Ini Penjelasan Badan Geologi Terkait Semburan Air Bercampur Gas di Pasirlaja Bogor

oleh -
Ini Penjelasan Badan Geologi Terkait Semburan Air Bercampur Gas di Pasirlaja Bogor

BANDUNG, sorotindonesia.com – Semburan air dan gas setinggi kurang lebih 20 meter dari aktifitas pengeboran air tanah yang menggegerkan warga di Kampung Leuwi Kotok, Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, pada Rabu (11/10/2023) sore, mendapat tanggapan dari Badan Geologi Kementerian ESDM.

Semburan yang muncul berbau mirip gas LPG setelah pengeboran memasuki kedalaman sekitar 120 meter yang awalnya untuk mencari sumber air bersih.

“Munculnya beberapa semburan air bercampur gas pada sumur bor masyarakat secara geologis merupakan fenomena geologi yang umum, seperti yang terjadi di berbagai wilayah di Indonesia. Gas tersebut berdasarkan atas referensi umumnya merupakan gas biogenik yang sering muncul di rawa atau sawah, sehingga disebut gas metan sawah atau gas metan rawa, sesuai yang telah diidentifikasi oleh PGN,” jelas Plt Kepala Badan Geologi, M. Wafid, pada keterangan tertulisnya, Jumat (13/10/2023).

Baca Juga:  MAGMA Badan Geologi Masuk TOP 99 KIPP Tingkat Nasional 2017

Menurutnya, gas tersebut dihasilkan dari aktifitas dekomposisi material organik pada suatu rawa-rawa di masa lampau. Gas tersebut di bawah permukaan akan terakumulasi dan tertangkap pada kantong-kantong dengan sebaran yang relatif tidak luas. Umumnya terperangkap pada lapisan sedimen yang berumur muda (berumur <10.000 tahun) dan muncul ke permukaan sebagai semburan biasanya akibat tertembusnya lapisan perangkap gas tersebut pada kedalaman tertentu.

“Melihat dari kejadian-kejadian serupa sebelumnya, kejadian semburan air bercampur gas tersebut umumnya relatif tidak lama, yaitu sekitar satu hingga dua bulan,” ujar Wafid.

Baca Juga:  Kementerian ESDM Gelar Forum Geologi Tata Lingkungan Nasional Tahun 2024

Hal tersebut, lanjutnya, sangat memungkinkan berdasarkan atas kondisi geologi lokasi munculnya semburan gas bercampur air tersebut yang berada pada Kipas Alluvium, tersusun atas lempung, lanau, batu pasir, kerikil, dan kerakal. Batuan tersebut terbentuk oleh aktivitas sungai yang berasosiasi dengan rawa-rawa. Dekomposisi material organik terjadi pada tumbuh-tumbuhan yang hidup pada ekosistem rawa untuk kemudian seiring berjalannya waktu geologis akan tertimbun oleh material sedimen.

“Badan Geologi melalui Pusat Air Tanah dan Geologi Tata Lingkungan berencana akan melakukan kunjungan lapangan pada lokasi semburan tersebut untuk dilakukan pengukuran sifat kimia-fisika air di lapangan dan analisis hidrokimia di laboratorium,” pungkasnya.***

DPSP

Comments

comments