Jakarta, Memenuhi gizi anak di tengah kesibukan orang tua yang bekerja memang tidak mudah. Jika tidak me-manage waktu dengan baik, orang tua sulit menyiapkan makanan kaya gizi untuk anak-anaknya. Lalu bagaimana, perlukah sekolah menyediakan makanan untuk muridnya?
“Sebagai jalan keluar, dinas kesehatan menyarankan untuk memberikan school lunch. Terlebih, para peserta didik lebih sering di sekolah dan orang tua yang sibuk sulit untuk mencapai pedoman gizi sehat tersebut,” kata Ir Doddy Izwardy, Direktur Gizi Masyarakat, Ditjen Kesehatan Masyarakat Kemenkes.
Menurut Doddy, penerapan school lunch ini bisa mendorong anak-anak mengonsumsi makanan bergizi. Makanan juga dapat berasal dari para penjual kantin yang diberdayakan dengan pendidikan mengenai gizi.
Dengan pendidikan tersebut, diharapkan dapat mengubah perilaku pedagang yang berjualan di kantin sekolah dalam memilih bahan baku, cara memasak makanan, dan untuk apa makanan tersebut. Sehingga hal itu tidak membuat anak hanya mengonsumsi satu makanan saja, tetapi beragam.
“Kalau pemerintah sanggup misalnya Provinsi DKI melalui anggaran-anggaran dimiliki melalui KJP (Kartu Jakarta Pintar) atau BOS (Bantuan Operasional Sekolah) itu tidak mahal. Karena itu adalah anggaran penyelenggaraan makanan besar,” tutur Doddy saat ditemui dalam sosialisasi pedoman gizi seimbang untuk pendidik dan institusi pendidikan di Sahati Hotel, Ragunan, Jakarta, Rabu (4/5/2016).
Dengan pemberian makanan bergizi dan rutin akan membantu anak-anak yang mengalami kekurangan gizi. Selain itu, pada anak yang mengalami obesitas juga dapat dilakukan pemilihan makanan sehingga mereka tidak semakin bertambah bobotnya.
“Prinsip dasar program ini adalah pembatasan garam, gula dan lemak,” lanjut Doddy.
Di Indonesia, sebagian besar penerapan school lunch telah dilakukan di beberapa sekolah swasta. Sedangkan di beberapa negara seperti Jepang dan Korea, program ini telah dilakukan sejak lama.
sumber : detik.com