Untuk ketiga kalinya WNI disandera yang diduga kuat dilakukan oleh kelompok bersenjata Abu Sayyaf dalam tiga bulan terakhir ini.
Jakarta—Menurut Menteri Luar Negeri Retno Marsudi di kantornya, Jumat (24/6) menjelaskan perihal penyanderaan tersebut bahwa penyanderaan terjadi di Laut Sulu, Filipina Selatan pada tanggal 20 Juni 2016, yaitu pertama sekitar pukul 11.30 (waktu setempat) dan kedua, sekitar 12.45 (waktu setempat). Ia mengatakan pada saat terjadi penyanderaan kapal membawa 13 ABK WNI, tujuh orang disandera dan enam orang lainnya dibebaskan. Saat ini keenam ABK yang dibebaskan dalam perjalanan membawa kapal tongkang Charles 001/TK Robby 152 menuju Samarinda.
“Penyanderaan terjadi di Laut Sulu dalam dua tahap. Pada 20 Juni 2016 sekitar pukul 11:30 dan 12:45 waktu setempat oleh dua kelompok bersenjata berbeda. Saat terjadi penyanderaan kapal membawa 13 ABK, tujuh ABK disandera dan enam lainnya dibebaskan,” ungkap Menteri Retno Marsudi.
3 Kali penyanderaan
Abu Sayyaf yang memiliki banyak faksi ini sebelumnya dua kali menyandera warga Indonesia menjadi anak buah kapal, yakni pada April dan Mei lalu.
Terakhir yang baru terjadi Tiga WNI disandera kelompok Abu Sayyaf ketika melewati perairan kawasan Felda Sahabat, Tungku, Lahad Datu Sabah, Negara Bagian Malaysia. Mereka adalah ABK pukat tunda LD/114/5S milik Chia Tong Lim berbendera Malaysia. Ke-tiga WNI dketahui WNI asal NTT (10/7/2016), penyandera sempat menghubungi pemilik kapal di Lahad Datu melalui WNI yang disandera itu. Mereka yang disandera diketahui bernama Theodorus Kopong, Emanuel, dan Lorens Koten yang diyakini berasal dari Flores Timur.
Abu Sayyaf merupakan sempalan dari kubu MILF (Barisan Pembebasan Islam Moro). Kelompok ini dibuat oleh Abdurrazak Abu Bakar Janjalani. Pada 23 Juli 2014, pemimpin Abu Sayyaf Isnilon Totoni Hapilon berbaiat kepada pemimpin ISIS Abu Bakar al-Baghdadi. Dua bulan kemudian, milisi mulai menculik warga asing demi menuntut uang tebusan.
Retno menegaskan pemerintah Indonesia mengecam keras terulangnya penyanderaan terhadap WNI oleh kelompok bersenjata di Filipina Selatan. Dia menambahkan Jakarta meminta kepada Manila untuk memastikan keamanan di wilayah perairan Filipina Selatan sehingga tidak mengganggu kegiatan ekonomi kawasan sekitar.
Tanggapan Panglima TNI
Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo mengatakan, Pemerintah Filipina seharusnya memberikan ijin agar TNI membebaskan 10 warga negara Indonesia yang disandera kelompok bersenjata Abu Sayyaf.
Jika tidak, Filipina akan merugi. Karena , kapal-kapal yang dihadang kelompok bersenjata tersebut merupakan kapal pengangkut batubara yang digunakan sebagai sumber tenaga listrik terbesar di Filipina.
Akibat banyaknya kasus penyanderaan, maka Pemerintah Indonesia pun tengah melakukan kajian kebijakan moratorium kapal-kapal itu. Artinya, kapal-kapal tersebut dilarang mengirimkan batubara ke Filipina untuk sementara waktu.
“Sekarang, biarkan saja Filipina mati lampu. Kan 96 persen batubara (bahan bakar penghasil listrik) Filipina dari kita, kok,” ujar Gatot di Kompleks Istana Kepresidenan di Jakarta, Senin (11/7/2016).
Saat ini, Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Perhubungan baru mengeluarkan himbauan agar kapal-kapal dagang Indonesia ke Filipina tidak melewati Laut Sulu, titik yang sering dijadikan tempat bagi kelompok bersenjata Abu Sayyaf untuk beraksi.
