JAKARTA – Dalam rangka mendukung terpenuhinya sistem keamanan pengadilan, Komisi Yudisial gelar kegiatan Diseminasi Laporan Hasil Observasi Pemetaan Penerapan Sistem Keamanan Persidangan dan Pengadilan berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 5 dan Nomor 6 Tahun 2020 tentang Protokol Persidangan dan Keamanan dalam Lingkungan Pengadilan dalam penanganan perkara Pemilu Tahun 2024.
Kegiatan tersebut dilaksanakan di salasatu auditorium hotel di Kota Bekasi, Selasa (3/9/2024), yang dihadiri oleh stakeholder terkait kepemiluan dan sejumlah narasumber penanggap, antara lain Kemenkopolhukam diwakili Kombes Mada Indra Laksanta (Kepala Bidang Intelijen Keamanan), Kemendagri diwakili oleh Ir Togap Simangunsong, M.App, Sc., (Plh Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum), Kapolri diwakili oleh Brigjen Pol Laksana, S.IK., (Kabiro Kerjasama KL Sops Polri), Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja, S.H., LLM., dan Ketua Mahkamah Agung yang diwakili Ketua Kamar Pidana Dr. Prim Haryadi, S.H., M.Hum., melalui zoom.
Metode kegiatan diseminasi ini menggunakan metode talkshow dan diskusi secara partisipatif.
Gambaran umum yang disampaikan oleh Komisi Yudisial sebagai narasumber, bahwa awal berdirinya Komisi Yudisial (KY) adalah bertugas untuk menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim. Namun, dalam praktik pelaksanaan tugas dan kewenangannya, selama ini KY dinilai lebih mengedepankan fungsi “menegakkan” kehormatan dan keluhuran martabat serta perilaku hakim dalam bentuk pengawasan perilaku dibandingkan dengan fungsi “menjaga” kehormatan dan keluhuran martabat hakim.
Adanya ketentuan Pasal 20 ayat (1) huruf e Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 tahun 2011 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial, maka fungsi menjaga kehormatan dan keluhuran martabat hakim mulai dirasakan.
Dicantumkannya rumusan pasal tersebut bertujuan untuk adanya mekanisme checks and balances pelaksanaan tugas dan wewenang KY dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat serta perilaku hakim. Dengan tugas ini, diharapkan KY dapat melaksanakan tindakan yang benar-benar menjunjung tinggi harkat dan keluhuran martabat dalam rangka mewujudkan hakim yang bersih, jujur, dan profesional.
Perlindungan terhadap hakim adalah mutlak, bukan semata untuk individu hakim tetapi jauh Jebih penting lagi yakni menjaga kewibawaan peradilan itu sendiri dari perbuatan yang merendahkan kehormatan dan keluhuran martabat hakim. Saat ini KY merumuskan pengaturan lebih lanjut tugas tersebut dalam Peraturan Komisi Yudisial No. 8 Tahun 2013 tentang Advokasi Hakim.
Peraturan tersebut merupakan turunan dari Pasal 20 Ayat (1) huruf e yang menyebutkan, dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat serta perilaku hakim, KY memiliki tugas mengambil langkah hukum dan/atau langkah lain terhadap orang perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang merendahkan kehormatan dan keluhuran martabat hakim. Dimana yang dimaksud dalam peraturan Advokasi Hakim dengan perbuatan merendahkan itu antara lain: (1) perbuatan yang mengganggu hakim dalam proses persidangan; (2) perbuatan yang mengancam keamanan hakim di dalam dan di luar persidangan; (3) perbuatan menghina hakim dan pengadilan.
Pendelegasian wewenang dan tugas di atas secara komprehensif telah diturunkan sebagai tugas Advokasi Hakim. Dalam pelaksanaan tugas tersebut, serta dalam rangka meminimalisir terjadinya perbuatan merendahkan kehormatan dan keluhuran martabat hakim, salah satu upaya yang dilakukan oleh Komisi Yudisial adalah mendorong peningkatan sistem keamanan terhadap hakim dan pengadilan.
Sejalan dengan hal tersebut, dalam perkembangannya Mahkamah Agung menyusun dan menerbitkan Peraturan Mahkamah Agung No. 5 dan Peraturan Mahkamah Agung No. 6 Tahun 2020 tentang Protokol Persidangan dan Keamanan Lingkungan Dalam Pengadilan pada akhir tahun 2020.
Dalam Perma tersebut ditemukan setidak-tidaknya 8 (delapan) unsur sistem keamanan pengadilan beserta indikatornya, yakni sebagaimana tabel dibawah ini:
Serta poin indikator terakhirnya adalah petanggungjawaban anggaran dan standar biaya pengamanan yang ditetapkan Sekertaris Mahkamah Agung.
