Banjar, (SI) – Kondisi DAS Citanduy yang memiliki panjang sungai 178 km, berhulu di Jabar dan bermuara di Jawa tengah serta melewati lima kabupaten / kota ( Tasikmalaya hulu sungai di Gunung Cakra Buana, Ciamis, Banjar, pangandaran, Cilacap ) kondisinya kini memprihatinkan, DAS Citanduy perlu perhatian serius Pemerintah Daerah.
“Kondisi ini di perkuat Sungai Citanduy memiliki air baku yang dianggap tidak baik. Hal itu di karenakan banyak ditemukan limbah, baik itu limbah rumah tangga maupun limbah industri yang langsung di buang ke Citanduy. Di sepanjang aliran DAS Citanduy terdapat banyak pengikisan, abrasi, longsoran di tambah pegunungan di sepanjang DAS Citanduy kondisinya di gunduli, hal itu membuat pendangkalan di sepanjang DAS Citanduy. Hal ini berpengaruh besar pada areal pesawahan yang diairi citanduy”, tutur Asep Nurdin anggota Dewan Walhi Jabar sekaligus Ketua Umum Bale Rahayat, saat memberikan keterangan kepada awak media, Selasa (24/04/2018), dirumahnya.
“Leuwi Keris sebagai bagian DAS Citanduy dilakukan rekayasa teknis berupa bendungan terbesar, rekayasa teknis akan mengubah ekosistem, mengubah daya dukung, mengubah ruang hidup, mengubah pola pikir. Sangat di mahfumi bahwa manfaat terbesar bendungan Leuwi keris bukan masyarakat Tasik, Ciamis ataupun Banjar tetapi masyarakat di luar itu, akan terasa dampak negatif nya pasti akan di alami oleh masyarakat Tasik, masyarakat Ciamis, masyarakat Banjar, maka bersiaplah masyarakat di tiga kabupaten tersebut.. !, tandas Asep.
Lebih lanjut Asep Nurdin menjelaskan, banyak titik di Sepanjang DAS Citanduy dalam kondisi rawan dan perlu penanganan, baik rekayasa teknis ataupun penanaman pohon.
Menjadi angin segar BBWS Citanduy sebagai balai besar pengelolaan sungai. Bisa dipastikan banyak program rekayasa lingkungan di sepanjang DAS Citanduy, sehingga banjir dan longsor yang di akibatkan oleh air Citanduy, dapat di minimalisir.
Paguyuban Bale Rahayat dari tahun 2009 terlibat melakukan penanaman di bantaran Sungai Citanduy, tapi sampai sekarang Citanduy tetap banjir dan dangkal, jelasnya.
“BBWS Citanduy menggelontorkan uang ratusan milyar tiap tahunnya untuk melakukan pengelolaan DAS Citanduy, tetapi Citanduy tetap banjir dan longsor. Bale Rahayat menilai perlu adanya kesadaran kolektif dari semua stake holder baik yang berkuasa, masyarakat dipegunungan dan stake holder yang berkuasa di bantaran sungai. Pilkada serentak seyogyanya jadi solusi atas kondisi DAS Citanduy, tetapi tidak ada satu pasangan calon pun yang memiliki program berbasis DAS, program nyata pengelolaan DAS. Pilkada provinsi ataupun pilkada kabupaten/Kota”, jelas Asep.
Asep menegaskan, di Hari Bumi 22 April 2018 ini, Paguyuban Bale Rahayat sebagai ORMAS lingkungan hidup yang bernaung di Walhi Jabar menyatakan sikap:
yang pertama, semua pasangan calon dalam pilkada serentak untuk memiliki program nyata dalam pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Citanduy,
Kepada seluruh pemerintah daerah di Sepanjang DAS Citanduy untuk membuat sebuah peraturan agar tidak ada sampah yang di buang ke Sungai , baik yang berasal dari kegiatan industri ataupun rumah tangga, gerakan pengelolaan Citanduy harus menyentuh kegiatan dan aktivitas masyarakat sekitar DAS Citanduy, masyarakat yang melakukan aktivitas penambangan dan masyarakat yang beraktivitas pertanian di wilayah Bantaran sungai, kedua aktifas masyarakat itu harus jadi pokok bahasan dalam melakukan pengelolaan dan rehabilitasi DAS citanduy, BBWS Citanduy itu Bale besar untuk pengelolaan DAS Citanduy yang langsung memiliki anggaran dari kementerian, tentu di BBWS Citanduy terdapat banyak ahli lingkungan dan ahli teknis pengelolaan DAS. Paguyuban Bale Rahayat berharap BBWS Citanduy bukan tempat jual beli projek, bukan tempat ahli – ahli sulap dan sebagainya, tegas Asep Nurdin.
“Paguyuban Bale Rahayat sangat berharap BBWSC bisa meminimalisir dampak negatif DAS citanduy” ujarnya.
“Paguyuban Bale Rahayat mengajak semua masyarakat untuk merubah cara pandang terhadap sungai, sungai sebagai dapur rumah keluarga menjadi sungai sebagai halaman rumah.
Paguyuban Bale Rahayat memandang bahwa tanpa ada keterlibatan masyarakat dalam melakukan pengelolaan DAS, tidak akan berdampak apa-apa,tanpa ada keterlibatan aktif masyarakat, semua hanya kegiatan ceremonial publikatif”, pungkasnya.(Herman)