KETAPANG – Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan salah satu kebutuhan energi penting dalam pergerakan dan aktivitas masyarakat. Pada proses pengadaan dan penyalurannya diatur oleh pemerintah melalui sejumlah perangkat kerja serta regulasi dan kebijakan mulai dari lintas kementerian, BUMN, pemerintah daerah, hingga kemudian ujung tombaknya adalah SPBU yang menyalurkan berbagai jenis BBM sampai dengan BBM tersebut diterima masyarakat sebagai konsumen pengguna disesuaikan dengan kebutuhannya.
Menarik untuk dicermati, di Kalimantan Barat, di sejumlah kabupaten kita akan menemukan penyaluran BBM ini menggunakan mobil bak terbuka berisi drum yang turut antri dan mengisi BBM Khusus Penugasan (Pertalite) dan kemudian diisi ke dalam drum. Padahal untuk jenis BBM khusus penugasan ini cukup ketat, akan tetapi publik belum banyak yang mengetahui atau memahami implementasi baik regulasi maupun praktiknya di lapangan.
Pewarta sempat ke lapangan dan melihat langsung hal seperti itu di Kabupaten Ketapang, khususnya di SPBU Kecamatan Sungai Laur, (24/7/2024). Menurut informasi dari masyarakat sekitar, praktik yang serupa juga dilakukan oleh SPBU di kecamatan lainnya.
Mengonfirmasi hal tersebut, saat menghubungi pihak Hiswana Migas Kabupaten Ketapang melalui sambungan pesan whatsapp, direspon oleh Soedirman selaku sekertaris. Menurutnya, penyaluran BBM khusus penugasan atau pertalite menggunakan drum harus didasarkan surat rekomendasi yang bersandar pada peraturan BPH Migas tahun 2023.
“Sesuai Peraturan BPH Migas tahun 2023,” jawabnya, singkat. Saat ditelusuri, ditemukan Peraturan BPH Migas yang berkaitan dengan Surat Rekomendasi pembelian bahan bakar jenis tertentu dan bahan bakar jenis penugasan.
Kemudian pewarta menemui pengelola SPBU Sungai Laur, Fahmi, dikatakannya bahwa SPBU Sungai Laur melayani penyaluran pertalite menggunakan drum untuk tujuan akhir kepada konsumen pengguna, tapi itu diberikannya berdasarkan surat rekomendasi.
“Iya, kami melayani penyaluran BBM pertalite menggunakan drum disesuaikan dengan permintaan surat rekomendasi,” kata Fahmi.
Surat rekomendasi yang dikatakan oleh Fahmi ini, datang dari sejumlah kepala desa dan juga camat.
“Untuk yang menggunakan drum ini, disediakan jalur antrian khusus, sehingga tidak mengganggu antrian pengendara lainnya,” tambah Fahmi.
Muncul persepsi jika SPBU melayani penyaluran BBM khusus penugasan menggunakan drum akan menghabiskan stok dengan segera, sehingga pengendara lain akan mengalami kesulitan.
Menanggapi pertanyaan tersebut, dijawab oleh Fahmi bahwa pihaknya memprioritaskan stok kebutuhan BBM pertalite ini untuk pelanggan yang antri di SPBU, sedangkan yang mengisi drum menyesuaikan.
“Alhamdulillah, stok khususnya BBM pertalite sejauh ini untuk masyarakat Kecamatan Sungai Laur selalu terpenuhi. Jam operasional kami pun saat ini buka setiap hari dari sekitar jam 06.00 sampai jam 16.30 WIB, kecuali hari Minggu buka sampai jam 13.00 WIB,” terangnya.
Camat Sungai Laur Ikut Angkat Bicara
Pewarta berkesempatan bertemu dengan Camat Sungai Laur Kabupaten Ketapang, Remanus Romawi, S.E.,M.A.P., di ruangan Kantor Kecamatan Sungai Laur, untuk meminta tanggapan terkait keberadaan SPBU di wilayah kerjanya.
Dijelaskan oleh Remanus, Kecamatan Sungai Laur saat ini memiliki luas wilayah sekitar 16.000 Km2 yang terbagi menjadi 19 desa dengan jumlah penduduk sekitar 20.000 jiwa. Mata pencaharian rata-rata petani ladang.