Hasil Obeservasi Komisi Yudisial Terhadap Penerapan PEEMA Nomor 5 dan 6 Tahun 2020
Berdasarkan tabel di atas, sebagai upaya turut serta dalam meningkatkan sistem keamanan persidangan dan pengadilan, Komisi Yudisial melakukan observasi terhadap penerapan Perma No. 5 dan 6 Tahun 2020 yang difokuskan kepada infrastruktur penunjang sistem keamanan persidangan dan pengadilan.
Observasi ditujukan terhadap kondisi faktual dan melihat sejauh mana pengadilan telah menerapkan dan/atau melengkapi infrastruktur penunjang sistem keamanan dalam rangka persidangan perkara Pemilu di pengadilan.
Pemilihan Umum dan Pemilihan Kepala Daerah 2024 adalah peristiwa politik yang sangat penting dalam sejarah demokrasi Indonesia, yang melibatkan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, anggota legislatif, serta kepala daerah di seluruh wilayah Indonesia.
Dalam konteks ini, peran pengadilan menjadi sangat krusial, khususnya dalam menjamin pelaksanaan pemilu yang adil, transparan, dan bebas dari gangguan keamanan.
Sebagai lembaga yang bertugas menegakkan keadilan, pengadilan di seluruh Indonesia harus siap menghadapi berbagai tantangan keamanan yang mungkin timbul selama proses pemilu.
Komisi Yudisial, sebagai lembaga yang bertanggungjawab untuk menjaga dan menegakkan kehormatan serta keluhuran martabat hakim, telah melaksanakan observasi terhadap kesiapan pengadilan dalam hal keamanan menjelang Pemilu dan Pilkada 2024. Observasi ini dilakukan di berbagai wilayah, termasuk daerah dengan Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) yang tinggi, seperti Makassar, Medan, Ternate, dan lainnya.
Hasil observasi mengungkapkan beberapa temuan penting, antara lain :
– Koordinasi Keamanan:
Beberapa pengadilan telah melakukan koordinasi yang baik dengan pihak kepolisian, Bawaslu, dan instansi terkait lainnya, namun masih banyak pengadilan yang perlu meningkatkan koordinasi, terutama dalam perencanaan dan simulasi penanganan gangguan keamanan, Lemahnya koordinasi ini disebabkan salah satunya adalah karena tidak terdapatnya kesadaran akan kebutuhan pengamanan pengadilan selama proses pemilihan umum.
– Infrastruktur Keamanan:
Terdapat kekurangan dalam infrastruktur keamanan di banyak pengadilan, seperti minimnya fasilitas CCTV, metal detector, dan personel keamanan yang memadai.
– Sumber Daya Manusia dan Anggaran:
Kekurangan personel keamanan yang bersertifikasi serta terbatasnya anggaran khusus untuk pengamanan pemilu menjadi tantangan utama yang dihadapi oleh pengadilan dalam menjaga keamanan selama pemilu.
– Pengelolaan Risiko:
Pengadilan di berbagai wilayah menunjukkan kelemahan dalam pengelolaan risiko, dengan kurangnya skenario formal dan simulasi untuk menghadapi situasi darurat atau ancaman keamanan.
Hasil observasi akan menjadi data untuk Komisi Yudisial memetakan permasalahan yang dihadapi dalam penerapan sistem keamanan persidangan dan pengadilan serta menjadi bahan pertimbangan bagi Komisi Yudisial untuk melakukan advokasi kepada stakeholder lain terkait penerapan Perma No. 5 dan 6 Tahun 2020 dan memberikan rekomendasi pengamanan untuk perkara Pemilihan Kepala Daerah ataupun Pemilu selanjutnya.
Tujuan umum dari kegiatan diseminasi ini adalah untuk menyampaikan hasil pemetaan mengenai implementasi protokol persidangan dan keamanan yang diterapkan pengadilan dalam menangani perkara Pemilu di 2 (dua) lingkungan pengadilan, yakni PN dan PTUN berdasarkan Perma No. 5 dan 6 Tahun 2020 tentang Protokol Persidangan dan Keamanan dalam Lingkungan Pengadilan, sekaligus memberikan solusi dan rekomendasi.
Sedangkan tujuan khusus diseminasi ini adalah untuk menciptakan pemahaman yang sama mengenai pentingnya keamanan persidangan dan pengadilan serta meningkatkan pemahaman yang sama tentang pentingnya menjaga kehormatan dan keluhuran martabat hakim serta pengadilan melalui Perma Nomor § dan 6 Tahun 2020 tentang Protokol Persidangan dan Keamanan Dalam Lingkungan Pengadilan, khususnya pengamanan persidangan perkara Pemilu.****