Ke depannya, bisa saja pemerintah memoratorium seluruh pengiriman batubara. Jika tidak diperbolehkan membebaskan sandera, lanjut Gatot, setidaknya TNI diperbolehkan mengawal kapal-kapal dagang dari Indonesia ke Filipina.
“Kalau memang ada ijinnya, prajurit saya dengan senang hati (mengawal kapal). Empat orang kek, lima orang kek. Kita tunggu saja berani apa enggak Abu Sayyaf itu ngambil (membajak dan menyandera),” ujar Gatot.
Saat ini, Gatot mengatakan, TNI menunggu keputusan Pemerintah Filipina soal pembebasan sandera WNI. TNI pun mendorong agar mereka dapat masuk dan membebaskan sandera.
Diberitakan, kelompok bersenjata menghadang kapal berbendera Malaysia di perairan Lahad Datu, Sabah, Malaysia. Kelompok itu menyandera tiga ABK warga Indonesia asal Nusa Tenggara Timur (NTT) yang bekerja di kapal itu. Lima penculik menenteng senjata dan berbicara dalam bahasa Melayu serta berlogat Sulu.
Menurut pantauan biro SII,sebelumnya TNI sudah menyiapkan pasukannya di pulau Tarakan untuk melakukan pembebasan sandera, namun sejauh ini masih menunggu perintah langsung dari Panglima TNI.
Tanggapan Pengamat Ideologi Islam
Hal senada disampaikan oleh Peneliti The Community Of Ideological Islamic Analyst Harits Abu Ulya berpendapat, pemerintah Indonesia harus bersikap lebih tegas dan keras terhadap pemerintah Filipina terkait penyanderaan warga negara Indonesia oleh kelompok Abu Sayyaf
Indonesia harus mengambil kebijakan, misal hubungan luar negeri atau perdagangan, yang mampu memaksa Filipina lebih bertanggung jawab atas aksi-aksi kelompok Abu Sayyaf
“Pemerintah Indonesia perlu lebih keras ke Filipina. Misalnya moratorium batu bara atau embargo produk perdagangan atau yang lainnya supaya Filipina lebih bertanggung jawab terhadap kelompok Abu Sayyaf dan perompak lain di sana,” ujar Harits melalui pesan singkat (12/7/2016).
Jika tidak demikian, Harits yakin pembajakan dan penyanderaan WNI akan terus berulang. Apalagi jika perusahaan tempat WNI yang disandera bekerja, memberikan uang tebusan seperti yang diduga pada kasus sebelumnya.
Harits juga meyakini upaya pembebasan WNI kali ini akan lebih sulit dari sebelumnya. Butuh energi ekstra mengingat perusahaan WNI yang disandera bukanlah perusahaan besar.
“Perusahaannya tidak besar dan tidak cukup uang untuk menebus. Sementara, di sisi lain pemerintah tidak akan mengeluarkan uang tebusan bagi warganya meski keselamatan adalah prioritas,” ujar dia.
Peristiwa penyanderaan ini, lanjut Harits, menunjukkan patroli bersama otoritas Malaysia dan Filipina belum maksimal.
Seharusnya, kasus ini menjadi momentum untuk memperkuat sinergiitas keamanan laut antar ketiga negara.
Sandera Dan Penyanderaan
Tiga WNI disandera kelompok Abu Sayyaf ketika melewati perairan kawasan Felda Sahabat, Tungku, Lahad Datu Sabah, Negara Bagian Malaysia. Mereka adalah ABK pukat tunda LD/114/5S milik Chia Tong Lim berbendera Malaysia.
Sebelum penyanderaan tiga WNI, tujuh anak buah kapal (ABK TB Henry) WNI lebih dulu disandera kelompok Abu Sayyaf di perairan Sulu, Filipina Selatan.
Penyanderaan itu terjadi pada Senin (20/6/2016). Selain membajak kapal, penyandera meminta tebusan sebesar Rp 60 miliar.
Sebelumnya, 10 WNI ABK kapal tunda Brahma 12 disandera kelompok Abu Sayyaf dan dibebaskan pada awal Mei 2016.
Selain itu, empat ABK kapal tunda Henry juga disandera kelompok yang sama. Keempatnya dibebaskan pada pertengahan Mei 2016. (Ll-bhq)