Kolegium Kesehatan Indonesia: Independensi Profesi Kedokteran Indonesia di Ambang Kehancuran

oleh -
Kolegium Kesehatan Indonesia: Independensi Profesi Kedokteran Indonesia di Ambang Kehancuran

Jakarta, 24 Desember 2024 – Kolegium Kesehatan Indonesia (KKI) menyatakan keprihatinannya terhadap independensi profesi kedokteran yang kini berada di bawah ancaman serius. Dalam konferensi persnya, KKI menyoroti keputusan pemerintah yang dinilai mencederai prinsip independensi Kolegium, sebuah lembaga ilmiah yang dibentuk oleh para ahli kesehatan sejak 1978.

Ketua Kolegium Kesehatan Indonesia, Dr. Mahmud Ghaznawie, PhD, menyebut Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor HK.01.07/Menkes/158/2024 menjadi sorotan utama. Keputusan ini mengatur bahwa calon anggota Kolegium Kesehatan Indonesia diseleksi, diangkat, dan diberhentikan oleh Menteri Kesehatan.

Menurut Dr. Mahmud, aturan ini menghilangkan kemandirian Kolegium dalam menjalankan tugas dan fungsinya, sebagaimana dijamin dalam Pasal 1 angka 26 Undang-Undang Kesehatan dan Pasal 272 UU Kesehatan yang menegaskan bahwa Kolegium harus bekerja secara independen.

“Keputusan ini bertentangan dengan Pasal 28E ayat 3 UUD 1945 yang menjamin hak setiap orang untuk berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat,” tegas Dr. Mahmud.

*Dasar Hukum dan Sejarah Kolegium*

Baca Juga:  Wow Keren! Bupati Minahasa Utara Joune Ganda Terima Penghargaan Pemkab Terbaik Dalam Pemenuhan Tenaga Medis dan Kesehatan dari Kemenkes RI

Kolegium Kesehatan Indonesia bukanlah lembaga pemerintah. Berdasarkan sejarahnya, Kolegium dibentuk sebagai lembaga ilmiah independen pada Muktamar Ahli Bedah Indonesia (MABI) di Medan tahun 1978. Filosofi yang diusung sejak awal adalah bahwa kesehatan harus selalu berpihak pada rakyat, bebas dari intervensi politik.

Namun, ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024, yang mengharuskan Kolegium untuk berkoordinasi dengan Menteri Kesehatan dalam menjalankan tugasnya, dipandang sebagai langkah yang melunturkan independensi tersebut. “Penyalahgunaan wewenang ini dapat menjadikan Kolegium alat politik pemerintah,” ujar Dr. Mahmud.

DPSP

Dalam konferensi pers, Dr. Mahmud juga mengaitkan ancaman terhadap independensi Kolegium dengan isu global, termasuk dugaan perang biologi yang melibatkan penelitian rahasia di Indonesia. Ia mengingatkan kembali tentang keberadaan laboratorium militer Amerika Serikat, Namru-2, yang pernah beroperasi di Jakarta. Pada 2010, Menteri Kesehatan saat itu, Siti Fadilah Supari, menutup Namru-2 dengan alasan ancaman terhadap kedaulatan nasional.

“Penelitian seperti ini dapat membuka jalan bagi eksploitasi data genomik bangsa Indonesia, yang berisiko besar jika jatuh ke tangan asing,” ungkap Dr. Mahmud. Ia juga menyoroti dugaan aktivitas penelitian biologis yang dilakukan tanpa koordinasi dengan Kementerian Kesehatan, seperti yang terjadi di atas kapal rumah sakit AS, USNS Mercy, di Padang pada 2016.

Baca Juga:  Kampung Daun, Destinasi Wisata Kuliner Di Bandung Barat Ini Raih Penghargaan Kemenkes RI Terkait Penerapan Protokol Kesehatan

Kolegium Kesehatan Indonesia saat ini tengah mempertimbangkan langkah hukum melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Dr. Mahmud menegaskan bahwa tindakan ini diambil untuk menjaga independensi profesi kedokteran dan memastikan keputusan pemerintah sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik.

“Kami menginginkan kesehatan tetap menjadi hak rakyat, bebas dari intervensi politik dan kepentingan global. Ini bukan hanya soal profesi, tetapi juga soal kedaulatan bangsa,” pungkasnya.

Perdebatan mengenai independensi Kolegium Kesehatan Indonesia menjadi pengingat pentingnya menjaga profesionalisme dan kemandirian dalam bidang kesehatan, terutama di tengah ancaman global yang semakin kompleks.*****

Comments

comments