Banding, Korban Mafia Tanah di Blora Menang di Pengadilan Tinggi Semarang

oleh -
Banding, Korban Mafia Tanah di Blora Menang di Pengadilan Tinggi Semarang

BLORA – Korban mafia tanah di Blora, Sri Budiyono, menang di Pengadilan Tinggi Semarang. Putusan tersebut merupakan hasil banding atas putusan Pengadilan Negeri Blora Nomor 8/Pdt.G/2023/ PN.Bla yang memenangkan anggota DPRD Blora Abdullah Aminuddin dalam perkara mafia tanah.

Sri Budiyono menyebut mengetahui bahwa putusan Pengadilan Tinggi Semarang memenangkan pihaknya setelah adanya pemberitahuan dari akun e-Court Mahkamah Agung RI dan mendapatkan pemberitahuan melalui pesan WhatsApp. Dalam putusan Pengadilan Tinggi Nomor 397/PDT/2023/PT SMG.

Korban mafia tanah Blora, Sri Budiyono (kiri) menunjukkan salinan putusan Pengadilan Tinggi Semarang.

Disebutkan jika Majelis mengadili, pertama menerima permohonan banding dari para pembanding semula tergugat I dan tergugat II tersebut. Kemudian, membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Blora Nomor 8/Pdt.G/2023/ PN.Bla tanggal 12 September 2023 yang dimohonkan banding.

Serta mengadili, menolak gugatan penggugat untuk seluruhnya. menghukum terbanding semula penggugat untuk membayar biaya perkara dalam kedua tingkat peradilan, yang dalam tingkat banding ditetapkan sejumlah Rp150.000,00.

Baca Juga:  Dinilai Lamban, Penanganan Kasus Mafia Tanah di Blora Bisa Runtuhkan Kepercayaan Publik Terhadap Kinerja Aparat Penegak Hukum Polda Jateng

Sri Budiyono mengatakan bahwa pihaknya meyakini dalam proses perubahan nama Sertifikat Tanah miliknya menjadi milik Abdullah Aminuddin tidak sah di mata hukum/cacat hukum, karena dalam pembuatan Akta Jual Beli tidak secara prosedur aturan hukum dan UU (Undang – Undang).

Sehingga pihaknya yang kalah dalam perkara perdata di Pengadilan Negeri Blora mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Semarang.

“Jelas prosesnya melanggar ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata ,dan secara jelas tidak sesuai Putusan Mahkamah Agung RI No.2510 K/Pdt/1991”, jelasnya kepada awak media, Kamis (26/10/2023).

DPSP

Terlebih dalam proses pembuatan akta jual beli tanah itu tidak melibatkan pihak-pihak terkait, tidak ada saksi/ minimal 2 saksi, tidak dibacakan, tidak ada uraian para pihak, tanggal AJB 30 Desember 2020, tapi faktanya blangko AJB (akta jual beli) ditandatangani di Rutan tanggal 28 Agustus 2020.

Selain itu di dalam fakta persidangan perdata di PN Blora, ada saksi dari penggugat yang menguatkan pihaknya bahwa dalam Akta Jual Beli tersebut saksi menyebutkan belum ada identitas para pihak, obyek jual belinya belum ada, nilai jual belinya juga belum ada serta Tak ada klausal perjanjian jual beli.

Baca Juga:  Vonis Ringan Mafia Tanah, Putusan Hakim PN Manado Dipertanyakan

“Sehingga proses tersebut juga tidak sesuai dengan Pasal16, Pasal 38 UU No.2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris, serta Pasal 1457 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) dan Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria,” imbuhnya.

Sebelumnya diberitakan kasus mafia tanah itu bermula saat Sri Budiyono meminjam uang Rp 150 juta pada Abdullah Aminuddin dengan jaminan sertifikat tanah dan bangunan.

Dalam prosesnya, saat akan dilakukan pembayaran utang itu, sertifikat tanah sudah balik nama tanpa sepengetahuan korban.*

Comments

comments