Balai Litbang Agama Semarang Ungkap Hasil Penelitian, 42 Persen Mahasiswa LDK Setuju Khilafah

oleh -
Samidi Khalim dari Balai Agama Semarang saat memaparkan hasil penelitian. (foto/doc.arh)
Dr Samidi Khalim saat acara Seminar Hasil Penelitian tentang Pemahaman keagamaan dan transmisi ajaran agama di kalangan mahasiswa Islam dalam konstelasi kebangsaan. (foto/doc.arh)

Salatiga, [ Sorot Indonesia ] – Balai Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Agama Semarang mengungkapkan bahwa 42 persen mahasiswa aktifis Lembaga Dakwah Kampus (LDK) Perguruan Tinggi Umum lebih cenderung memilih khilafah. Diungkapkan oleh Ketua Tim Peneliti, Dr Samidi Khalim dalam Seminar Hasil Penelitian tentang Pemahaman keagamaan dan transmisi ajaran agama di kalangan mahasiswa Islam dalam konstelasi kebangsaan di Grand Wahid Hotel, Jalan Jenderal Sudirman No 2, Sidorejo, Kota Salatiga, Rabu (02/05/2018).

“Dari 688 responden, 42 persen menyatakan penerapan Khilafah sesuai dengan Indonesia, sedangkan 58 persen menyatakan tidak setuju,” kata Samidi dalam paparannya, “dan 93 persen menyatakan Pancasila tepat menjadi dasar Negara Indonesia, sedangkan 7 persen tidak setuju dengan Pancasila dan 51 persen menyatakan setuju penerapan Undang-undang dengan hukum Islam, sedangkan 49 persen menyatakan tidak setuju,” lanjutnya, “77 persen menyatakan bahwa Demokrasi tidak bertentangan dengan hukum Islam sedangkan 23 persen menyatakan sebaliknya,” ungkapnya.

Menanggapi temuan tersebut, Peneliti LP2M UIN Walisongo Semarang, Dr Rusmadi mengemukakan pendapatnya, bahwa hal tersebut merupakan penemuan yang menarik. Sebab, menurut ia, survey yang dilakukan lebih mengacu elektabilitas praktik keberagamaan sebagai bahan analisis. Sedangkan menurut Prof Dr Irwan Abdullah, kolaboratif research juga penting dilakukan. Ini, menurut dia, pemetaan yang luas, dengan data yang banyak dan lengkap. Bahkan, menyangkut keluarga, guru, dosen, dan kiai dalam penyampaian ajaran keagamaan.

Baca Juga:  Teguhkan Komitmen Pemuda Semarang Cegah Radikalisme-Terorisme

Lebih lanjut, ia memberikan kritik terhadap pola pembelajaran keagamaan yang masih transfer of knowledge. Menurutnya, pengetahuan keagamaan lebih condong diajarkan di rumah, masjid, dan lingkungan masyarakatnya. Sehingga, pola yang digunakan adalah share of knowledge sebagai paradigma pendidikan konstruktif. Hal ini, akan menunjukkan kecerdasan-kecerdasan yang dimiliki oleh mahasiswa. Lain itu ia berpendapat, bahwa cerminan dan praktik Islam yang ada saat ini adalah cerminan dari media. Yakni sebuah pola pemikiran dan popularitas agama berdasarkan media.

Baca Juga:  Elemen Masyarakat Minta Polri Tindak Tegas Kelompok Anti Pancasila dan NKRI

Diterangkan, penelitian diambil dari Perguruan Tinggi Umum di Jawa Timur, Jawa tengah, NTB, Kalimatan Barat, dan Kalimantan Tengah. (sorotindonesia.com/arh)

Comments

comments