Jakarta – Gabungan Pemantau Pemilu Nasional yang terdiri dari LSPI, Dantau GPM, PB PII, dan Indonesia Youth Epicentrum menyoroti praktik quick count atau metode hitung cepat yang dinilai dapat mengganggu kewenangan resmi Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Quick count pada pemilu 2024 kali ini menjadi salasatu sumber kontroversi di tengah masyarakat, meski quick count telah diterapkan di Indonesia sejak tahun 2004 silam yang juga telah memiliki payung hukum dalam UU Pemilu dan Peraturan KPU.
Gabungan pemantau pemilu menekankan bahwa rilis quick count dan exit poll seharusnya transparan, baik dalam penggunaan metodologi dan sumber dana, juga disclaimer bukan merupakan hasil resmi penyelenggara pemilu, serta terpenting adalah tidak mempengaruhi proses resmi yang dijalankan oleh KPU. Mereka memperingatkan bahwa kontroversi yang timbul dapat mengganggu stabilitas dan keamanan negara yang perlu untuk diantisipasi.
“Kami sangat prihatin dengan praktik quick count dan juga rilis Sirekap yang masih belum sempurna karena masih banyak temuan kekeliruan, sehingga menimbulkan kontroversi dan rasa curiga di tengah masyarakat,” ungkap juru bicara gabungan pemantau pemilu. Tindakan ini dapat menciptakan kebingungan di antara masyarakat dan mengganggu integritas proses pemilihan umum”, ujar Maliky GPM di bilangan Jakarta Pusat, Sabtu (17/2/2024).
Menurut mereka, KPU memiliki kewenangan resmi untuk mengumumkan hasil pemilu sesuai dengan ketentuan undang-undang yang berlaku. Quick count seharusnya hanya menjadi referensi sementara dan tidak boleh dijadikan sebagai hasil resmi pemilu, karena hasil quick count tidak menunjukkan kualitas secara keseluruhan proses pemilu.
“Kami menekankan pentingnya menjaga integritas proses demokrasi dengan menghormati kewenangan lembaga yang berwenang,” tambah juru bicara tersebut.
“Kami mendesak semua pihak untuk menahan diri dan menunggu pengumuman resmi dari KPU”, tutup Maliky.***