JAMBI, sorotindonesia.com – Tahanan titipan Kejaksaan Tinggi Jambi di Lapas Kelas IIA Jambi, Amarudin (72), warga Simpang Tiga Sipin, Kecamatan Kota Baru, Kota Jambi, akhirnya mendapat perawatan intensif di ICU RSUD H. Abdul Manap Jambi setelah mengalami sakit keras nyaris kritis saat berada di ruang tahanan, (26/10/2023).
Sebelumnya, keluarga Amarudin sudah memohon kepada pihak kejaksaan, bahkan pengadilan agar ayahnya bisa dibantarkan dan dirawat di rumah sakit karena kondisi kesehatannya yang kian mencemaskan. Namun tidak segera mendapat respon.
Dikisahkan oleh anak kedua dari Amarudin, Dewi, kronologis ayahnya ditahan bermula dari permasalahan lahan kebun sawit yang dikelola oleh Amarudin selaku Ketua Kelompok Tani Berkah Abadi dengan pihak perusahaan PT Kirana Sakernan yang kini namanya berganti jadi PT Brahma Bina Bhakti.
“Pada Tanggal 13 Oktober 2023, Bapak (Amarudin) di telepon oleh Pak Widi untuk datang ke kantor Polda Jambi. Kedatangan Bapak ke Polda Jambi ternyata untuk ditahan dengan sangkaan Tindak Pidana Pemalsuan Surat / Pemerasan atas laporan PT. Kirana Sakernan atau PT. Brahma Bina Bakti,” jelas Dewi, Jumat (27/10/2023).
Melalui proses hukum yang relatif singkat, lanjutnya, Amarudin dijadwalkan masuk persidangan tanggal 26 Oktober 2023. Namun tertunda karena kondisi Amarudin yang sedang sakit di tahanan Lapas Kelas IIA Jambi.
“Bapak sudah jatuh sakit sejak dalam tahanan Polda Jambi,” ungkapnya.
Keluarga juga telah bermohon untuk penangguhan kiranya Amarudin ini bisa dirawat/berobat di rumah sakit, seturut keterangan, Amarudin sudah 1 (satu) minggu sakit tetapi permohonannya seperti tidak digubris.
“Dokter di klinik telah beberapa kali menelepon kepada saya untuk mengajukan surat Penangguhan Penahanan agar Bapak bisa dirawat di rumah sakit, karena memerlukan perawatan medis lebih lanjut,” kata Dewi.
Dewi juga mengungkapkan bahwa saat itu jarum suntik infus sudah tidak bisa masuk, buang kotoran/buang air kecil di tempat tidur (diare) dan pusing sakit kepala, demam, sudah tidak bisa mengurus dirinya, hal itu ditambah ayahnya kurang minum yang mengakibatkan kekurangan cairan dalam tubuh (dehidrasi).
“Dari Lembaga Pemasyarakatan katanya sudah menyurat kepada Kantor Kejaksaan Tinggi Jambi untuk Pak Amarudin dijemput dan dibawa ke rumah sakit, tetapi tidak ada yang datang dari Kejaksaan, begitu juga disampaikan kepada Jaksa Penuntut Umumnya (Muhammad Zuhdi atau Yudi), tapi tidak juga mendapatkan tanggapan,” keluhnya.
“Apakah ini sengaja supaya orang tua kami mengalami kematian di penjara, agar berhasil semua apa yang mereka inginkan (PT. Kirana Sakernan cs) dengan membiarkan atau menelantarkan orang tua kami di penjara?” ujarnya.
Hari persidangan pada hari, Kamis 26 Oktober 2023, sambungnya, kami keluarga sebagian sudah berada di Pengadilan karena Jaksa Penuntut Umum, Zuhdi, perkara ini telah dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Jambi, maka kami berharap Pengadilan memberikan Bantaran surat rawat berobat di rumah sakit.
“Dari pagi kami menunggu hingga jam 16.00 sore, maka keluarlah surat bantaran dari Pengadilan Negeri Jambi, untuk Bapak segera dibawa dan dirawat di rumah sakit. Setelah mendapat surat itu, kami keluarga langsung ke Lembaga Pemasyarakatan Jambi untuk membawa orang tua kami. Kami kecewa, cemas, sedih melihat kondisi Bapak yang terkulai lemah tidak berdaya, tidak bisa duduk dan masih harus menunggu Jaksa Penuntut Umum (Zuhdi) untuk menandatangani surat Pelepasan dari Kejaksaan,” urainya.
Akhirnya, surat yang dinanti pun datang. “Surat itu nanti ditandatangani (Jaksa) jam 21.00 malam,” ungkap Dewi.
Setelah itu, Amarudin dibawa ke RSUD H. Abdul Manap, sampai di rumah sakit dalam keadaan kritis, sehingga langsung mendapat rujukan untuk mendapat perawatan medis di ICU.
“Kondisi Bapak tidak berdaya, seperti itu petugas dari Kejaksaan juga mau memborgol Bapak kami, dan saudara kami (Fitri) berteriak-teriak memohon untuk Bapak jangan diborgol. Kasihanilah kami, Papa kami belum diperiksa oleh Hakim, Papa kami orang baik,” terangnya, lirih. Lantas pihaknya berterimakasih karena petugas Jaksa tidak jadi memborgol Amarudin.
Namun diakui oleh Dewi, ditengah kesibukan paramedis, orang tuanya dikawal ketat seperti seorang koruptor, dan atau penjahat teroris, padahal pihaknya kooperatif dan tidak ada niatan melarikan diri selain dari faktor kemanusiaan.
Jaksa Zuhdi pun keesokan harinya melihat Amarudin di rumah sakit, yang menurut Dewi, Jaksa Zuhdi datang dan memanggil-manggil ayahnya sambil berkacak pinggang.
“Saat itu adik kami Ridwan sempat meminta Jaksa Zuhdi agar jangan memaksakan berbicara dengan Bapak, berbicara saja kepadanya jika ada yang perlu disampaikan, karena kondisi Bapak yang belum stabil,” ujarnya.
Terkait dengan hal ini, pewarta sempat menghubungi Jaksa Zuhdi melalui sambungan pesan singkat WA untuk konfirmasi. Namun hingga berita ini diturunkan, belum mendapat jawaban atau tanggapan.*