MANADO, sorotindonesia.com – Irjen Pol Purn Dr Ronny F. Sompie, S.H.,MH., saat kunjungan sosialisasinya ke Kabupaten Sangihe, berkesempatan menyambangi Komunitas Grup Musik Bambu Irama Karya, grup yang mengusung kesenian khas Nusa Utara, di Pahembang, Kecamatan Tahuna Timur.
Hal ini sebagai wujud kepeduliannya terhadap adat budaya, kesenian tradisional dan kearifan lokal yang terpelihara di bumi nyiur melambai sebagai bagian pelestarian kekayaan khas dari Sulawesi Utara.
Grup musik bambu Irama Karya yang diketuai oleh Silvret ini, diketahui terbentuk sejak tahun 2010 silam dan telah menorehkan prestasi membanggakan, diantaranya Juara I Festival Seni Budaya Nusa Utara Sinode Gereja Masehi Injili Sangihe Talaud (GMIST) pada tahun 2014 dan Juara III pada event yang sama pada tahun 2022, juga pernah didapuk mengikuti pekan kesenian di Bali pada tahun 2012.
Musik bambu ini sendiri adalah alat musik yang telah dimainkan turun temurun untuk penyembahan kepada Yang Maha Kuasa. Uniknya, musik ini menggunakan nada tritonik, seperti nada do, re, mi, dan suling yang biasa disebut bansi.
“Kita hari ini bertemu dengan Grup Musik Bambu Irama Karya Eneng Pahembang, Kecamatan Tahuna Timur, Kabupaten Sangihe. Mereka ini memainkan musik bambu melulu. Kalau kita lihat alat musiknya, memang terbuat dari bambu batik,” kata Ronny Sompie diawal keterangannya yang diunggah di akun media sosial pribadinya beberapa waktu lalu.

Diterangkan oleh Silvret, grup musik bambu yang dipimpinnya ini berawal dari keinginan dan dorongan para orang tua untuk pembentukannya sebagai upaya pelestarian.
“Berbagai upaya kami lakukan, sehingga kala itu didengar oleh Bapak Joni Mangundap (yang membantu),” ungkap Silvret.
Untuk jumlah personilnya, dijelaskan oleh Silvret, berkisar 40 orang. Kombinasi dewasa dan generasi muda.
“Personil grup musik ini sekitar 40 orang, tua dan muda,” jelasnya.
Saat ditanya tentang suka duka dalam membangun eksistensi Grup Irama Karya ini, dibeberkan oleh Silvret bahwa tantangannya sama banyak, suka maupun duka. Tetapi terus terjaga karena selama ini dilakukan dengan suka cita.
“Sukanya banyak, dukanya juga banyak yang lebih kepada tantangan,” kata Silvret.
Atas eksisnya kesenian musik bambu di Kabupaten Sangihe ini yang juga diwadahi dengan berbagai event yang diselenggarakan oleh pemerintah dan organisasi gereja, Ronny Sompie menyampaikan apresiasinya.
“Ya, saya apresiasi kepada warga setempat yang memang sangat menghargai kearifan lokal. Alat musik dibuat sendiri dari bahan-bahan yang ada di sekitar Sangihe, sehingga kesenian ini terus terpelihara,” ucap Ronny Sompie yang juga Ketua Dewan Pembina Kerukunan Keluarga Kawanua.*