Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Wajib Tunduk dan Taat Terhadap Aturan

oleh -
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Wajib Tunduk dan Taat Terhadap Aturan

Pasca Penyampaian Aspirasi yang dilakukan pada hari Kamis, tanggal 06 Januari 2022 yang merupakan lanjutan penyampaian aspirasi sebelumnya oleh berbagai elemen masyarakat di Kapubaten Garut yang tergabung dalam D’Ragam, ada hal yang sangat penting dan ini fakta yang mengonfirmasi tentang adanya dugaan pelanggaran atas Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana diatur dalam Pasal 76 Ayat (1) huruf a, b, c, d dan e, salah satunya ketika D’Ragam mendatangi Kantor BJB Cabang Garut dan melakukan Audiensi dengan Pimpinan Cabang BJB & Jajarannya.

Dalam uudiensi antara D’Ragam dengan Pimpinan BJB Cabang Garut tersebut terkonfirmasi bahwa benar BJB Cabang Garut telah memberikan Fasilitas Kredit dengan Plafond sebesar Rp 16 Milyar kepada debitur PT. Medika Medina Gunawan dan saat ini Outstandingnya sebesar Rp. 14 Milyar, yang sangat penting dari konfirmasi Pimpinan BJB tersebut adalah asset yang dijadikan agunan/jaminan atas fasilitas kredit tersebut adalah atas nama Rudy Gunawan yang saat ini sebagai Bupati Garut. Dari sini timbul pertanyaan apa urusannya Rudy Gunawan Menjamin Fasilitas Kredit an. PT. Medika Medina Gunawan dan pihak BJB pun pasti tidak akan merealisasikan Kredit tersebut kalau (Rudy Gunawan Bupati Garut) tidak masuk sebagai pengurus yang ada dalam Akta PT. Medika Medina Gunawan (baik sebagai Komisaris maupun Direksi). Kemudian dari sinilah kuat dugaan Bupati Garut Melanggar Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah Pasal 76 Ayat (1) huruf C. Yaitu “Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dilarang menjadi pengurus suatu perusahaan, baik milik swasta maupun milik negara/daerah atau pengurus Yayasan bidang apapun.

Kemudian konsekwensi dari pelanggaran Pasal 76 Ayat (1) huruf c dikenai sanksi pemberhentian sementara selama 3 (tiga) bulan oleh Presiden untuk gubernur dan/atau wakil gubernur serta oleh Menteri untuk bupati dan/atau wakil bupati atau wali kota dan/atau wakil walikota.

Sedangkan BJB sebagai Bank Umum yang sudah Go Publik seharusnya tetap mengedepankan Prudential Regulation Banking. Dalam pemberian fasilitas kredit ini mencul berbagai pertanyaan yang sangat mendasar dalam melakukan analisis kelayakan usaha calon debitur dalam mendapatkan fasilitas kredit antara lain; Bahwa PT (Perseroan Terbatas) sebagai entitas Badan Hukum (Subjek Hukum Mandiri / Artificial Person) sebagai calon debitur tentu harus mempunyai track record yang jelas dalam menjalankan usahanya minimal 3 (tiga) tahun yang bisa dibuktikan dengan aktivitas mutasi rekening koran di perbankan dengan posisi positif, hal ini penting umtuk menilai kemampuan perusahaan tersebut dalam membayar kewajiban kepada bank.

Bahwa PT. sebagai entitas Badan Hukum (Subjek Hukum Mandiri / Artificial Person) sebagai calon debitur tentu harus mempunyai asset atas nama PT. itu sendiri yang mencukupi sebagai agunan dalam suatu pemberian kredit oleh perbankan sebagaimana persyaratan minimal (110 persen) diatas nilai kredit yang diberikan, kalau PT. tersebut tidak mempunyai asset yang cukup ya berarti dugaan pelanggaran pemberian kredit oleh pihak bank juga terjadi. Karena sifat badan hukum itu sendiri terpisah dari asset-asset/harta milik pribadi pengurus yang juga sebagai pemegang saham.

Bahwa Dalam pemberian fasilitas kredit kepada pihak yang terafiliasi dengan Bupati Garut patut diduga syarat dengan kepentingan menguntungkan diri sendiri, keluarga, kroni dan golongan tertentu.

Bahwa kuat dugaan Kerjasama yang dilakukan oleh Pemda Garut dengan PT. Medika Medina Gunawan terkait anggaran BTT untuk penanggulangan covid 19 adalah untuk memperkuat posisi pendapatan perusahaan terutama untuk mengembalikan kewajiban ke BJB, dan ini dilakukan jelas-jelas melanggar Pasal 76 Ayat (1) huruf a “Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dilarang membuat keputusan yang secara khusus memberikan keuntungan pribadi, keluarga, kroni, golongan tertentu”

DPSP

Bahwa atas hal-hal tersebut diatas kiranya perlu dilakukan koreksi atas berbagai kebijakan yang tidak sesuai untuk kemajuan dan kesejahteraan masyarakat Kabupaten Garut.

***

Oleh : Dr. Drs. CECEP SUHARDIMAN, SH., MH
Dosen Pascasarjana Ilmu Hukum
Universitas 17 Agustus 1945 (UTA’45 Jakarta)

Comments

comments