Makna 10 Nama Kampung Desa Mekarwangi

oleh -
Makna 10 Nama Kampung Desa Mekarwangi

 Apabila kita kaji secara seksama, biasanya orangtua dulu, jika memberikan suatu pepatah kepada anaknya, atau kepada orang lain. Karena risi menyinggung perasaan hati seseorang, maka pepatahnya itu diungkapkan secara tidak langsung, diantaranya dalam bahasa sunda disebut dengan kata Kirata (dikira-kira tapi nyata). Seperti halnya, pepatah orangtua dulu yang memberikan petuah melalui nama-nama kampung di wilayah Desa Mekarwangi Kecamatan Sukawening.

“Biasanya pepatah dari orangtua dulu yang disampaikan melalui penuturan dari lisan generasi ke generasi, lalu dipadukan dengan pesan para leluhur yang selalu disampaikan dengan bahasa isyarat, maka kita harus mengkaji dan menggalinya secara seksama. Apa pepatah yang telah disampaikan oleh para leluhur kita melalui bahasa isyarat itu? Salah-satunya adalah makna dari 9 nama kampung di wilayah Desa Mekarwangi,” kata Kades Mekarwangi, Odong Suhaya.

Odong menuturkan, apabila kita buka dari makna kesembilan nama kampung di wilayah Desa Mekarwangi, yaitu Kampung Ciinjuk, Dago, Genteng, Jati, Buahcondong, Bongbolongan, Sindangheula, Babakan, Ciloa dan Lebakwangi, ternyata orang tua dulu telah memberikan pepatah yang berharga buat kita via nama kampung tersebut. Hal itu  supaya diaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari untuk bekal di hari nanti.

“Seperti dari nama Kampung Ciinjuk. Orang tua dulu memberikan suatu pepatah dengan bahasa kirata, bahwa  Kampung itu  berasal dari kata “Ci” dan “Injuk”. Kata “Ci” kepanjangan dari Cai (air), realitanya air itu gunanya untuk membersihkan segala sesuatu. Terutama yang berkaitan dengan jasmani. Sedangkan kata “Injuk”, secara bentuk fisik merupakan bahan membuat sapu injuk. Alat tersebut berfungsi untuk menyapu lantai rumah, dingding, atau langit-langit rumah dari berbagai kotoran.

Padahal makna yang diterapkan oleh para leluhur dengan memberikan nama Kapung Ciinjuk itu, artinya sangat mendalam, yakni memberikan himbauan kepada penghuni kampung itu, secara nyatanya harus mencintai kebersihan lingkungan, dan senan tiasa membersihkan hati rohani,” kata Odong Suhaya.

Baca Juga:  Sat Brimob Polda Jabar Siap Amankan Pilkades Serentak Di Kabupaten Garut

Nantinya, ujar Odong, jikalau kita telah menerapkan pepatah dibalik makna dari kata Ciinjuk, pasti akan melahirkan suatu kekuatan dari gangguan setan dalam hati kita yang selalu memutuskan tali persaudaraan. Maka orang tua dulu memberikan nasihat dengan arti Kampung Genteng (genting). Genting itu secara kasat mata, adalah sebagai peneduh suatu bangunan. Lebih jelasnya tersirat dalam salah satu lirik lagu sunda, yakni Sabilulungan dasar gotong royong, sabilulungan genteng ulang potong.

“Berarti dengan adanya Kampung Genteng, orangtua kita telah memberikan anjuran, salah satunya, adalah genteng ulah potong (genting jangn patah). Terutama ditunjukan kepada rasa gotong royong yang harus tetap selalu terjaga. Jangan sampai, seperti  genting yang patah karena terjatuh, atau pecah berantakan akibat bangunan roboh,” ungkapnya.

DPSP

Menurut Odong, andaikata setiap orang telah mengetahui serta  menerapkan anjuran dari para leluhur yang disembunyikan  pada nama kampung-kampung tersebut, tak akan diragukan lagi, pasti akan menemukan jati dirinya. Sebagaimana orang tua dulu menamakan suatu kampung di wilayah Desa Mekarwangi dengan sebutan Kampung Jati.

“Sebenarnya makna dibalik kias dari nama Kampung Jati, adalah amanat dari leluhur kita, bahwa kita harus melahirkan jati diri,” kata Odong.

Sehingga, ucapnya, Ketika sesorang telah menemukan jati diri, oleh leluhur kita disarankan harus mampir dulu kepada mereka yang telah menanti dengan memberikan nasihat kepada masyarakat disuatu dusun. Hal itu sesuai dengan makna nama Kampung Sindangheula, artinya mampir dulu. Kampung Dago, sama dengan kata ”menanti”. Kampung Babakan, berarti dusun. Sedangkan Kampung Bongbolongan, bermakna memberikan suatu ajaran.

Baca Juga:  Kadisdik Paling Banyak Diincar Pejabat Pemkab Garut

Kemudian, ujarnya, ketika telah menemukan jati diri, amalkanlah dengan memberikan suatu bongbolongan (nasihat) kepada masyarakat, nasihatnya harus benar-benar menghasilkan nasihat yang lurus tidak miring.Untuk itu, orang tua dulu di wilayah Desa Mekarwangi, memberikan suatu simbul dengan nama Kampung Buahcondong. Buah, artinya hasil, dan Congdong, berarti miring.

“Andaikata, seseorang telah menemukan jati dirinya, maka akan menjadi tumpuan bagi orang lain sebagai sumber penyejuk dan peneduh kehidupan. Orang tua dulu, terlkait dengan hal itu, menganjurkannya melalui nama Kampung Ciloa, yang artinya sama dengan sumber penyejuk dan peneduh kehidupan,” tutur Odong.

Jadi, anjuran, atau pesan para leluhur kita yag diterapkan pada nama-nama kampung Kampung Ciinjuk, Dago, Genteng, Jati, Buahcondong, Bongbolongan, Sindangheula, Babakan, Ciloa dan Lebakwangi,

“Intinya, pesan orang tua dulu yang diamanatkan melalui nama-nama kampung di Desa Mekarwangi, jangan hanya sebatas dikaji dan digali saja. Alangkah baiknnya dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari hingga kita kembali kepada Illahi. Seperti peribahasa, gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang, manusia mati meninggalkan nama,” ungkap Odong.

Peribahasa itu, ujarnya, telah diamanatkan dengan sebuah nama pemakaman umum yang dinamai Kampung Lebakwangi. Kampung tersebut merupakan isyarat dari karuhun urang (leluhur kita), Lebak sama dengan “bawah”, dan Wangi artinya “harum”.  Jadi arti dari nama Kampung Lebakwangi, bisa dimaknai sebagai tempat jasad kita disemayamkan setelah mengakhiri hidup didunia dengan meninggalkan amal ibadah yang harum sepajang jaman. (Damar Garut)

Comments

comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses