Budidaya lobster di Indonesia untuk meningkatkan produksi sesuai Menteri Kelautan dan Perikanan, saat ini merupakan suatu keniscayaan. Bisa dibayangkan nelayan yang semula menangkap BBL (Benih Bening Lobster) lalu dijual ke pengumpul untuk diekspor, saat ini tidak diizinkan lagi. Oleh sebab itu BBL yang ada sebaiknya dibudidayakan saja.
Fakultas Perikanan Universitas Padjadjaran saat ini sedang bersemangat untuk berbudidaya lobster di Perairan Selatan Jawa Barat.
Apa saja faktor penentu kesuksesan budidaya lobster? Pada suatu bisnis budidaya ikan/udang/lobster, maka faktor penentu keberhasilan budidaya selain benih yang baik adalah sarana produksi lain, misalnya wadah budidaya, pakan, obat-obatan, kualitas air, informasi teknologi terbaru dan Sumber Daya Manusia.
Secara alami lobster bersifat benthic atau senang tinggal di dasar perairan, khususnya di karang/koral, oleh sebab itu lebih sering menggunakan kaki jalannya dari pada kaki renangnya.
Pada budidaya dengan menggunakan habitat buatan, maka lobster lebih menyukai shelter dari kerang plus jaring plastic berbentuk kipas daripada tanpa shelter (Rostika, dkk. 2021), seperti yang terlihat pada Gambar 1. Bila tanpa shelter, lobster mengalami stress karena tidak ada tempat bersembunyi dari teman sendiri yang buas apabila kelaparan (Kanibalisme). Apabila menggunakan karang saja kualitas air pun terganggu, karena sulit membersihkan sisa makanan dan feses lobster. Tapi apabila diberikan shelter kombinasi antara karang dan jaring plastik berbentuk kipas, maka survival rate selama pendederan 1 bulan itu sebesar 100 persen (Rostika dkk, 2021).
Gambar 1. Shelter Dari Kerang Ditambah Jaring Plastic Berbentuk Kipas
Faktor penting lain untuk menjamin keberhasilan budidaya lobster adalah padat tebar benih lobster. Menurut parfa peneliti, nafsu makan adalah salah satu faktor yang mempengaruhi jumlah pakan yang dikonsumsi. Nafsu makan berkurang maka jumlah pakan yang di konsumsi akan berkurang, sehingga pertumbuhan juvenil menjadi rendah.
Selanjutnya, seberapa besar jumlah pakan yang dikonsumsi oleh udang dipengaruhi oleh padat tebar dan status kesehatan lobster itu sendiri. Faktor tersebut perlu diperhatikan guna memaksimalkan penggunaan pakan bagi organisma yang dibudidaya. Jumlah padat tebar sangat berpengaruh terhadap tingkat konsumsi pakan lobster.
Padat penebaran erat kaitannya dengan tingkat konsumsi pakan, peningkatan padat penebaran akan berhenti pada suatu batas tertentu, karena pakan dan lingkungan menjadi faktor pembatas. Sehingga semakin tinggi jumlah padat tebar, nafsu makan lobster akan semakin rendah yang berarti tingkat konsumsi pakan juga rendah begitu pula sebaliknya.
Tingkat kepadatan yang lebih rendah membuat lobster memiliki ruang gerak yang lebih luas dan bersifat agresif dalam mencari pakan serta mengkonsumsinya. Persaingan untuk mendapatkan pakan juga relatif kecil dan lobster ar masih toleran dengan padat tebar yang rendah. Padat tebar yang tinggi menyebabkan lobster kesusahan dalam mendeteksi pakan dan nafsu makan lobster menjadi berkurang. Kepadatan yang tinggi juga membuat ruang gerak lobster menjadi sempit sehingga kontak antar individu sering terjadi. Kontak individu yang berlebihan dapat menyebabkan lobster stress, kompetisi antar individu dapat terjadi apabila kultivan yang dipelihara terlalu padat. Selama ini menurut Cokrowati (2012) pembudidaya menebarkan benih tanpa memperhatikan jumlah padat tebar yang sesuai. Padahal tingkat keberhasilan budidaya lobster di Indonesia masih rendah terutama pemeliharaan pada tingkat peulurus hingga juvenile yang berkisar antara 20 % – 50 % saja. Berdasarkan hasil riset Rostika dkk (2021), padat tebar lobster terbaik pada 6 minggu pemeliharaan sejak BBL, memberikan Survival Rate sebesar 85 % – 100 %. Pakan alami yang diberikan sejak BBL selama 6 minggu adalah seperti yang terdapat pada Gambar 2.
Gambar 2. Pakan Alami Untuk Pendederan Lobster BBL Selama 6 Minggu.
Berikut ini adalah tabel 1 tentang pakan alami pendederan lobster.
Tabel 1. Pakan Alami Pendederan BBL
no | Filum/subfilum | jenis | komposisi |
1 | Crustacea | Udang-udangan | 70 % |
2 | Moluska | Cumi-cumi | 20 % |
3 | Ikan | Teri paku | 10 % |
Bagaimana kondisi kualitas air pada media pendederan lobster sejak BBL? Dapat dilihat pada tabel 2 sebagai berikut.
Tabel 2. Parameter Kualitas Air Pendederan BBL
no | parameter | nilai |
1 | Suhu air | 26o – 28o C |
2 | Suhu ruang | 28o – 30o C |
3 | DO | 6.5 ppm |
4 | Salinitas | 32 |
5 | pH | 7 – 7,8 |
6 | Ammoniak | Ø 1 |
Demikian informasi yang dapat disampaikan dengan harapan data ini dapat digunakan sebagai acuan kepada para pembudidaya lobster.
*****
Penulis : RITA ROSTIKA
Peneliti Budidaya Lobster Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan
Universitas Padjadjaran