Semarang [ Sorot Indonesia ] – Ketua FKPT Jateng, Dr. Drs. H. Budiyanto, SH, M.Hum., memberikan kritik terhadap pembangunan bangsa Indonesia. Diakui, dari sisi fisik Indonesia memang perlu mengejar ketertinggalan fasilitas yang ada. Namun di sisi lain, pendidikan sebagai proses mencetak Sumber Daya Manusia (SDM) perlu diperhatikan.
Menurutnya, SDM yang rendah tidak akan membuat infrastruktur yang dibangun awet, terjaga dengan baik. Sebaliknya, dengan adanya tingginya kualitas SDM akan men-support berbagai ketertinggalan yang harus dikejar. Demikian dikatakan dalam Ramadhan Ceria, yang dilaksanakan di Jalan Bukit Putri Ngesrep, Tembalang, Kota Semarang, Selasa (22/05/2018).
Budiyanto menegaskan, dalam pendidikan perlu ditekankan tentang ideologi kebangsaan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini, tidak lantas hanya secara tekstual hafal naskah Pancasila, lagu Indonesia Raya, dan sebagainya. Lebih dari itu, perlu dijiwai dan diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Indonesia dengan 4 Konsensus Dasar Kebangsaan menjadi pekerjaan rumah terbesar 20 tahun Reformasi. Ditegaskan, dengan iklim demokrasi yang bisa dinikmati oleh rakyat bukan lantas menjadikan pendidikan jauh dari pemahaman tentang pilar-pilar konsensus dasar kebangsaan tersebut.
Terkait upaya kongkrit menangani adanya aksi terorisme, pria yang pernah menjadi Ketua DPD KNPI Jateng ini menyatakan, “Mencegah itu lebih baik dari mengobati” tegasnya, “Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme menjadi solusi yang lebih humanis ketimbang pendekatan militer” imbuhnya, “era demokrasi ini memang berbeda dengan orde baru yang menggunakan pendekatan militer, orde baru ada petrus (penembak misterius) dalam mengantisipasi dini bahaya laten” terangnya menambahkan.
Menurutnya, pendekatan militer dengan menurunkan pasukan khusus membutuhkan kontrol tersendiri. Sebab, yang dihadapi adalah bangsa sendiri, bahaya laten. Jadi, pendekatan yang lebih lunak dengan melakukan deradikalisasi lebih diutamakan, “para jihadis memang menginginkan mati yang dianggap mereka syahid,” ucapnya, “jadi, pendekatan militer memang mereka harapkan untuk bisa baku tembak, bom dan sebagainya sebagai sarana menuju kesyahidan yang mereka persepsikan,” ujarnya.
Lebih lanjut, Pria yang juga menjabat Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Ikatan Alumni Universitas Negeri Semarang (DPP IKA UNNES) ini menekankan pentingnya pendidikan keluarga, “Kalau memang tidak ada aktifitas lain, ibu-ibu perlu mendampingi anak dalam belajar. Ibu di rumah jangan menjadi guru matematika, jangan menjadi guru bahasa Inggris, dan sebagainya,” ujarnya, “tapi mengajarkan pendidikan Agama, dan pendidikan karakter yang berkaitan dengan akhlak atau budi pekerti” tuturnya. Sehingga ketika anak itu keluar sudah menunjukkan karakternya sebagai bangsa Indonesia. Selain itu, Dosen FIS UNNES ini juga menasehati agar anak dijauhkan dari paham kekerasan.
Dia mencontohkan, para jihadis ini sudah mendidik anaknya untuk bercita-cita mati syahid. Fakta ini, menurutnya, menunjukkan bahwa peran keluarga dalam mendidik dan membentuk karakter seorang anak sangat efektif dan memberikan dampak besar bagi kehidupan anak. Lebih lanjut, dirinya menegaskan tentang pentingnya nilai-nilai yang perlu dibangun bagi pondasi karakter seorang anak. Menyoroti perkembangan bahasa populer, Mantan Kabid Ideologi dan Kewaspadaan Badan Kesbangpol Jateng mempersoalkan istilah zaman now ini sudah bermasalah. Sebab, kata dia, istilah tersebut menjadikan bangsa ini semakin jauh dari budaya dan bahasanya, “perkembangan istilah semacam ini akan menjauhkan bangsa ini dari identitas keIndonesiaannya,” pungkasnya. (sorotindonesia.com/arh)