“Secara keseluruhan luas wilayah Kecamatan Laur sekitar 16.000 km2, terbagi menjadi 19 desa, yang tersebar di sepanjang sungai. Ada juga pemukiman masyarakat yang masuk ke pedalaman, seperti Desa Kepari, Desa Lanjut Mekar Sari dan Desa Tanjung Maju. Rata-rata mata pencaharian masyarakat dari hasil hutan atau ladang,” jelas Remanus Romawi.
Dengan potensi kecamatan demikian, hadirnya SPBU yang sudah melayani hampir satu dekade di Sungai Laur, Remanus dan masyarakat mengaku sangat terbantu.
“Kehadiran SPBU di Sungai Laur ini sangat membantu masyarakat, dengan adanya pangkalan itu juga sangat membantu. Bayangkan saja ada kampung yang jaraknya sekitar 50 Km dari sini dengan kondisi jalan yang belum aspal. Jika masyarakat datang ke SPBU untuk mengisi tangki motornya saja misalnya, kemungkinan akan habis di jalan saat kembali ke kampungnya, karena SPBU juga tidak melayani pembelian minyak menggunakan jerigen,” kata Remanus yang rajin berkunjung ke desa-desa di wilayah kerjanya.
Menurutnya, surat rekomendasi yang dibuatnya atau oleh kepala desa yang ditujukan kepada SPBU, semata-mata agar masyarakat bisa memanfaatkan BBM pertalite dengan harga terjangkau untuk mesin motor dan alat kerja serta aktifitas perekonomian disesuaikan dengan mayoritas mata pencaharian warganya dari hasil bumi dan hasil hutan.
Ia bahkan memiliki kekuatiran jika suplai pertalite ke pangkalan untuk warga masyarakat pelosok tertunda atau terhenti, pasalnya dapat menimbulkan dampak terhadap sendi kehidupan yang lain.
“Saya melihat tidak ada potensi penimbunan minyak dari rekomendasi tersebut, karena stok habis hari itu juga, dan sejauh ini tidak ditemukan adanya penyimpangan-penyimpangan. Setiap masyarakat membutuhkan, minyak tersedia, tidak langka, terutama di desa-desa di dalam sana. Kalau pangkalan atau drum itu disetop, justru kita resah, karena mulai dari sembako dan harga minyak tentu akan naik. Jadi, dengan diantar kesana oleh pangkalan, ini sangat membantu sekali. Saya kira melihat kondisi geografis dan infrastruktur jalan, maka pola seperti itu (rekomendasi) masih diperlukan, selama dari seluruh stakeholder terkait belum ada solusi yang lebih baik. Meski begitu, harus tetap sama-sama ikut mengawasi agar tepat sasaran dan untuk tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” terangnya.
Namun ketika diinformasikan jika penyaluran BBM pertalite menggunakan drum banyak disoroti oleh sejumlah pihak karena dinilai menyalahi aturan dan bahkan menjadi bahan oleh oknum tidak bertanggungjawab untuk menekan SPBU dengan tujuan keuntungan pribadi, Camat Sungai Laur menanggapinya bahwa itu bukanlah langkah pemecah masalah.
“Saya kira bila ada pihak yang menyorotinya secara kurang bijaksana, itu adalah bentuk ketidaksenangan yang tidak masuk akal. Jumlah penduduk Laur ini lebih dari 20.000 jiwa, sekarang pergerakan orang itu menggunakan transportasi sepeda motor, dan bila ke pelosok sepeda motor yang dipakai kapasitas mesinnya kan tidak irit BBM (motor >100 cc). Jadi, menurut saya tidak ada salahnya (disuplai menggunakan drum), karena mempertimbangkan sisi kemanusiaan dan efisiensi. Kalau ada yang berkenan berkunjung misalnya ke Merabu (kawasan hulu), ayo bisa ikut saya. Tapi kalau musim kemarau, sungai surut, bisa lewat jalan darat namun kondisi jalannya kurang bagus dan berdebu. Jadi, akan lebih bagus jika dicarikan win win solution,” pungkasnya panjang lebar.
Ini Kata Ketua DAD (Dewan Adat Dayak) Sungai Laur
Dari pendapat tokoh adat yang juga selaku tokoh masyarakat, pewarta menemui narasumber Ketua DAD (Dewan Adat Dayak) Sungai Laur, Jimmy Bidayu.
Hiruk pikuk penyaluran BBM bersubsidi menggunakan drum dari SPBU ke masyarakat, menurut Jimmy harus melihat segala aspek agar bisa jernih menyikapinya. Jangan hanya melihat dari aspek hukum saja, aspek ekonomi saja, tapi juga aspek keadilan masyarakat.
“BBM bersubsidi kan targetnya adalah peningkatan produktivitas perekonomian dan kesejahteraan masyarakat,” ucapnya.
Jimmy mengatakan bahwa persoalan penyaluran BBM khusus penugasan itu untuk masyarakat yang jauh dari SPBU adalah persoalan klasik, sebut saja yang rentang waktunya dekat adalah premium dan kini pertalite.
“Tempo hari pernah Kapolda Kalbar memerintahkan atau melarang penyaluran BBM subsidi menggunakan jerigen atau drum. Nah, SPBU Sungai Laur ikuti aturan itu, menghentikan penyaluran BBM subsidi menggunakan drum untuk masyarakat di dalam dan hulu,” ujarnya.
Akibat penghentian suplai tersebut, lanjut Jimmy, mulai timbul keresahan di masyarakat hingga mendatangi SPBU.
“Begini, dulu masyarakat pernah datang ke rumah, katanya mau demo SPBU, saya tanya mau demo tentang apa? nda bisa jual pakai jerigen. Masa katanya (petugas SPBU) mau beli minyak harus pakai motor kesini. Kalau dari hulu sana pakai motor kesini, pulang pergi habis lah minyak itu, tidak bisa untuk ke ladang, tidak bisa untuk kerja, hanya untuk mesin motor saja. Lalu menuduh SPBU yang tidak-tidak,” ujar Jimmy menceritakan pengalamannya.
“Saya bilang, di SPBU itu mau ‘mandi’ minyak pun bisa, minyak itu banyak tapi masalahnya tidak bisa beli pakai drum atau jerigen, karena perintah Kapolda, takutnya diselewengkan kemana mana. Lalu masyarakat bilang minyak itu tidak diselewengkan kemana pun. Drum itu pun ada batasnya, habis oleh masyarakat buat dipakai mesin motor, alat kerja, alat pertanian, tidak pernah sisa. bukan ditimbun,” bebernya.
Melihat kegelisahan masyarakat tersebut, akhirnya Jimmy Bidayu bermusyawarah dengan Kapolsek Sungai Laur selaku jenjang komando Polri di tingkat kecamatan untuk disampaikan ke jenjang Polres hingga Kapolda agar mempertimbangkan kembali perintah atau kebijakannya dengan melihat berbagai aspek.
“Kita jelaskan minyak (pertalite) di masyarakat terus naik dan tembus harga lebih dari Rp 15 ribu/liter, dan masyarakat mau demo. Karena aturan perintah larangan penyaluran BBM menggunakan drum ini ditegaskan Kapolda, yang jelas bawahannya di kecamatan ini kan bapak kapolsek, saya bilang demo ini diarahkan kesana,” terang Jimmy.
Namun Jimmy mendapat penjelasan untuk menyurat ke Polres Ketapang. “Kita diarahkan buat surat dulu ke Polres. Nah, tapi setelah beberapa hari menunggu, tidak ada jawaban, masyarakat jadi semakin gelisah karena sudah semakin susah. Jadi solusi oleh pak camat untuk bikin surat rekomendasi, dari kita DAD juga kecamatan lalu kasihkan ke bos SPBU bahwa di daerah kita ini kesulitan minyak karena aturan dari Kapolda itu tadi. Dan minyak ini nda pernah kita selewengkan ke tambang atau industri. Tapi untuk kebutuhan perekonomian mereka. Dan akhirnya direspon,” tandas Jimmy.
Menariknya, Jimmy pun prihatin atas gangguan dari oknum yang kerap datang akhir-akhir ini ke SPBU dengan ‘menodongkan‘ berbagai pasal.
“Akhir-akhir ini saya juga dengar SPBU resah karena ada banyak oknum datang. Tujuan mereka mungkin keuntungan atau lain-lain, saya tidak paham. Padahal itu tadi, harus lihat berbagai aspek, mereka bisa lihat sekalian kondisi disana (masyarakat kawasan hulu) bagaimana, siapa tahu beritanya nanti bisa membantu masyarakat kita disana dan menemukan solusi,” tutupnya.***