BANDUNG – Pagi ini, Rabu (17/7) pukul 06:39:32 WIB gempa dengan magnitudo (M 5,6) pada kedalaman 10 km mengguncang Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) dan sekitarnya. Selain tidak memicu gelombang tsunami, kejadian gempa bumi ini juga tidak berpotensi mengakibatkan terjadinya bahaya sesar permukaan, bahaya ikutan (collateral hazard) berupa retakan tanah, penurunan tanah, gerakan tanah dan likuefaksi.
“Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menginformasikan pagi ini telah terjadi gempa bumi di sebelah timur Kota Bitung, Sulawesi Utara. Gempa dengan magnitudo (M 5,6) pada kedalaman 10 km tersebut diperkirakan terjadi akibat aktivitas zona penunjaman ganda Punggungan Talaud – Mayu dengan mekanisme sesar naik yang berarah relatif utara – selatan,” terang Kepala Badan Geologi Muhammad Wafid, Rabu (17/7/2024).
Sumber gempa bumi ini sambung Wafid telah beberapa kali mengakibatkan bencana berupa kerusakan bangunan. Berdasarkan catatan BG kejadian gempa bumi merusak terakhir di daerah ini terjadi pada tanggal 22 Januari 2022 dengan magnitudo (M 6,1) pada kedalaman 12 km.”Pantai bagian timur Sulawesi Utara tergolong rawan tsunami, dengan potensi tinggi tsunami di pantai mencapai sekitar 3,5 m hingga 10,6 m,” ujar Wafid.
Wafid mengungkapkan, berdasarakan data Badan Geologi, sebaran permukiman penduduk yang terlanda guncangan gempa bumi terletak pada Kawasan Rawan Bencana (KRB) gempa bumi menengah hingga tinggi. Kejadian gempa bumi ini tidak menyebabkan tsunami meskipun lokasi pusat gempa bumi terletak di laut, juga diperkirakan tidak mengakibatkan deformasi bawah laut yang dapat memicu terjadinya tsunami.
Wafid meminta masyarakat diimbau untuk tenang, mengikuti arahan serta informasi dari petugas BPBD setempat, waspada dengan kejadian gempa bumi susulan, dan jangan terpancing oleh isu yang tidak bertanggung jawab mengenai gempa bumi dan tsunami. “Oleh karena daerah Sulawesi Utara dan pantai bagian timurnya tergolong rawan gempa bumi dan tsunami, maka harus ditingkatkan upaya mitigasi melalui mitigasi struktural dan mitigasi non struktural,” tutup Wafid.***