Konflik ketegangan di perairan Laut China Selatan kembali memanas setelah kapal patroli TNI AL menembak kapal nelayan China, Jumat (17/06).
Pemerintah China melalui Kemenlu China menyampaikan protes resmi kepada pemerintah Indonesia atas insiden penembakan kapal nelayan Cina oleh kapal TNI Angkatan laut di perairan Natuna, Jumat (17/06) yang diklaim melukai seorang anak buah kapalnya.
Jakarta— Konflik di perairan Laut China Selatan kembali memanas di perairan natuna China menilai nelayannya menangkap ikan di perairan tangkapan ikan tradisional nelayan Cina yang disebut tumpang tindih dengan klaim Indonesia. Penembakan ini merupakan kali kedua dalam tahun ini. Kejadian pertama Maret 2016, di mana kapal penjaga pantai Cina sempat masuk ke perairan Indonesia menyerobot kapal nelayan China yang sudah digiring kapal patroli KKP.
TNI Angkatan Laut mengatakan pihaknya telah melepaskan tembakan peringatan kepada sejumlah kapal nelayan berbendera Cina yang dituduh mencuri ikan di perairan Indonesia di dekat kepulauan Natuna.
Laporan Dari China
Seperti dilaporkan Kantor berita Reuters, juru bicara Kementerian luar negeri Cina, Hua Chunying mengatakan bahwa kapal penjaga pantai Cina (China Coast Guard) telah menyelamatkan seorang nelayan yang terluka.
Situs resmi Kemenlu Cina menyebutkan nelayan itu kemudian dilarikan ke Provinsi Hainan untuk dirawat lebih lanjut.
TNI AL Bantah Tembak Nelayan Tiongkok
Laksamana Muda TNI, A Taufiq R selaku Panglima Armada Wilayah Barat membantah adanya nelayan China yang tertembak dalam penangkapan kapal ikan asing dan tujuh ABK-nya di perairan Natuna,Kepulauan Riau seperti diklaim oleh Kemenlu China bahwa ada satu nelayan yang terluka.
“satu orang tertembak itu omong kosong. Silakan dicek ke Natuna. Tujuh orang ini sehat, tidak ada yang tertembak,” kata Pangarmabar dalam jumpa pers tentang penangkapan kapal ikan China di perairan Natuna,Kepulauan Riau pada Jumat (17/6), di Mako Koarmabar, Jakarta Pusat, Selasa (21/6/2016).
“Tembakan peringatan iya, itu ke udara. Mereka tidak berhenti, asumsi kita mereka tidak dengar,” katanya.
Selanjutnya, TNI AL kembali mengeluarkan tembakan dan diarahkan ke depan kapal untuk mengenai air atau splash. Alhasil, kapal tersebut baru berhenti usai mendapat peringatan tersebut. “Kita tembak splash di air, di depan kapal,” tandasnya.
Dia menegaskan penembakan tersebut tidak menyalahi aturan. “Sesuai prosedur, karena kita berdaulat hukum internasional dan termasuk hukum Indonesia,” kata Taufiq.
Taufiq menjelaskan, mulanya di laut Natuna yang merupakan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia terlihat ada kapal yang beriringan. Kapal penjaga perairan kemudian melakukan pengecekan.
“Kapalnya beriringan, kemudian kita pakai pesawat menemukan kontak-kontak yang mencurigakan. Kita cek ternyata di situ ada beberapa kapal milik China,” papar Taufiq.
Ia menjelaskan, bahwa satu dari 12 kapal ikan nelayan China berhasil ditangkap di perairan Natuna karena terbukti melakukan illegal fishing. “Setelah terdeteksi tadi, kita mendekat dan mereka lari. Yang 11 (kapal) ini lari cepat karena dia enggak menyebar jaring,” kata Taufiq.
Satu kapal nelayan China yang ditangkap, lanjut Taufiq, sedang melakukan pencurian ikan. Hal itu jelas merupakan pelanggaran hukum karena mencuri ikan di wilayah perairan Indonesia.
“Yang satu ini kita tangkap karena dia lagi nyebar jaring. Maka saya bilang kalau enggak nyari ikan, ya enggak masalah. Kapal perang pun kalau mau lewat situ enggak apa-apa kalau enggak
ambil ikan,” ucapnya.
ZEE Indonesia.
Zona Ekonomi Eklusif atau ZEE adalah zona yang luasnya 200 mil laut dari garis dasar pantai, yang mana dalam zona tersebut sebuah negara pantai mempunyai hak atas kekayaan alam di dalamnya, dan berhak menggunakan kebijakan hukumnya, kebebasan bernavigasi, terbang di atasnya, ataupun melakukan penanaman kabel dan pipa. Lengkapnya, Selaras dengan ketentuan pasal 2 UU ZEE yang menyatakan bahwa ZEE Indonesia adalah jalur di luar dan berbatasan dengan laut wilayah Indonesia sebagaimana ditetapkan berdasarkan undang-undang yang berlaku tentang perairan Indonesia yang meliputi dasar laut, tanah di bawahnya dan air di atasnya dengan batas terluar 200 (dua ratus) mil laut diukur dari garis pangkal laut wilayah Indonesia, maka pada pasal 55 UNCLOS 1982, tidak secara menonjol terdapat perbedaan. Bahkan terlihat bahwa konsepsi yang ada dalam UU ZEE merupakan konkretisasi dari ketentuan pasal 55 UNCLOS 1982. disamping itu telah tercakup pula ketentuan lebar laut tertitorial yang diatur pasal 57 UNCLOS 1982 dalam ketentuan pasal 2 UU ZEE ini.
Sikap Tegas Indonesia Dalam Penegakkan Kedaulatan Laut.
Insiden di Natuna selama ini berupa penangkapan terhadap kapal nelayan China adalah sebagai sikap tegas Pemerintah Indonesia dalam menegakkan hukum kedaulatannya di laut. Tindakan tersebut merupakan upaya Penegakkan hukum nasional dan bukan tindakan permusuhan terhadap negara lain sebagaimana yang tertuang di dalam Unclos 1982 (The United Nations Convention on the Law of the Sea) atau Kovensi internasional tentang hukum laut dan UU nomor 5 tahun 1983 tentang ZEE Indonesia.
Peran Diplomasi
Kejadian illegal fishing maupun penerobosan wilayah ZEE Indonesia sering dilakukan oleh negara China. Semestinya pemerintah China berterimakasih bahwa pihak Indonesia tidak langsung menenggelamkan kapal beserta ABK nya yang sudah jelas bahwa mereka memasuki wilayah yurisdiksi nasional Indonesia tanpa ijin dan dengan serta merta melakukan tindakan illegal fishing.
Peran diplomasi oleh kedua negara sangat diperlukan untuk mendinginkan suasana ketegangan yang terjadi, bukan dengan cara protes keras seperti yang di kirimkan oleh pemerintah China kepada Indonesia. Karena sudah jelas pihak China akan kalah apabila masalah natuna di bawa sampai kepada ranah Mahkamah Internasional.
tim.SII