MANUSIA DAN BUDAYA SERTA BUDAYA PANCASILA

oleh -
MANUSIA DAN BUDAYA SERTA BUDAYA PANCASILA

Hal yang membedakan manusia dengan makhluk yang lain adalah akal. Dengan akal inilah manusia

berkreasi dan selalu merubah dirinya untuk menjadi wujud “khalifah” sebagaimana Allah swt terangkan dalam nash quran surat albaqarah ayat 30

 Dan (ingatlah) tatkala Tuhan engkau berkata kepada Malaikat : Sesungguhnya Aku hendak menjadikan di bumi seorang khalifah. 

Sepanjang perjalanan manusia di muka bumi, semenjak nabi Adam a.s dan siti hawa diturunkan, secara empiris manusia berupaya merubah dirinya dengan budaya. Namun seiring dengan perkembangan ilpengtek yang dilahirkan dari budaya ciptaan manusia itu sendiri memunculkan faham-faham baik secara agama langit maupun hasil rekayasa budaya manusia itu sendiri.

Tidak jarang tiap-tiap bangsa menciptakan budaya demi kepentingan bangsanya sendiri. Inilah awal dari pertentangan antara kelompok manusia itu sendiri. Karena sifat manusia berada di tengah-tengah, antara hewan dan malaikat. Jika sifat hewani muncul maka yang terjadi adalah keserakahan dan nafsu kekuasaan belaka yang cenderung menimbulkan kerusakan dan kehancuran. Sebaliknya jika sifat malaikat muncul maka akan timbul kesadaran tentang naluri kebaikan dan kedamaian.  Akan tetapi kita bukan malaikat yang tidak nampak serta kita juga bu

kan hewan yang tidak tahu aturan dan budaya. Jujur saja maukah kita disamakan dengan Malaikat atau hewan sapi misalnya? Jawabannya dapat dipastikan TIDAK!

Langsung saja, kita juga bagian dari manusia yang memiliki kultur budaya yang sangat komplek. Terbentuk dari pengalaman sejarah purbakala, lalu budaya hindu yang syarat dengan animistik sampai masuknya islam di Nusantara. Secara kultur bangsa kita terbentuk sedemikian rupa hingga pada akhirnya bangsa kita memiliki kepribadian dalam berprilaku dan bergaul yang khas.

Tatanan budaya ini turun menurun hingga sekarang. Awal pergolakan untuk merdeka dari penjajah asing, mengharuskan kita untuk bersatu padu menumpas penjajah.

Sebut saja “naluri Ketuhanan” ketika bangsa kita terjajah ada prilaku pemasrahan dengan doa kepada kekuatan yang Maha dahsyat yakni Tuhan. Lalu ketika bangsa kita melihat penderitaan saudaranya, ada rasa iba yang mendalam dan lantas berjuang untuk menolong atau membantu saudaranya yang tertindas dengan pengorbanan nyawa sekalipun.Demikian juga dengan budaya musyawarah untuk mufakat, sudah ada sejak dulu di kampung-kampung dan para tokoh masyarakat sekarang berusaha melestarikannya.

Ini semua bukan hanya sekedar konsep,akan tetapi sudah mengakar sebagai bentuk dari prilaku budaya bangsa kita. Maka pantas “founding father” kita mencanangkan suatu konsep “Lima Dasar” yang sebenarnya adalah wujud prilaku bangsa kita, Indonesia.

Lantas pertanyaannya adalah kenapa musti budaya yang sudah mengakar ini akan nyaris diubah oleh sekelompok orang, yang jelas-jelas itu adalah hasil budaya bangsa lain. “komunisme, radikalisme, ISIS’isme , kapitalisme, liberalisme dan isme-isme yang lain”

 Pantaskah faham-faham itu dengan budaya kita ??

Pemikiran ini hendaknya disikapi dengan pikiran yang jujur dan hati yang dingin

Dan semua akan terjawab di dalam lubuk hati yang dalam, bahwa budaya kita adalah kepribadian kita, kepribadian bangsa yang sudah turun menurun sejak Majapahit nusantara yakni nilai-nilai budaya “Pancasila”.

Diperlukan kesadaran dalam jiwa untuk membentuk kembali karakter pribadi sesuai dengan nilai-nilai budaya luhur Pancasila. Tidak saja tuntutan para negarawan handal, teknokrat, para pakar politik, namun haruslah menjadi tanggung jawab bersama, para pendidik, tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh pemuda, tokoh adat serta peran orangtua dalam menerapkan dan melestarikan nilai-nilai luhur budaya bangsa. Aplikasinya cukup sederhana, menjunjung tinggi norma-norma budaya dan moral, sopan santun dalam bersikap, senyum dalam berucap, menyapa dalam pergaulan, membantu orang yang lemah (fakir miskin, dhuafa, anak yatim),   ngerumpi kalau ada persoalan agar ada jalan keluar dari hasil mufakat serta menanamkan sikap adil dalam kesetia kawanan pergaulan sehari-hari.

Dengan demikian lambat  laun nilai-nilai luhur bangsa kita akan eksis kembali di tengah masyarakat. Dari semua itu apakah bertentangan dengan agama?adakah yang salah dari nilai-nilai luhur itu?.

Oleh: Aswin Samil

Comments

comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.