Politisi Golkar Diduga Gunakan Surat Dokter Palsu

oleh -

Dugaan atas penggunaan surat dokter palsu yang di gunakan Budi Supriyanto salah satu politisi Golkar untuk mangkir dari Pemeriksaan penyidik Komisi Pemberantas Korupsi (KPK), Kamis (10/3)

Budi sedianya diperiksa penyidik untuk pertama kali dalam kapasitasnya sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait proyek Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kempupera). Namun, Budi mengaku sakit sehingga tidak dapat memenuhi pemanggilan KPK.

“Terkait penyidikan tindak pidana korupsi penerimaan hadiah yang berkaitan proyek di Kempupera pada hari ini penyidik memanggil tersangka BSU (Budi Supriyanto), tapi yang bersangkutan tidak hadir memenuhi panggilan penyidik dengan alasan sakit,” kata Kabag Pemberitaan dan Publikasi KPK, Priharsa Nugraha dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (10/3).

Budi menyampaikan surat keterangan sakit dari Rumah Sakit Roemani Semarang untuk memperkuat alibinya. Surat tersebut diantar kuasa hukumnya kepada KPK. Namun, dalam surat keterangan yang diterima penyidik itu, tidak disebutkan diagnosis atas penyakit yang diderita Budi.

“Surat itu hanya menyebutkan tersangka membutuhkan istirahat selama tiga hari,” ungkap Priharsa.
Melihat kejanggalan tersebut, penyidik pun menelepon pihak rumah sakit. Kepada penyidik, pihak rumah sakit mengakui tidak ada analisis dokter mengenai sakit yang diderita Budi.
“Penyidik akan konfirmasi kepada dokter yang telah memberikan surat sakit,” tegas Priharsa.
Selain itu, Budi dinilai tidak hadir tanpa keterangan alias mangkir. Untuk itu, penyidik melayangkan surat pemanggilan kedua terhadap Budi. Namun, Priharsa mengaku belum mengetahui secara pasti kapan pemeriksaan terhadap Budi akan dilakukan.

Diberitakan, KPK resmi mengumumkan Budi sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait proyek Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kempupera), Rabu (2/3). Penetapan Budi sebagai tersangka merupakan pengembangan atas kasus yang juga menjerat koleganya di Komisi V dari Fraksi PDIP, Damayanti Wisnu Putranti.
Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) dengan tersangka Budi ditandatangani lima pimpinan KPK pada Senin (29/2) lalu. Berdasarkan pemeriksaan saksi dan alat bukti yang dimiliki KPK, Budi diduga menerima suap dari Dirut PT Windu Tunggal Utama (WTU), Abdul Khoir.

Suap ini diberikan agar PT WTU mendapat proyek di Kempupera. Atas perbuatan yang dilakukannya Budi disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 UU Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Sebelum ditetapkan tersangka, Budi sempat melaporkan penerimaan gratifikasi senilai SGD 305.000 kepada Direktorat Gratifikasi KPK pada 1 Februari lalu. Dalam laporannya, Budi yang diwakili penasihat hukumnya menyebut gratifikasi tersebut diterimanya dari rekan Damayanti yang bernama Julia Prasetyarini.
Namun, laporan tersebut ditolak lantaran berdasarkan analisis KPK, gratifikasi yang diterima Budi berkaitan dengan kasus suap terkait proyek Kempupera. Selain itu, pelaporan penerimaan uang tersebut diduga sebagai upaya Budi untuk terlepas dari jeratan pidana.

Diberitakan, kasus ini mencuat saat Tim Satgas KPK menangkap tangan Damayanti, bersama dua rekannya, Julia dan Dessi A Edwin serta Abdul Khoir pada Rabu (13/1). Selain keempatnya, KPK juga menyita uang sebesar SGD 99.000 yang diduga merupakan bagian dari janji suap sebesar SGD 404.000 atau sekitar Rp 3,9 miliar yang diberikan Abdul Khoir jika Damayanti mengamankan proyek Kempupera tahun anggaran 2016. Proyek tersebut merupakan proyek jalan di Maluku, yang digarap Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) IX.
Setelah diperiksa intensif, Damayanti bersama dua rekannya, Julia Prasetyarini, dan Dessy A Edwin ditetapkan KPK sebagai tersangka penerima suap.

Atas tindak pidana yang dilakukannya, ketiganya dijerat KPK dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Tipikor jo pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara itu, Abdul Khoir ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap dan disangka melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 33 UU Tipikor. (rck)

Comments

comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.