebut bisa menjadi salah satu dari sarana memperkenalkan pada masyarakat tentang potensi besar NU.
Sementara, Ketua PCNU Kota Semarang dalam sambutannya mengingatkan kembali untuk melakukan pendataan terhadap para tahfidzul qur’an yang ada di Kota Semarang, “setelah pelantikan ini saya harapkan bisa secepatnya membuat agenda program kerja,” kata Kiai Anashom. “Selain itu, segera melakukan pendataan terhadap kader tahfidzul qur’an di kalangan NU,” lanjutnya.
Saat diwawancarai, Kiai yang juga dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Walisongo Semarang menegaskan bahwa NU memiliki RMI sebagai wadah bagi pesantren NU. Dikatakan, banyaknya pesantren tahfidz NU yang belum ter-expose oleh media berhasil mencetak para tahfidz. Terlebih lagi masih banyak pesantren tahfidz dari kalangan Kiai NU yang belum memberikan izin pada para santrinya untuk tampil dalam even MTQ (Musabaqah Tilawatil Qur’an). Ini, merupakan salah satu faktor yang membuat pesantren tahfidz NU tidak begitu populer.
Dikatakan, keikhlasan dan keengganan untuk tampil tersebut tidak mengurangi peran para santri dan kiai hasil dari pesantren dalam kiprahnya di masyarakat. Secara kultur, para santri yang tidak pernah tampil dalam even-even musabaqah tetap memberikan manfaat yang riel di masyarakat. Lebih lanjut, JQH perlu melakukan pendataan terhadap mereka untuk bisa berkiprah bersama dalam mengembangkan gerakan NU di bidang al Qur’an. (sorotindonesia.com/arh)