Dirinya berharap ada tambahan koleksi dan penjaga yang siap di setiap sudut. “Kalau bisa sih ditambah binatangnya, tiap tempat juga ada penjaganya. Jadi kalau bingung kan tanya-tanya bisa lebih mudah dan lengkap,” tuturnya.
Menanggapi hal itu, Direktur PT Taman Satwa Semarang, Bimo Wahyu Widodo menuturkan ada standar tersendiri bagi Semarang Zoo dalam berbenah. Baik sebagai sebuah lembaga konservasi, edukasi maupun rekreasi atau pariwisata.
“Yang memerlukan biaya tertinggi itu apa? Standar, agar dia (satwa,-red) bisa hidup seperti di alam liar, ini biaya tinggi,” ungkapnya.
Karena, lanjutnya, menyesuaikan dengan kebiasaan gerakan satwa. Ia contohkan gajah membutuhkan minimal 1500 meter persegi. “Kalau gajah kita tiga ya dikalikan tiga, berarti kan 4.500 meter persegi,” jelasnya.
Ia mengakui banyak sarana dan prasarana yang mendukung, baik dalam pelestarian tumbuhan, hewan maupun untuk kenyamanan pengunjung. “Kita rencanakan menuju ke sana, jadi kita cita-citakan kalau bisa Semarang Zoo ini menjadi lembaga tipe A,” ucapnya.
Menurut Bimo, dalam perencanaan pembangunan 1 hektar lahan setidaknya membutuhkan anggaran lebih dari 10 miliar. “Kalau di sini 9 hektar ya paling gak Rp96 sampai Rp100 miliar,” paparnya.
Untuk itu, Bimo bilang, dirinya akan melakukan koordinasi dengan Pemerintah Kota Semarang, BKSDA, dan Kementerian Kehutanan agar rencana yang disusun untuk lima tahun ke depan bisa segera direalisasikan. “Kita ikuti aturannya menuju lembaga tipe A,” tuturnya.
Ia melihat visi misi Semarang Zoo sebagai lembaga konservasi, edukasi dan rekreasi saling berkaitan dimana Semarang Zoo bisa menjadi lembaga konservasi dan edukasi tentang flora dan fauna dan mendukung untuk kepentingan pariwisata. (rf)