JAKARTA – Dekrit Rakyat Garut Menggugat (D’RAGAM) yang merupakan aliansi dari sejumlah elemen masyarakat, menindaklanjuti agenda aksinya dengan mendatangi Kantor KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dan Kemendagri (Kementerian Dalam Negeri) di Jakarta untuk menyampaikan aduan dan laporan terkait kiprah Bupati Garut, Rudy Gunawan.
Diungkapkan oleh Rohimat selaku perwakilan D’Ragam dari elemen masyarakat LSM PMPRI bahwa aksi yang dilakukan di KPK untuk menyampaikan aduan atas dugaan Bupati Garut telah menyalahgunakan wewenang dan nepotisme dalam hal penunjukan klinik dan Rumah Sakit Medina yang merupakan milik keluarga Bupati Garut sebagai rumah sakit darurat atau rujukan bagi penderita Covid-19.
“Kawan-kawan yang ke KPK menyampaikan surat pengaduan masyarakat atas dugaan penyalahgunaan wewenang dan nepotisme sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Di sana termaktub bahwa kepala daerah dilarang membuat keputusan yang secara khusus memberikan keuntungan pribadi, keluarga, kroni, golongan tertentu, atau kelompok politiknya yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” kata Rohimat, (13/1/2022).

“Tahun 2020 kan Pemda Garut melalui bupati bekerja sama dengan Rumah Sakit Medina yang kita tahu rumah sakit itu adalah milik keluarganya. Itu kan dilarang oleh Undang-Undang. Bupati Garut, H. Rudy Gunawan, bagian dari Rumah Sakit Medina. Ini dibuktikan dengan keterangan dari Bank Jabar Banten (bjb) bahwa H. Rudy Gunawan selaku bupati merupakan pemilik agunan yang menjamin pinjaman perusahaan keluarganya yakni PT Medika Medina Gunawan,” ungkapnya.
Setelah selesai dari KPK, tim ini mendatangi Kemendagri (Kementerian Dalam Negeri) untuk menyampaikan surat permohonan pemberhentian Bupati dan Wakil Bupati Garut kepada Menteri Dalam Negeri.
“Alasan permohonan pemberhentian didasarkan pada dugaan ketidakpatuhan Bupati dan Wakil Bupati Garut terhadap peraturan perundangan atas dugaan KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme) dan pelanggaran sumpah janji. Ini kita tempuh karena kita menganggap DPRD Kabupaten Garut tidak sigap dan serius menanggapi aspirasi serta tuntutan kita melalui hak-haknya, termasuk hak menyatakan pendapat untuk memakzulkan bupati dan wakilnya. Pemerintah pusat melalui Menteri Dalam Negeri memiliki kewenangan untuk memberhentikan kepala daerah yang dianggap melanggar Undang-Undang Pemerintahan Daerah,” pungkas Rohimat yang beberapa waktu lalu kampung halamannya di Sukawening, Garut, diterjang bencana banjir bandang.***